Tuesday 21 April 2015

Books I've Been Dying to Read + Wishful Wednesday #22

Kalau diperhatikan ya, tahun 2015 ini merupakan saat-saat kejayaan bagi genre Young Adult, terutama karya penulis debut. Dari Januari hingga April, sudah banyak novel keren terbit, baik dari segi desain sampul maupun cerita yang disuguhkan. Sayang, kebanyakan novel incaran saya adalah yang terbit setelah Mei 2015. INI MASIH APRIL ASTAGA!!


PS I Still Love You by Jenny Han
26 Mei 2015
Saya sudah menunggu hampir satu tahun untuk membaca kelanjutan cerita Lara Jean Song dan Peter Kavinsky ini. Senang sekali ketika Penerbit Spring menerjemahkan novel pertamanya, To All the Boys I’ve Loved Before, tanpa mengubah desain sampul yang cantik banget itu. Desain sampul dari sekuelnya sendiri memang matching dengan novel pertamanya, namun menurut saya masih kalah cantik. Dan apa model utama di kedua buku itu sama? Saya paling nggak suka kalau model sampul (dan book trailer) dari suatu seri berubah-ubah, kesannya tidak konsisten.
Hello, I Love You by Katie M. Stout
9 Juni 2015
Kabur dari sekolah asrama dan jatuh cinta sama pop star Korea? SOUNDS FUN!!! Mengikuti tren remaja kekinian yang demen-demennya sama Korea, novel ini memiliki potensi untuk jadi super populer atau malah sebaliknya, hancur dengan ribuan haters. Banyak yang menaruh ekspektasi tinggi pada Hello, I Love You. Apakah berhasil menangkap unsur Korea di dalamnya? Apa bakal segreget kalau kita nonton drama-drama itu?  Apakah berhasil menggambarkan bagaimana kehidupan nyata para bintang KPop?
Emmy & Oliver by Robin Benway
23 Juni 2015
Robin Benway adalah salah satu penulis favorit saya. Dia selalu menyuguhkan cerita berbeda di tiap novel yang ditulis. Saya sudah punya versi ARC dari Emmy & Oliver ini, tapi lebih baik menunggu versi retailnya keluar saja. Tampilannya lebih bagus wk *alasan apa ini*
The Boy Most Likely To by Huntley Fitzpatrick
18 Agustus 2015
AAAAAAAAHHHHH saya menunggu terlalu lama untuk buku ini. Sebagai companion book dari My Life Next Door (JACE!! GEORGE!!!) saya sudah tidak sabar menunggu kelanjutan cerita mereka, walaupun mungkin tidak akan terlalu berfokus pada keluarga Garrett.

Hello, Goodbye, and Everything in Between by Jennifer E. Smith
1 September 2015
Bukan rahasia lagi lah, saya bakal baca semua novel dari Jennifer E. Smith.

Tonight the Streets are Ours by Leila Sales
15 September 2015
Leila Sales merupakan penulis baru bagi saya. Namun novel debutnya, This Song Will Save Your Life, berhasil menempati bagian hati saya yang terdalam *apasih san*.  Cerita yang ditawarkan mungkin tidak selalu indah, tapi selalu ada makna yang bisa kita ambil dan pelajari.





Mana di antara novel-novel keren di atas yang sudah antri sebagai wishlist-mu?

OH YA! Sudah pada tahu belum kalau Dominic Sherwood memenangkan peran sebagai Jace Wayland di Shadowhunters TV series (adaptasi ulang film The Mortal Instruments: City of Bones)? Maksud saya….. DOMINIC FREAKING SHERWOOD! JACE WAYLAND! Those eyes, tho. Saya dari awal memang tidak begitu suka dengan aktor pemain Jace Wayland di versi filmnya, Jamie Campbell Bower; terlalu cungkring dan kurang charming untuk versi Jace. Tapi DOMINIC SHERWOOD!!! Now I can sleep easily. Eh belum, gimana nasib Clary dkk? Saya pribadi suka banget sama Lily Collins dan pemain-pemain lain, cuma karena masalah kesibukan masing-masing dan syuting yang bakal dimulai mendadak (bulan depan), tim dari ABC Family Series harus re-cast seluruh pemain. Aaaaaaah kalau Jace saja mereka bisa dapet Dominic, saya berharap banget untuk Clary mereka benar-benar dapet aktris british yang seimbang.



PS: Posting ini juga disubmit sebagai Wishful Wednesday

Sunday 19 April 2015

[Book Review] All the Bright Places by Jennifer Niven

All the Bright Places
penulis Jennifer Niven
400 halaman, YA-Depression, Suicide
Dipublikasikan 6 Januari 2015 oleh Knopf Book for Young Reader


An exhilarating and heart-wrenching love story about a girl who learn to live from a boy who intends to die.

Theodore Finch is fascinated by death. Every day he thinks of ways he might die, but every day he also searches for—and manage to find—something to keep him here, and alive, and awake.
Violet Markey lives for the future, counting the days until graduation, when she can escape her small Indiana town and her aching grief in the wake of her sister’s death.


Review Singkat All the Bright Places:

Saya suka buku ini. 5-bintang-suka, rela-begadang-sampai-pagi-buat-menamatkannya-suka. Gaya penulisannya sendiri sedikit mengingatkan dengan gaya penulisan John Green. Malahan secara umum si Finch ini bikin agak de javu dengan Miles Halter/ Pudge (Looking for Alaska) dan Quentin “Q” Jacobsen (Paper Towns). Walaupun begitu saya lebih bisa menikmati gaya penulisan Jennifer Niven (sorry Mr. Green!).

“The problem with people is they forget that most of the time it’s small things that count.”

All the Bright Places adalah novel YA pertama dari Jennifer Niven. Beliau aslinya adalah penulis novel-novel New Adult, dan walaupun baru kali pertama dia menjajal ladang YA, tidak ada kesan kaku atau amatir di sini. Sebaliknya, saya merasakan bahwa All the Bright Places adalah suatu karya personal bagi Jennifer (bahkan situs germmagazine.com benar-benar ada dan ter-update sesuai dengan yang disebutkan di novel). Berdasarkan Author’s note di bagian akhir buku, buku ini terinspirasi dari pengalaman masa muda Jennifer (yang menurut saya sungguh tragis karena seseorang di usia sebelia itu harus mengalami begitu banyak kehilangan). TEARS, TEARS EVERYWHERE.

Novel ini baru diterbitkan awal Januari 2015 lalu, namun pengurusan hak cipta untuk adaptasi filmnya sudah selesai sejak pertengahan 2014. Konon katanya, Elle Fanning  akan memerankan Violet. GO VIOLET REMARKEY-ABLE!!!


“…here’s what I think: I think I’ve got a map in my car that wants to be used, and I think there are places we can go that need to be seen. Maybe no one else will ever visit them and appreciate them or take the time to think they’re important, but maybe even the smallest places mean something. And if not, maybe they can mean something to us. At the very least, by the time we leave, we know we will have seen it, this great state of ours. So come on. Let’s go. Let’s count for something. Let’s get off that ledge.”

Sunday 5 April 2015

[Book Review] Made You Up by Fransesca Zappia

Made You Up
penulis Francesca Zappia
448 halaman, Young Adult/ Mental Illness
Rating:  image
Dipublikasikan 19 Mei 2015 oleh Greenwillow Books

 SINOPSIS:
Reality, it turns out, is often not what you perceive it to be—sometimes, there really is someone out to get you. Made You Up tells the story of Alex, a high school senior unable to tell the difference between real life and delusion. This is a compelling and provoking literary debut that will appeal to fans of Wes Anderson, Silver Linings Playbook, and Liar.

Alex fights a daily battle to figure out the difference between reality and delusion. Armed with a take-no-prisoners-attitude, her camera, a Magic 8-Ball, and her only ally (her little sister), Alex wages a war agains her schizophrenia, determined to stay sane long enough to get into college. She’s pretty optimistic about her chances until classes begin, and she runs into Miles. Didn’t she imagine him? Before she knows it, Alex is making friends, going to parties, falling in love, and experiencing all the usual rites of passage for teenagers. But Alex is used to being crazy. She’s not prepared for normal.
Funny, provoking, and ultimately moving, this debut novel featuring the quintessential unreliable narrator will have readers turning the pages and trying to figure out what is real and what is made up.


REVIEW:

Alexandra didiagnosis menderita schizophrenia sejak kecil. Schizophrenia, menyebabkan Alex tidak bisa membedakan mana yang nyata dan mana yang hanya rekaan alam bawah sadarnya. Karena itulah ia tidak yakin apakah insiden Pembebasan Lobster ketika ia berumur tujuh tahun benar-benar terjadi. Dan apakah anak laki-laki bermata biru yang membantunya melepaskan lobster-lobster itu nyata atau hanya khayalannya belaka.

Bertahun-tahun ia mencoba melawan penyakitnya itu. Ke manapun Alex pergi, ia selalu membawa kamera untuk mengabadikan setiap momen yang ia lihat. Sesampainya di rumah, Alex akan mencetak foto-foto tersebut untuk memastikan mana yang nyata dan mana yang bukan. Walaupun ia tahu kalau kadang-kadang otaknya memainkan trik aneh, mau tak mau Alex menjadi orang yang paranoid. Dia selalu melakukan parameter check, memastikan siapa saja orang yang ada di sekitarnya, dan memeriksa apakah ada tanda-tanda bahaya mengancam untuk menyerangnya.

I didn’t have the luxury of taking reality for granted. And I wouldn’t say I hated people who did, because that’s just about everyone. I didn’t hate them. They didn’t live in my world. But that never stopped me from wishing I lived in theirs.

Usahanya untuk melebur menjadi normal mulai menunjukkan tanda-tanda kegagalannya ketika ia bertemu dengan Miles Ritcher di sekolahnya yang baru. Miles mengingatkan Alex kepada si anak laki-laki bermata biru di Insiden Pembebasan Lobster dahulu. Setelah sekian lama meyakini suatu hal hanya khayalan belaka, Alex harus menabahkan diri bahwa kalaupun benar Miles adalah teman pertamanya dulu….. jelas tidak lagi sekarang. Miles yang super jenius rupanya menjadikan “Mengganggu Alex” sebagai hobi favorit nomor satu sedunia. Tapi bukan berarti Alex diam saja, karena Alex lah satu-satunya penghuni sekolah ini yang menjadi korban jahil Miles dan berani melawan.

When he finished reading, he did something so surprising that I almost dropped the Bunsen burner and set the kid across from me on fire. He laughed. Our neighbors turned to stare at us, because Miles Ritcher laughing was one of those things that the Mayans had predicted would signal the end of the world. He wasn’t particularly loud about it, but it was Miles laughing, a sound no mortal had ever heard before.

Pengalaman membaca buku ini merupakan hal baru yang unik bagi saya karena si tokoh utama sendiri pun tidak tahu mana yang benar-benar terjadi dan mana yang cuma khayalan. Kadang saya bingung dengan ke mana cerita mengarah, tapi lama-kelamaan saya mengerti apa yang sebenarnya ingin disampaikan oleh sang penulis. Brilian, penuh kejutan, dan menggugah rasa penasaran! Luar biasa ketika saya tahu bagaimana cara otak seseorang yang *ehem sori* agak berbeda dari kita bekerja, karena bukan berarti ada yang kurang dari diri mereka. Justru sebaliknya, cara berpikir mereka benar-benar unik sehingga membuat saya merasa kalau otak saya ini membosankan dan lambat.  I need moooore inspiration juices for my brain.


Dan yang bikin saya takjub lagi nih, Made You Up ini merupakan sebuah karya debut! Francesca Zappia benar-benar masuk kategori penulis favorit saya sekarang. Tokoh Alexandra yang dia buat ini sangat likeable. Pintar, kuat (dalam artian nerd tapi nggak bakal tinggal diam kalo kena bully), dan super witty. Nggak ada yang lebih menyenangkan daripada menghabiskan waktu di kepala seseorang yang tahu bagaimana memaikainya dengan baik (terlepas dari eror yang sering terjadi. Tapi karena ini takdir Tuhan, saya bisa maklum). Apalagi gaya penulisan dan humornya juga pas. Endingnya apalagi, benar-benar di luar dugaan saya. Rada bingung juga sih dengan eksekusi dari masalah-masalah yang muncul…. atau ini hanya perasaan Dek Sany saja? *halah apasih*

Saya beruntung mendapatkan ARC novel luar biasa ini dan guys, you guys…….read this book ASAP!


“People say teenagers think they’re immortal, and I agree with that. But I think there’s a difference between thinking you’re immortal and knowing you can survive. Thinking you’re immortal leads to arrogance, thinking you deserve the best. Surviving means having the worst thrown at you and being able to continue on despite that. It means striving for what you want most, even when it seems out of your reach, even when everything is working against you. And after you’ve survived, you get over it. And you live.”

Saturday 4 April 2015

[Book Review] The Start of Me and You by Emery Lord

Bagi para penggemar YA kontemporer, sayang rasanya kalau melewatkan nama Emery Lord. Sebagai penulis baru, Emery Lord memang masih kalah beken jika dibandingkan dengan nama-nama sekaliber Sarah Dessen, Stephanie Perkins, atau Gayle Forman. Tapi kalau dilihat dari sisi kualitas, beuuuhhhh saya jamin nggak kalah deh!!!

Memulai debut di tahun 2014 dengan karyanya Open Road Summer (yang KEREN GILA OH MY GOD), nama Emery Lord langsung masuk dalam radar saya sebagai penulis favorit. Nggak cuma bagi saya sih, demam Open Road Summer sempat membanjiri beberapa media sosial dan teman-teman pecinta buku lain. Bahkan hingga sekarang saya masih agak kesengsem gitu kalo ada yang bahas Matt Finch---> EEEEE MY 2014 BOOK BOYFRIEND!

Tahun ini, Emery Lord kembali dengan karya barunya, The Start of Me and You. Saya beruntung bisa mendapatkan copy buku ini dua hari setelah tanggal terbitnya, yang berarti saya bisa cari alasan buat kabur sejenak dari tugas kuliah yang semakin lama semakin menggunung ini.

The Start of Me and You bercerita tentang Paige Hancock yang selalu terbelenggu dalam persepsi masyarakat sebagai “Girl Whose Boyfriend Drowned”. Ya, sejak kematian Aaron lebih dari setahun yang lalu, Paige masih saja mendapatkan tatapan iba dan simpati berlebihan dari mayoritas orang yang ia temui. Setiap dia siap untuk move on, selalu ada saja yang mengingatkannya melalui “That Look”.

Untuk itulah di tahun ajaran baru ini Paige bertekad untuk menjadi Paige yang baru. Dibantu oleh tiga sahabatnya; Tessa, Morgan, dan Kayleigh…. Paige mulai membuat daftar hal-hal apa saja yang ingin dilakukannya. Daftarnya pun tidak muluk-muluk; dia ingin mulai datang ke party setelah lebih dari satu tahun jadi tikus mondok, ingin dekat dengan cowok lagi, ingin aktif dalam ekstrakulikuler, travel, dan yang terakhir….dia ingin menghilangkan ketakutannya akan berenang.

Daftarnya itulah yang menggiringnya untuk dekat kepada Ryan Chase, crushnya sejak bertahun-tahun lalu. Ryan si populer yang baru saja diputuskan oleh Leanne berubah menjadi penyendiri karena gerombolan yang biasanya mengerumuninya berpindah kubu ke Leanne. Hanya Max, sepupunya yang pindah dari Coventry School yang selalu terlihat bersama Ryan. Lucu sebenarnya, karena Max dan Ryan sangat bertolak belakang. Di saat Ryan memancarkan aura populer, Max ini seperti hanya meneriakkan satu hal: NERD NERD NERD!

Terlepas dari tujuan utamanya untuk dekat (pacaran maksudnya) dengan Ryan, Paige ini justru mendapatkan sahabat-sahabat baru. Nggak bakal terpikir sebelumnya bahwa regu 4 orangnya akan berubah jadi 6. Dan inilah poin super yang saya suka dari The Start of Me and You…. nilai persahabatan yang dijunjung tinggi! Nggak terhitung lagi deh berapa kali mereka menyelamatkan satu sama lain. Saya selalu mikir “Errr I wanna a friendship like that!” dan nggak bisa berhenti takjub dengan pengorbanan yang mereka lakukan setiap ada di antara mereka yang kena masalah.

Dan sepanjang cerita, saya bingung mana di antara Ryan dan Max yang akan dipilih oleh Paige. Di satu sisi Ryan ini selalu baik dan super gentleman ke Paige, dan di sisi lain Max juga selalu nyambung dan siap membantu Paige menyelesaikan masalah-masalahnya. Apalagi Max dan Paige sama-sama nerd (PRIDE AND PREJUDICE REFERENCE WITS! JANIE!). Tapi nggak perlu khawatir, nggak bakal ada cinta segitiga kok di sini. Lagian, Paige kelewat sibuk untuk mengejar cowok mati-matian. Poin lebih lagi untuk buku ini.


Selain mereka ber-6, masih ada beberapa tokoh lain yang saya suka. Misal Ms. Pepper, guru keren yang selalu saya dambakan sebagai guru/ dosen saya. Atau Grammy, yang walaupun sakit tapi selalu memberi Paige pandangan terbaiknya dan mendukung cita-citanya. Bisa dibilang alur dari buku ini terbilang lambat—plus tidak ada plot twist yang wow banget—tapi saya bisa menikmatinya dengan baik tanpa sedikitpun rasa bosan. ERRRR AND THAT CUTE POSTCARD NOTE IN THE ENDING REALLY MAKES MY DAY, EVERYONE!!

Overall, The Start of Me and You ini tidak sespektakuler Open Road Summer (yang bisa dimaklumi sebenarnya karena ORS adalah bacaan paling favorit saya di 2014), tapi merupakan angin segar bagi YA yang saya perhatikan makin ke sini makin nggak realistis aja.


I may still be stumbling through these steps, but at least I’m stumbling forward.