Tuesday, 18 August 2020

[Review Buku] Midnight Sun oleh Stephenie Meyer


Yep. I did it. I finished reading Midnight Sun.

Kalau kalian berekspektasi akan membaca ulasan yang koheren, nonbias, dan informatif tentang buku ini, siap-siap saja untuk kecewa. Karena seserius apapun selera bacaan saya akhir-akir ini, saya tetaplah Twihard sejak SMA. Lebih spesifiknya, saya Tim Edward harga mati! Siap pasang badan lah buat membela buku yang sempat delay 10 tahun lamanya ini, yang mendadak diterbitkan di tengah-tengah masa sulit karena pandemi. We ain’t here for bashing Mrs. Stephenie Meyer, okay? We’re here to SHOW our gratitude.

Midnight Sun adalah Twilight dari sudut pandang Edward Cullen. Tidak ada perubahan plot, yang ada hanya penyegaran perspektif. Menurut saya, Midnight Sun memang ditulis untuk fans serial Twilight. Karena saya masuk dalam kategori fans, perjalanan saya membaca buku ini bisa dibilang…. tidak sekritis ketika saya membaca fiksi-fiksi lainnya. Yaa masih kritis dikit, tapi lebih banyak senang-senang dan nostalgianya. 


Menunda publikasi sebuah novel yang menjadi mirror karya debutnya 10 tahun silam, membuat saya sebagai pembaca bisa melihat peningkatan keterampilan menulis Stephenie Meyer. Buku ini jelas lebih baik dari pendahulunya dari segi penulisan! Dan sebagai pembaca yang juga lebih dewasa—lebih banyak jam terbangnya dalam membaca buku—saya sudah bisa memfilter mana karakter yang seharusnya lebih dimaafkan dan karakter mana yang seharusnya dibenci. Misalnya nih, sepertinya dulu saya terlalu “menghakimi” Bella Swan atas tingkah-tingkahnya ketika…. realitanya ia memang masih remaja. Masih 17 tahun, masanya puber, jadi wajar lah perilakunya kayak gitu. Dulu sempat sih jengkel sama pengakuannya sebagai “the mom for Renee” tanpa melihat konteksnya secara luas: bukan salah Bella bersifat seperti itu, melainkan salah Ibunya. Jadi ya, Renee is the real villain of this household. Memisahkan anak dari sosok ayah sejak bayi terus menuntut anak tersebut untuk mengasuh Ibunya yang “kekanakan”? Bandingkan deh perlakuan Renee yang suka nekat dengan perlakuan Charlie yang selalu peduli dan diam-diam membantu Bella biar lebih nyaman tinggal di Forks (rantai di ban biar nggak tergelincir, anyone?). Renee pula kan yang menularkan ketidaksukaannya kepada Forks? Mewariskan kok beban emosional huhu mbok ya uang yang banyak gitu lho. (On a more serious note, someone should hold Renee accountable for her bad parenting and give the daughter a good theraphist, please)

Ngomong-ngomong soal terapi, ada juga nih yang bisa ikut ngantri: our man Edward Cullen. Seapik apapun Stephenie Meyer mencoba menjustifikasi tingkah Edward, kebiasaannya suka ngintip Bella tidur patut diwaspadai kalau sampai diadopsi sama siapa saja di dunia nyata. Meski, yah, tidak se-creepy dulu kesannya, tindakan Edward tetap meninggalkan pesan bahwa love that consumes you jelas tidak sehat dan masuk kategori orang-orang yang butuh bantuan profesional. Kondisi emosional Edward yang mudah cemas, overprotektif, tidak memberikan ruang bagi partner untuk napas sendiri… can’t believe I called this “romance” in my youth (does that mean I need therapy too?). Tapi seperti yang saya bilang sebelumnya, untung saja Midnight Sun terbaca di masa jompo saya, jadi membacanya sudah disertai filter dan nggak spaneng-spaneng amat haha.


Hal yang saya paling syukuri dari buku ini adalah detail-detail kehidupan keluarga Cullen yang akhirnya terkuak. Nggak perlu bergantung sama fanfiction lagi, kita dapat langsung dari penulisnya. Paling jelas sih Alice ya, yang makasih banget lho dapat lebih “dalam” dari ekspektasi. Tapi ternyata hubungan brotherly Edward dan Emmet menarik juga untuk diikuti. He’s just the cutest! Pasangan Emmet, di sisi lain, sepertinya sengaja diciptakan Stephenie Meyer untuk dibenci. Jutek banget sih Mbak Rosalie! Menurut saya terlalu hitam putih sih karakter dia di sini—kasih kelonggaran dikit napa biar saya bisa menjustifikasi untuk nggak benci-benci banget sama dia gitu.


Overall, saya menikmati sekali pengalaman membaca ini. Takut ngarep, tapi saya nggak nolak lho kalau sekuelnya diterbitkan. Asalkan masih dalam periode yang dekat-dekat ya. Kan nggak lucu kalau 10 tahun lagi baru terbit. Yang pasti, penasaran banget sama gimana cara Stephenie Meyer menangkap dan menyampaikan “penderitaan batin” Edward ketika berpisah dengan Bella dalam mirror-nya New Moon. Untuk sekarang sih, kayaknya harus berpuas diri sama versi fanfictionnya dulu.

6 comments:

  1. Replies
    1. Di Periplus, versi Bahasa Inggris. Sepertinya Gramedia sudah menerjemahkannya kak, dgn sampul yg bakal disamakan dengan sampul baru Twilight series.

      Delete
  2. Weel di breaking dawn penulis sudah memberikan kita sedikit kelonggaran sama karakter rosalie klo anda menginginkannya

    ReplyDelete
  3. Weel di breaking dawn penulis sudah memberikan kita sedikit kelonggaran sama karakter rosalie klo anda menginginkannya

    ReplyDelete
  4. Berarti ini cuma versi Edward untuk buku Twilight ya,?? aku kira ini perspektif Edward untuk semua buku dari twilight - breaking dawn... penasaran banget karena sampe 1000 halaman ( versi terjemahannya )

    ReplyDelete
  5. Walaupun bukan die-hard fan-nya Twilight series, saya cukup menikmati membaca buku ini sebagai bacaan ringan teman makan (walaupun akhirnya overthinking juga dalam prosesnya 😄). Jadi sama-sama menanti versi utuhnya Midnight Sun, setelah membaca sebagian saja bocorannya bertahun-tahun lalu.

    Buku versi sudut pandang Edward jelas jauh lebih menarik, karena menawarkan perspektif makhluk non-manusia. Bandingkan dengan 4 seri sebelumnya yang berkutat pada "kemanusiaan" Bella, yang kalau sisi vampirnya dihilangkan pun, tidak terlalu banyak mengubah inti cerita. Bahkan The Short Second Life of Bree Tanner masih jauh lebih menarik daripada 4 novel utama Twilight.

    Sayangnya, setelah beberapa bab, Midnight Sun ini bisa dibilang sedikit membosankan dengan terlalu banyaknya narasi tentang konflik batin Edward soal perbedaan kevampirannya dengan kemanusiaan Bella. Padahal justru seru kalau Meyer lebih banyak fokus di interaksi-interaksi Edward dengan keluarga Cullen lainnya, berfokus menekankan keseharian vampir daripada sekadar mengulang dialog-dialog yang sama dengan di buku 1.

    Itu sebabnya, saya sepakat kalau Midnight Sun juga dibuat sekuel, apalagi di buku kedua waktu Edward menjauh dari Bella. Tanpa Bella, sepertinya kehidupan vampir Edward bakal lebih seru, walaupun masih mikirin manusia yang sama. 🤭

    Tapi sisi lain Eclipse juga sepertinya nggak kalah bikin penasaran, terutama soal pikiran-pikiran Jacob yang bisa dibaca oleh Edward. (Walaupun di buku 3 ini saya luar biasa eneg sama Jacob yang gagal move on, wkwk.)

    ReplyDelete