Thursday, 17 October 2019

[Review Buku] The Truffle Underground oleh Ryan Jacobs


Sudah cukup lama saya ingin baca The Truffle Underground, mungkin sejak masa pre-order dibuka. Tapi karena banyak godaan buku-buku bagus dan kemarin barusan tamat readalong 4 buku The Raven Cycle, The Truffle Underground baru bisa terbaca ketika versi paperbacknya keluar. Sebagai seseorang yang tidak pernah makan truffle (dan hanya tertarik sama eksistensinya waktu Hwasa makan jjajangramyeon dengan campuran truffle oil di acara TV I Live Alone), mulanya saya agak ragu apakah benar-benar harus mengorbankan waktu luang yang berharga untuk baca ini. Apalagi masih banyak buku nonfiksi dengan ulasan-ulasan cemerlang mengantri di rak. Namun pada akhirnya, saya bersyukur telah memutuskan untuk mencoba setidaknya satu bab pertama, karena buku ini ternyata sangat bagus dan informatif. 

The truffle smells of cold mountain air, of forest and leaf litter, of wet earth. Its taste corresponds to these wild smells, but it also transcends them: It is one of the few food that can take a mind of its source, even if the person that mind belongs to never traveled there before. You are eating years of nature's labor, many morning of a truffle dog's sniffing search, and a moment of exhilarating discovery. You are eating secrets, mystery, and danger too.

The Truffle Underground membahas tentang seluk beluk bisnis truffle dari A-Z, mayoritas terjadi di Eropa untuk kemudian merambah ke Amerika Serikat. Meskipun tebalnya hanya 288 halaman, informasi yang diberikan sangat lengkap. Dari mulai truffle bertumbuh di dalam tanah, dipanen petani, dibeli middleman, dikumpulkan ke perusahaan, dijual ke chef, hingga akhirnya diparut di atas hidangan orang-orang kaya.... dibahas semua. Seperti ketika membaca Morgue: A Life in Death, saya sampai bela-belain nulis bagian-bagian yang menarik di jurnal membaca saya. Kebanyakan yang saya tandai memang berkaitan dengan masalah teknis bisnis truffle yang telah dijalankan selama berabad-abad, namun esensi ilmu sesungguhnya yang saya dapatkan lebih condong ke pemahaman sifat manusia. Sebagai sebuah bisnis dengan hukum karet, banyak sekali kesempatan terbuka bagi oknum-oknum serakah untuk memaksimalkan margin keuntungan. Kelihatan deh rupa-rupa manusia di sini, dari yang sekadar “ya namanya juga cari nafkah ya, Mas,” sampai yang benar-benar tega membohongi pihak-pihak terlibat dalam nominal jutaan dolar Amerika, di setiap transaksinya.

…and it went beyond theft: tax evasion, mislabeling, wholesale fraud, sabotage, poison, and occasionally, violence. There were manipulative backroom deals, gut-wrenching betrayals, vicious rivalries, and lots of lies.

Selain informasi yang berhubungan dengan ilmu manusia, saya juga merasakan seberapa besar passion penulis dalam menyusun buku ini. Dari mulai hobinya mengumpulkan headline berita kriminal unik (yang kemudian menggiringnya ke topik truffle), riset mendalam yang dilakukan (penulis benar-benar mengetuk satu-persatu pintu orang-orang yang terlibat dalam bisnis ini dan mewawancarai mereka, tidak sekadar menelan opini pihak lain tentang orang tersebut), dan caranya menyusun cerita (lugas, mudah dipahami pembaca awam, tetap bisa mempertahankan attention span saya yang cukup pendek). Hasil kerja keras penulis itu kemudian ditutup oleh paragraf manis di bagian Acknowledgement, dipersembahkan untuk orang-orang yang paling berjasa baginya:

Above all, I owe the greatest gratitude to my beautiful wife, Emily Miller. During the course of working on this book, we were engaged, married, and had our first child, Olive. She has supported this project in every way possible and managed to remain composed and calm while doing it, even when I had to work to finalize the initial manuscript from our Tahitian bungalow on our honeymoon. Even when we were forced to leave our home in Santa Barbara—through smoke and ash—when she was seven-months pregnant, during one of California’s largest wildfires on record. Even when I had to trudge through late-night revisions during the first several months of our daughter’s life (Olive, you won’t remember this, but you helped make this book much, much better). She had endured enough truffle crime conversations to last her two lifetimes but has never wavered in her belief that this book was worth sweating over, even as some of the most important events of our lives happened alongside its production. I could not ask for a smarter, more patient, understanding, caring, and affectionate partner and family. You and Olive are everything.


Sebagai pembaca, yang menjadikan buku ini istimewa adalah keberhasilannya memberikan ROI atas investasi waktu, energi, dan finansial yang telah saya keluarkan. Jika ilmu teknisnya tidak bisa dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari, setidaknya dedikasi penulisnya bisa jadi motivasi untuk bekerja lebih keras dan cerdas di kehidupan profesional saya. Melalui buku ini (dan satu biografi lain yang terbaca sebelumnya), saya jadi punya standar ekspektasi baru untuk buku-buku yang akan saya baca ke depan. Karena semakin berharga waktu luang yang saya punya, saya harus jadi semakin pemilih biar buku-buku bagus di dunia ini bisa terbaca semua. Iya, semua!

(Oh ya, saya lupa bahas. Dari buku ini saya akhirnya paham kalau truffle oil, sesuatu yang menarik perhatian saya pertama kali ke buku ini, adalah produk bohongan dari pabrik. Ha! The irony. Thanks, though. It led me to something meaningful and life-changing).

No comments:

Post a Comment