Dua tahun lalu saya membaca sebuah
novel bertema mental health+suicide dan novel
tersebut mengubah cara saya memandang dunia ini. Penulisnya saat itu masih
terasa asing, walaupun demikian kata-kata yang ia tulis sangatlah indah dan
tragis dan lucu. Pokoknya semua perasaan campur aduk jadi satu ketika
membacanya. Saya pun merasakan keterikatan yang amat sangat kepada kedua
tokohnya, terutama si tokoh laki-laki, walaupun saya tidak menderita penyakit
mental yang sama dengannya.
Sudah tahu novel apa yang saya
maksud? (gambar di sebelah gede banget yak)
Novel fenomenal tersebut adalah All the Bright Places (ATBP), karya Jennifer
Niven. Pasti beberapa dari kalian sudah tidak asing lagi ya. Atau mungkin sudah
pada membacanya, karena sejak terbit novel ini udah booming banget dan menjadi PENGHANCUR HATI PARA PEMBACANYA UHUK!!!
Menyusul kesuksesan ATBP,
Jennifer Niven kemudian menulis novel YA keduanya yang diberi judul Holding Up the Universe (HUTE). Sejak sinopsisnya
diterbitkan, sudah muncul banyak pro-kontra mengenai konten yang ada di
dalamnya (padahal baca isinya juga belom ya jeng, udah main tuduh aja).
Jennifer Niven mengambil tema yang sensitif bagi calon pembacanya, katanya. Tidak
seharusnya ia mengambil tema mengenai remaja yang overweight sampai rumahnya harus dijebol oleh tim medis untuk
mengeluarkannya, katanya. Tidak boleh meromantisasi kisah yang berhubungan
dengan berat badan dan prosopagnosia, katanya. Blah blah blahh. Pro kontra ini terbilang
wajar, karena remaja Amerika memang terkenal akan kekritisan mereka. Apalagi
kalau menyangkut novel bertema berat yang berpotensi memengaruhi cara pandang
khalayak banyak di seluruh dunia, mereka bakal lebih kritis dan persuasif dari
para politikus. And don’t even start with
feminism topic!
Lalu, seperti apakah kesan saya
(remaja biasa yang tidak kritis apalagi persuasif) terhadap HUTE?
Pendapat Singkat Mengenai HUTE
Jujur, HUTE ini tidaklah sebagus
ATBP. Mungkin karena tidak ada unsur kejutan mengenai kualitas penulisannya. Sejak
awal, saya sudah berekspektasi bahwa Jennifer Niven akan memberikan karya yang
bagus, dengan cara penulisan yang sudah cocok banget bagi selera saya. Jadi,
ya, ekspektasi saya terpenuhi. Bagus deh. Tapi ya nggak ada perasaan I didn’t see it coming (in a good way) gitu.
Terlebih karena saya sudah punya pembanding, yaitu ATBP, novel HUTE ini jadi
terkesan lebih datar (saya tidak bilang novel ini jelek lho ya!)
Tokoh dan Cerita
Poin ini juga membuat HUTE berada
di bawah ATBP. Tidak seperti Violet-Finch yang memang sudah seperti jodoh dari
langit, saya kesulitan membangun hubungan dengan Libby-Jack. Mungkin saya cukup
terganggu dengan tingkah Libby yang kelewat sok, atau Jack yang juga nggak
kalau douche. Karena sejak awal saya
tidak respect sama keduanya itulah, jadi ya
detail cerita tidak saya pelototin sebegitunya. Saya cukup tahu novel ini
menceritakan apa, tetapi ketika harus menceritakan ulang secara runtut? Nope, blank.
Self-love,
Mental Health, dan Bullying
HUTE membawa pesan yang sangat
kuat dan beragam, terutama karena kedua tokoh utamanya memiliki masalah yang
cukup pelik. Libby yang mengalami depresi berat ketika ibunya meninggal
melakukan coping dengan makan apapun
di hadapannya, hingga ia dijuluki sebagai Remaja Tergemuk di Amerika dan harus
dikeluarkan dengan crane dari
rumahnya sendiri oleh tim medis. Konsekuensi dari reputasinya ini, ia harus
menghadapi tudingan dan ejekan dari orang-orang, bahkan setelah Libby berhasil
menurunkan berat badannya secara signifikan dan mengumpulkan tekad untuk
kembali bersekolah umum.
I know what you’re thinking—if you hate it so much and it’s such a burden,
just lose the weight, and then that job will go away. But I’m comfortable where
I am. I may lose some weight, I may not. But why should what I weigh affect
other people? I mean, unless I’m sitting on them, who cares?
Keberaniannya untuk mencintai
diri sendiri ini saya acungi jempol, walau terdapat beberapa keambiguan yang
hingga saat ini belum saya mengerti. Bagaimana bisa sang ayah tidak sadar
anaknya depresi dan lari ke binge-eating?
Memangnya tidak pernah dicek ya kondisinya? Saya saja usia segini tiap hari
pasti diabsenin sama orang tua. Sebebas itukah Libby?
Sedangkan tokoh laki-lakinya,
Jack Mosseley, menderita prosopagnosia. Kondisi ini masuk dalam kategori
kelainan otak yang menyebabkan penderitanya tidak bisa mengingat dan
mengidentifikasi wajah orang-orang, termasuk wajahnya sendiri dan orang-orang
terdekatnya. Baru kali ini lho saya ngeh sama
keberadaan prosopagnosia ini, dan bisa dikatakan Jennifer Niven melakukan riset
yang cukup matang untuk membuat penyakit ini layak dimunculkan sebagai poin
utama di HUTE. Untuk melindungi dirinya sendiri dari kejahatan teman-temannya,
Jack mati-matian memunculkan imej sebagai anak populer berengsek yang tidak
peduli dengan lingkungan sekitarnya. Diburu
atau memburu. Suatu teknik yang bisa saya pahami, tetapi tidak bisa saya
terima dengan baik.
Bullying yang diangkat pada novel ini lebih pada verbal bullying dan direct bullying, seperti ketika seseorang mengejek tepat di muka
korban atau memasukkan kertas berisi tulisan-tulisan negatif di loker korban. Dan
gaes, kejadian semacam ini SERING BANGET terjadi, bahkan sampai kita sendiri secara
tidak sadar memakluminya. Jennifer Niven pintar sekali mengemas
sentilan-sentilan kepada yang pada hobi nge-bully,
bahwa sekecil apapun ejekan yang keluar dari mulut kita, akan memberikan
dampak besar pada rasa percaya diri dan bahkan masa depan seseorang. “Berhenti menyakiti
orang lain ya, terutama teman yang membutuhkan pertolongan” adalah konsep yang
masih kurang ditekankan pada pendidikan kita, sehingga jangan heran deh kalau
banyak orang dengan mudahnya menebar kebencian baik di dunia nyata maupun maya.
Versi Buku yang Saya Baca
Saya membaca buku ini di mana
saja; ketika di kampus, ketika break ngerjain
tugas di perpus, beberapa saat sebelum tidur, dan kesempatan-kesempatan lain. Saya
juga membacanya dalam dua versi, yaitu ebook dan audiobook. Mana yang lebih
baik, kalau kalian tanya, ebook atau audiobook? Menurut saya pribadi, yang
paling praktis dan nyaman adalah versi ebook (atau kalau bisa pegang versi cetak
malah lebih bagus). Narator audiobooknya cukup profesional, terutama yang
membacakan bab-bab Libby, tapi saya merasa audiobook kurang tepat untuk
dinikmati pada situasi ramai. Saya juga kesulitan membedakan mana line dialog dengan line gumaman dalam hati (yang terjadi CUKUP BANYAK), sehingga
dibutuhkan konsentrasi ekstra ketika mendengarkannya.
Oke, sekian celotehan dari saya. Jadi intinya, saya cukup menikmati novel
ini, dan lumayan deh dapet banyak pengetahuan baru tentang prosopagnosia. Jadi penasaran
buat baca novel-novel bertema sejenis ini. Kalau kamu, sudah baca novel ini
belum? Atau jadi tertarik membacanya?
Tinggalkan kesanmu di kolom komentar ya!!
No comments:
Post a Comment