Saturday, 28 September 2019

[Review Buku] Capturing the Devil oleh Kerri Maniscalco


Ketika menulis ulasan ini, saya benar-benar baru saja menutup halaman terakhir Capturing the Devil sambil mendengarkan album terbaru AKMU, Sailing. Masih terasa getar-getar kekaguman atas akhir petualangan Audrey Rose dan Thomas Cresswell, lengkap dengan iringan suara merdu Suhyun dan Chan-hyuk untuk menambah efek damatis. Kebahagiaan memang bisa datang dari mana saja.



Capturing the Devil adalah buku keempat (dan juga terakhir) dari serial Stalking Jack the Ripper. Saya mengikuti serial ini sejak sang penulis menerbitkan buku pertamanya di tahun 2016. Ah, memori. Masih ingat sekali saya waktu itu sangat kaget sama kualitas yang dia suguhkan di Stalking Jack the Ripper untuk ukuran penulis debut. Mengambil setting di tahun 1800-an, serial ini penuh dengan gaun indah, ambisi seorang noblewoman untuk mengejar karir sebagai ahli forensik, dan pembunuhan misterius perempuan-perempuan tak bersalah di Inggris. Audrey Rose adalah karakter yang berani melawan stereotip di masanya, sehingga mendengarkan kisah dari sudut pandangnya merupakan kegiatan yang sangat saya tunggu setiap sekuelnya terbit.

“Unfortunately, sir, I find I’m not terribly impressed.” I casually slipped a scalpel from my wrist clutch, enjoying the familiar feel of it. “You see, I also eviscerate bodies. But I don’t bother with animals. I butcher humans. Would you care for demonstration?”

Karena buku ini adalah buku terakhir dari kisah mereka, saya merasa masuk akal jika banyak sekali hal dijejalkan di 464 halaman saja. Plot utamanya sih jelas, menangkap pembunuh yang sempat lolos dari RMS Etruria. Tapi perjalanan menuju ke sananya itu, PEDIHHH KAKAAAA. Dari mulai temuan kalau pembunuh yang sukses mendarat ke Amerika bersama mereka ternyata adalah Jack the Ripper yang sama dengan yang mereka buru sejak di Inggis, fakta kalau Nathaniel rupanya bukan Jack the Ripper, hingga batalnya pernikahan impian Audrey Rose dan Thomas karena intervensi pihak-pihak menyebalkan.* Sibuk, pokoknya. Saya yang cuma baca aja ikutan capek, apalagi mereka.

Hal yang paling mencuri perhatian saya di buku ini adalah karakter Thomas Cresswell. Agak kurang tahu diri sih saya karena mendapuk dia sebagai best book boyfriend sepanjang masa. Kalian pernah nggak sih menghadapi seseorang yang luar biasa tampan dan kaya udah gitu hatinya sesuci malaikat sampai kalau ada di radius dekat, jadi minder sendiri karena sadar diri kita itu dekil, suka julid, udah gitu mageran? Ya, seperti itu efek Thomas ke saya. Betapa dia selalu memberi kebebasan pada Audrey Rose untuk memilih apapun yang dia anggap paling cocok untuknya (ingat, setting buku ini adalah abad ke-19), tanggap dalam bertindak (dat custom cane kills me everytime), protektif sama Audrey Rose tapi masih dalam batasan yang sehat, dan suportif atas passion karir Audrey Rose (“Shall we see about solving another gruesome murder, my love?”... I pushed to my feet, jaw set, as Thomas handed me my cane). Saya punya daftar mana saja tindakan yang bikin Thomas layak mendapatkan predikat kehormatan tadi, so it's a serious matter that's not up for debateThomas Cresswell is a true gentleman we ought to stan, in this paper I….

“To be honest, sir, I hadn’t planned on feeling so strongly for another. I-I tried fighting it, but I truly believe I’ve found my equal. I cannot imagine a more perfect partner to walk hand in hand with through life.”

Ada karakter baru yang langsung jadi favorit saya, Grandmama. Peran dia sangat besar bagi cerita; akhir bahagia Audrey Rose dan Thomas Cresswell adalah 90% hasil campur tangan beliau. Berkat koneksi dan kekuasaan Grandmama yang luar biasa besar, keluarga Audrey Rose bisa stand up dari pundungan ayah Thomas. Perempuan cerdik yang bisa melawan orang yang mempermalukan keluarganya tanpa harus mengotori tangannya sendiri, sambil mempersiapkan rencana B yang bakal melindungi kehidupan Audrey Rose sepanjang hayatnya, I stan. Grandmama adalah salah satu motivasi saya buat kerja keras sambil terus belajar.

Only a fool would think her an old helpless lady. She was the woman who taught my mother to sharpen her mind as if it were a blade.

Dan tentu saja, my girl Audrey Rose. Saya suka sekali sama eksekusi karakter Audrey Rose di sini. Profesional dalam bekerja, gigih terlepas dari cedera kaki permanen yang dia alami pasca RMS Etruria, dan memiliki hati yang luar biasa kuat ketika kebahagiaan yang dia impikan harus diserobot tepat di depan matanya. Ketika dia bisa mempertimbangkan perasaan Miss Whitehall (dan pastinya, melindungi harga dirinya sendiri) padahal luka di hatinya masih menganga lebar??? Ikut teriris-iris hati saya. 

*accurate depiction of me that time: ugly crying on my kitchen floor over fictional characters' crisis*

NGOMONG-NGOMONG SOAL KRISIS, NIH, ada satu karakter yang saya sesali karena menghilang begitu saja: Mephistopheles. Kemana bocah kesayangan saya pergi???? Kenapa dia nggak muncul bahkan di epilog?? Pasca epilog?????? I need you to understand that his disappearance is very difficult for me to process. Harus saya akui interaksi dia sama Thomas terkesan terlalu dewasa dan bijak untuk karakter yang seharusnya masih berusia belasan, tapi apa saya peduli? Give me more Mephistopheles!!!

“Oh, no. No, no, no, my dear. It was lovely seeing you, lovelier still if you’d left that one at home”—he jerked his chin toward Thomas—“but I can’t involve myself in any more of your brand of debauchery.”
My brand of debauchery?”
“Death-defying is wonderful. Death on its own is wretched for my line of work.”

Kerri Maniscalco adalah penulis berbakat yang secara kebetulan saya temukan 3 tahun lalu. Tidak malas dalam melakukan riset, menciptakan protagonis yang punya karakteristik positif, tidak segan memberikan ketidaksempurnaan (disabilitas) pada karakter ciptaan kesayangannya, menumbuhkan hubungan romansa yang sehat, dan sangat rapi dalam menyusun plot serta membangun suspensi cerita. Saya agak menyesal kenapa kok ketika membaca tiga buku terdahulunya, saya tidak menyempatkan waktu buat menulis ulasan secara rajin (btw kalian bisa baca ulasan buku pertamanya di sini, cuma yang pertama tapi haha). I failed to give good justice (and shoutout!) for the awesomeness of these books. Yah, well, setidaknya ulasan buku terakhirnya yang sepanjang esai ini bisa mengurangi rasa bersalah saya ke penulis. 

Serial Stalking Jack the Ripper adalah jenis cerita yang layak untuk saya baca ulang di masa mendatang (tidak banyak lho yang masuk daftar ini) semacam readalong The Raven Cycle kemarin. Saya sangat menunggu-nunggu serial baru dari Kerri Maniscalco yang akan diterbitkan tahun depan, SIAPA TAHU ceritanya tentang Mephistopheles, yekan? *ngayal babu*



* Plis jangan mengharap saya buat bahas tentang adegan batal nikahnya Audrey Rose sama Thomas. Nggak kuat. Yang pasti saya sejak awal sudah curiga sih, baru halaman seratusan…. kok sudah hepi-hepi aja? Huft rupanya jadi terpotek, kan, hati ini.

No comments:

Post a Comment