Friday, 7 August 2020

[Review Buku] The Story of More oleh Hope Jahren

Bill Gates baru saja mempublikasikan artikel di websitenya yang berjudul “COVID-19 is Awful. Climate Change Could be Worse.” Jika kalian punya waktu luang, saya sangat menyarankan untuk membacanya.
Artikel tersebut sejatinya ingin mengingatkan kita semua bahwa terlepas dari perjuangan yang saat ini mati-matian kita lakukan untuk mencegah penyebaran COVID-19, ada satu bayang-bayang menyeramkan yang menanti kita di masa depan: perubahan iklim. Bill Gates menyimpulkannya dengan cukup apik dalam tulisannya:

In other words, by 2060, climate change could be just as deadly as COVID-19, and by 2100 it could be five times as deadly.

Mungkin karena saya baru saja menamatkan buku mengenai perubahan iklim yang berjudul The Story of More, saya jadi lebih ngeh sama urgensi yang disampaikan oleh Bill Gates. Tentu, COVID-19 berbahaya. Data-data terkaitnya dijejalkan ke kita setiap hari. Tapi dari hari ke hari, tindakan-tindakan kecil yang kita semua lakukan (dan hal-hal yang tidak kita lakukan) tengah mengantarkan kita ke krisis yang bahkan akan lebih parah dari sebuah pandemi virus, yang akan terjadi pada periode dimana keturunan kita seharusnya bisa hidup dengan lebih baik dari kondisi kita sekarang. 

Ketika saya membeli buku ini (diskon Periplus sehingga cuma bayar Rp87.000) saya tidak menyangka akan mendapatkan pengembalian modal dalam bentuk pengetahuan baru yang sangat besar. Betapa buku ini membuka mata saya terhadap hal-hal sederhana yang rupanya turut berkontribusi terhadap kerusakan alam: bahan makanan yang kita tumbuhkan dan konsumsi, energi yang kita gunakan, udara dan air yang biasanya kita abaikan pemeliharaannya, dan masih banyak lagi. Dengan mengetahui penyebab, kita bisa menemukan solusi. Minimal, untuk mengurangi. Harapnya, untuk menghentikan.


We need everyone, not just scientists, to start thinking about tomorrow. We need to figure out not only the possibilities associated with each solution but also the risks, so that whenever we have the chance to act, we can do so with our eyes open and our understanding as full as we can make it.

Kesamaan Bill Gates dan Hope Jahren ada pada kelihaian dalam menulis. Keduanya bisa menyampaikan argumen-argumen dengan singkat namun berat. Yang satu filantropis yang mau mendengarkan ilmuwan, yang satunya lagi ilmuwan. Tidak heran jika argumen mereka bisa saling melengkapi satu sama lain. Bukan opini, yang mereka sampaikan adalah kesimpulan berdasarkan data. Dengan kata lain, keduanya akan membanjiri kita dengan hasil-hasil penelitian terbaru dan relevan—ramalan yang meskipun tidak sempurna tapi tidak meleset terlalu jauh dengan kondisi yang mungkin terjadi. Saya rasa, lebih mudah percaya pada perkataan para ahli jika basis datanya disampaikan dengan jelas dan mudah untuk dipahami.

Dari data pula, Hope Jahren mengoreksi beberapa miskonsepsi yang terlanjur tersebar di masyarakat umum: (1) Betapa disayangkan banyak komoditi yang seharusnya bisa disalurkan ke warga yang kekurangan justru dibuang ke tempat sampah atau dikonversi menjadi energi alternatif dengan “biaya” yang lebih banyak dari “hasil.” (2) Betapa ngarepnya kita atas energi alternatif dan terbarukan terlepas dari presentase yang bisa mereka penuhi terhadap total konsumsi kita sedangkan dari hari ke hari, persediaan energi dari fosil semakin menipis. Juga, (3) betapa banyak karbondioksida yang telah, sedang, dan akan kita hasilkan, sedangkan upaya menguranginya masih sangat minim dan mahal.

At today’s rates of electricity consumption and generation, powering America using only hydropower would require fifty functioning Hoover Dams within each one of the fifty states of the Union. Powering America using only wind power would require more than one million wind turbines, or one every mile or so across the whole of the continental United States. As for solar energy, a land area the size of South Carolina would have to be sacrificed to solar panels in order to generate America’s annual diet of electricity. Entirely switching over to renewables at their present rate of efficiency is, unfortunately, a pipe dream.

Sama seperti mereka, saya takut akan dampak perubahan iklim ke depan. Sambil tetap aktif mengurangi pekerjaan nakes dengan diam di rumah, saya berusaha lebih keras dalam mengurangi kontribusi terhadap kerusakan lingkungan: mengurangi penggunaan alat listrik yang menyedot energi dalam jumlah besar (karena FYI, mematikan lampu ketika tidak digunakan tidak cukup "menyelamatkan" bumi kita), mengurangi konsumsi daging dan gula, serta lebih rutin bersedekah kepada mereka yang jarang bisa mengkonsumsinya. Karena mengutip pernyataan penulis yang berkali-kali ia tekankan dalam buku ini, “All of the want and suffering in the world—all of it—arises not from the earth’s inability to produce but from our inability to share.”

Terkait cara kita menghadapi COVID-19, saya juga setuju dengan tulisan Bill Gates: kita bisa belajar tentang konsekuensi yang saat ini kita tanggung dari mengabaikan kata-kata ilmuwan—orang-orang yang telah mendedikasikan kecerdasan dan waktunya untuk meneliti bidang terspesifik—tentang cara mencegah pandemi. Hal yang seharusnya kita lakukan, tapi tidak, berujung pada jatuhnya korban dalam jumlah besar. Jangan sampai lah kita jatuh di lubang sama dua kali. 

Akhir kata, saya percaya bacaan yang baik adalah yang mampu memunculkan perilaku positif bagi pembacanya dan mengingat buku The Story of More dan artikel dari Bill Gates berhasil melakukannya, saya merekomendasikan kalian semua untuk membaca dan meresapi pesan-pesan yang disampaikan oleh mereka. They did their homework and now it's our turn to do ours.


PS: Tolong jangan komentar soal sampul plastik buku yang jelek. Saya improv pakai plastik bekas wadah sprei karena di Pangandaran nggak ada toko buku yang jual sampul plastik dan kalau dibiarkan terus naked, sampul asli bukunya bakal tercabik-cabik. Sekarang malah terlalu sayang untuk diganti karena menyimpan memori hehe.

No comments:

Post a Comment