Saturday, 1 December 2018

Serba-serbi Teh

“Tea is more delicate than coffee, infinitely more interesting than water, healthier and more subtle than soda. It is the perfect beverage—one that can be drunk frequently and in great quantities with pleasure and without guilt.”

Salah satu teman setia saya ketika membaca buku, menulis jurnal, atau mengerjakan tesis adalah teh. Seringnya kopi sih, tapi saya akan menyeduh teh ketika dosis kopi yang masuk ke badan sudah overload. Teh yang pertama kali saya konsumsi itu suatu merek teh celup punya Bapak yang astaga super sepat dan meninggalkan rasa tidak nyaman di tenggorokan ketika ditelan. Apa yang bisa dinikmati dari minuman seperti ini?

[Spoiler: bukan tehnya yang nggak enak, sayaahh yang bikinnya ngawur]

Namun, pertanyaan besar itulah yang akhirnya membuat saya melakukan riset SUPER MENDALAM tentang teh. Saya baca buku yang khusus membahas teh, nonton video-video di Youtube tentang teh, hingga menumbuhkan kebiasaan untuk berdiri lama sekali di rak bagian teh ketika pergi ke supermarket hanya untuk melihat dan memegang macam-macam teh yang mereka jual. Am I competent or just weird?


Ini adalah buku yang saya baca. Sebenarnya, saya tidak begitu puas dengan isinya yang kurang menggugah semangat baca. Untungnya, penulis di sini menyampaikan informasi yang lengkap tentang teh, sehingga waktu saya tamat baca, banyak pengetahuan baru yang saya dapatkan. Selain itu, dengan memperoleh pengetahuan-pengetahuan baru tentang teh, saya berhasil menemukan rumus mudah untuk membuat teh sedap tanpa rasa sepat yang ninggal di tenggorokan. How I love science and knowledge!

Pengetahuan paling penting, yang saya tidak tahu sebelumnya, adalah semua teh berasal dari satu spesies tanaman, Camelia sinesis, dari famili Theaceae. Jadi, nggak ada tuh yang namanya “Pohon Teh Hitam” sama “Pohon Teh Hijau.” Cukup mindblown bagi saya, karena selama ini ketika kita melihat bagian Komposisi di kemasan Teh Hijau, yang tertulis seperti berikut:

Perhatikan pada Komposisi: 100% daun teh hijau
 L I E S

Teh hitam, teh hijau, teh oolong, dan berbagai macam varian yang kita temui di toko adalah hasil dari PROSES pengolahan daun teh. Jadi daunnya dari satu pohon, diprosesnya beda-beda; tergantung pabrik mau bikin apa. Ada 5 metode ortodoks dalam pemrosesan teh, yaitu withering, rolling, oxidation, drying, dan grading/sorting. Ketika mau membuat teh hitam, semua tahapan tersebut dilakukan. Ketika mau bikin teh hijau, daun teh dan pucuk teh di-withered, kemudian di-rolled (makanya teh hijau lebih mahal, karena pucuk-pucuk teh itu bagian terbaik dari teh), yang pada akhirnya dipanaskan untuk mencegah oksidasi. Ketika mau bikin varian teh lain, tahapan yang dipakai beda lagi. Itu yang saya maksud proses menentukan jenis teh yang dihasilkan.

Nah, dari sini kita mengenal istilah tea master dan memahami proses pengolahan daun teh dilihat dari sudut pandang seni. Layaknya barista, seorang tea master menggunakan keahliannya untuk meracik daun teh dalam tahapan-tahapan tertentu sehingga menjadi minuman yang nikmat dan memiliki ciri khas. Makanya, teh hitam merek A bisa punya rasa, aroma, dan warna yang berbeda dengan merek B. Kamu harus mencoba sendiri teh-teh yang ada di pasaran untuk menentukan mana favoritmu. Plus, kamu nggak bisa sembarangan meng-generalisasi. Hanya karena varian English Breakfast merek A tidak enak, bukan berarti English Breakfast itu secara keseluruhan nggak enak. Temukan blend yang paling sesuai dengan selera kamu ya.

Dikenal juga grade dari teh. Di sini, saya jadi tahu kalau teh celup, yang sering kita pakai karena praktis, merupakan varian yang “B aja” dan nggak memaksimalkan rasa teh. Hal ini disebabkan oleh penurunan kualitas teh ketika dihancurkan dalam bentuk debu. Dengan kata lain, teh “pyur” yang kayaknya ndeso, justru yang paling nikmat. Saya sudah membuktikannya pada merek Tong Tji. (PS: pilih teh pyur yang pakai kemasan mungil-mungil daripada kemasan geday, karena yang kemasan kecil nggak membuat semua teh terekspos udara ketika kita buka kemasannya. Aromanya bakal lebih awet).

Masih banyak sih yang dibahas sama buku ini. Misalnya grade OP (orange pekoe), FOP (flowery orange pekoe), GFOP, dll, dst yang jadi kode penting ketika kita mau beli teh. Rumus umumnya sih ono rego ono rupo. Kalau ingin menikmati teh kualitas terbaik, jangan protes kalau kamu harus menguras kantong agak dalam. Kalian bisa baca sendiri di bukunya ya untuk pengetahuan-pengetahuan lainnya, atau bisa baca di buku tentang teh  karangan penulis lain. Banyak kok.

Review Teh
Kemarin saya berkesempatan untuk mencoba berbagai varian teh dari luar negeri. Ada yang beli sendiri (c r y), ada juga yang dikasih (huehuehue). Berbekal pengetahuan yang makin hari makin nambah, saya jadi bisa mengapresiasi teh yang saya punya ini dan memaksimalkan rasa yang terdifusi melalui teknik yang tepat. Pokoknya udah kayak jodohlah, bertemu pada saat yang tepat dan dalam keadaan siap.


Yang pertama adalah Lipton Pyramid Bag varian Asian White & Rose. Ini saya beli sendiri. Mupeng terutama setelah tahu kalau teh celup nggak maksimal nikmatnya karena berbentuk dust. Nah, waktu main-main ke supermarket, kebetulan lihat dia. Loh kok?? Dia menggabungkan dua hal yang aku cari?? *Baca: saya dilema pengen ngeteh pyur, tapi malas nyaring. 

Akhirnya saya gas juga deh.

Kalian harus tahuuuuu perjuangan saya buat milih varian untuk dibeli. Karena sesungguhnya teh ini tuh sangat sangat sangat overbudget, saya cuma bisa beli satu. Itupun emak juga kemungkinan bakal muntab kalau sampai tahu ini teh harganya berapa. Jadi, risky business here. Teman saya yang nganterin aja sampai gemes deh. Syukur alhamdulillah, saya milih varian yang tepat (di kemudian hari akhirnya saya sadar kalau saya nggak doyan-doyan amat teh jejerukan, untung nggak jadi milih varian Earl Grey) karena ASTAGA INI TEH WANGINYA AJA KAYAKNYA BISA NIH BUAT MENENANGKAN EMOSI MERTUA. Teh ini sampai sekarang jadi yang paling saya sayang, karena mujarab buat menenangkan saya waktu overwhelmed ngerjain tesis. I love you to the moon and back.


Nah, kalau trio Dilmah ini sih dikasih. Satu kantong per varian. Jadi, saya cuma bisa one shot success, yang untungnya berhasil. Ada varian English Breakfast, Earl Grey, sama Chamomile. Let me spare you the pain: chamomile, yang ternyata bukan teh melainkan infusi 100% kembang kering, hororrrrr banget. Saya masih bergidik karena inget sesapan pertama waktu itu.

Sekilas info ya, English Breakfast itu bukan varian teh yang ditanam di Inggris. "English" di sini adalah trik marketing, karena orang Inggris memang suka sekali dengan kegiatan ngeteh. Sedangkan "Breakfast" di sini dipakai karena jenis teh ini biasanya diminum waktu pagi hari. Blend dari varian English Breakfast adalah beberapa jenis teh hitam, sehingga secara umum varian ini memiliki kepekatan yang cukup tinggi. Sesuai lah untuk diminum sebelum sarapan. Kepekatan ini juga yang bikin varian English Breakfast nikmat untuk diminum bersama krim, susu, atau segala campuran lain (orang Inggris suka sekali minum teh dicampur susu/krimer).

Sedangkan Earl Grey memiliki sejarah yang lebih kompleks. Konon katanya, seorang diplomat memberikan hadiah teh racikan khusus kepada Perdana Menteri Inggris saat itu, The 2nd Earl, Charles Grey. Racikan yang diberikan adalah blend teh hitam dengan minyak bergamot. Bergamot adalah sejenis citrus, sehingga rasa yang dihasilkan oleh racikan ini adalah teh yang pekat namun memiliki hint asam dan sepat. Earl Grey sangat menyenangi teh jenis ini dan menyajikannya dalam berbagai jamuan yang ia gelar. Sejak saat itu varian teh ini dikenal luas dan diproduksi secara massal. Nama Earl Grey diberikan sebagai tanda kehormatan kepada seseorang yang berjasa mengenalkan teh ini kepada rakyat Inggris (err...yha).

Untuk Earl Grey Dilmah, dia seperti versi premiumnya Tong Tji jeruk purut sih. Nah, kalau yang English Breakfast, dia versi premiumnya Sariwangi. Bisa membayangkan kan? Intinya, saya yang tidak suka teh jejerukan aja bisa suka sama Earl Grey Dilmah. Dan English Breakfast Dilmah..... I love you (gila sih enaknya). Kalau saya punya uang Rp 70.000 nganggur (setelah pulang dari nabung dan investasi dalam jumlah besar tentunya), sudah pasti saya bakal beli yang English Breakfast.


Pada akhirnya, ilmu yang saya dapatkan malah membuat saya jatuh cinta dengan kegiatan ngeteh. Nggak hanya nikmat, minum teh benar-benar bisa bikin pikiran rileks. Plus, karena saya lebih suka minum teh tanpa tambahan apapun, saya jadi bisa mengurangi konsumsi gula harian (dan es batu) tanpa mengorbankan minuman kesukaan.

*Yang penasaran tentang review lebih lengkapnya, bisa lihat di instagram saya ya. Sekarang mau ciao nesis lagi. See you at the next post!

No comments:

Post a Comment