Wednesday 4 September 2019

[Review Buku] The Silent Patient dan Lock Every Door

Seperti biasa, saya melakukan cleansing palate setelah membaca beberapa nonfiksi berat. Kali ini yang dipilih adalah buku-buku thriller yang sedang ramai dibahas pembaca baik di Amazon.com maupun di Goodreads.com. Berikut ulasan singkat dari saya:


Thriller yang pertama dibaca tahun ini adalah The Silent Patient. Saya waktu itu sangat penasaran sama hype buku ini yang nggak main-main ramainya, apalagi mengingat buku ini adalah sebuah karya debut. Sebagus apa, sih?

Sayangnya, saya nggak bisa kasih bintang yang banyak buat buku ini. Sejak beberapa bab pertama, sulit sekali untuk masuk ke cerita. Gaya penulisan yang dipakai benar-benar tidak bisa saya nikmati. Yang paling parah adalah bagian buku harian Alicia Berenson, sangat cringy dan cheesy. Saya sampai berpikir dia seharusnya tidak usah jadi pelukis, banting setir jadi pujangga saja. Lebih cocok. Dan ketika sampai di bagian surat wasiat Alicia… rasanya tidak wajar seseorang yang sekarat bisa menulis berlembar-lembar kalimat sentimental.

Saya bisa menamatkan buku ini karena saat itu lagi kering inspirasi dan motivasi kerja banget, benar-benar butuh sesuatu untuk mendistraksi otak dengan cerita-cerita remeh. Kalau di kondisi normal mungkin sudah saya tinggal untuk baca buku dari genre lain. Tapi saya akui plot twist di akhir cerita keren dan mengubah sedikit cara pandang saya terhadap cerita, jadi saya kasih satu bintang apresiasi khusus buat plot twist tersebut.


Thriller kedua yang saya baca adalah Lock Every Door—buku kesayangan para Booktuber. Saya membaca buku ini di tengah-tengah rasa frustasi membaca The Song of Achilles, jadi benar-benar mikirnya, “APAPUN asal bukan baca Achilles!!!” Jadilah saya bisa anteng 4 jam penuh duduk di sofa sambil scroll Books, tamat jam 1 malam terus langsung tidur.

Buku ini punya gaya penulisan yang jauh lebih bagus dan realistis dibandingkan The Silent Patient. Selain itu, plotnya benar-benar menarik saya untuk terus membalik halaman hingga akhir cerita (komponen wajib buat thriller). Meski awalnya saya tidak begitu peduli dengan tokoh utama, lama-lama saya penasaran juga sama apa yang sebenarnya terjadi di Bartholomew. Untuk plot twist cerita, saya bisa menebak sebagian hal yang terjadi. Tapi ketika melihat secara keseluruhan di akhir cerita, saya jadi ngeri sendiri karena dulu waktu masih kuliah dan lugu dan sok edgy saya suka bercanda sama teman masalah ini. Menyaksikan narasi tersebut dituturkan sebagai nasib sial seorang tokoh membuat saya ngilu sendiri. Untung habis itu enggak kebawa mimpi.

Itulah 2 thriller yang saya tamatkan di Bulan Agustus. Ada 1 buku lagi yang ingin saya baca saat itu, tapi saya nggak begitu tertarik sama bab-bab awalnya. Jadi sampai sekarang masih masuk daftar tunggu siapa tahu ke depan saya butuh cleansing palate lagi.


No comments:

Post a Comment