Friday, 28 June 2019

Klub Buku Artis Internasional, Milik Siapa yang Sudah Saya Baca?

Goodreads baru saja menerbitkan postingan baru mengenai rangkuman daftar bacaan yang dimiliki beberapa artis terkenal dalam klub-klub buku mereka. Karena saya melihat beberapa buku yang sudah saya tamatkan tapi belum pernah diulas ada di daftar-daftar itu, saya kira bakal cukup praktis untuk membahasnya di postingan ini *hey look at me cheatin’ confidently.* Tapi serius deh, bangga juga menemukan fakta kalau buku-buku yang terbaca belakangan dianggap penting dan berdampak oleh artis-artis hebat. Apa saja buku yang saya baca itu? Here ya go.


Setelah sadar kalau Roxane Gay bukan termasuk penulis yang saya suka, saya tidak pernah ngarep bisa nyambung sama daftar bacaan Emma Watson. Don’t get me wrong, I 100% agree that women should strive to be the best and deserve to be treated equally as men. Tapi rasanya energi saya nggak bisa sekuat mereka-mereka yang selalu membahas isu ini. Pandangan tersebut agak cair waktu saya tahu Pachinko masuk daftar bacaan Emma Watson. Secara umum, saya suka sama jalan cerita Pachinko. Konon katanya sang penulis membutuhkan waktu 30 tahun buat menulis novel ini—I will remember this detail everytime I thought I’m no more than a procrastination clown—jadi lumrah kalau pembaca setia Min Jin Lee memiliki ekspektasi yang sangat tinggi akan karyanya. Ekspektasi yang, untungnya, bisa dipenuhi dengan baik. Novel ini mampu menyuguhkan cerita 4 generasi yang dibalut unsur sejarah kelam Korea ketika masih dijajah oleh Jepang secara utuh dan saling berkaitan. Saya sangat bisa menikmati jalannya cerita tanpa harus terlalu larut dalam sedih-sedih yang kayaknya nggak pernah luput dari tema historical fiction. Apalagi, saya waktu itu beli Pachinko di Periplus.com waktu promo, dengan harga Rp116.000 saja. Jadi, kesan saya sama Pachinko memang positif luar dalam.

Novel yang menyerupai Pachinko menurut saya adalah The Island of Sea Women. Kalau kalian sering nonton variety show atau drama Korea yang membahas generasi “ikan duyung” Jeju, mungkin bakal suka sama ceritanya. Saya jujur saja menyerah di bab awal karena nggak cocok sama gaya penulisan Lisa See, padahal saya tertarik sekali dengan tema yang ditawarkan. Mungkin akan mencoba untuk baca ulang beberapa waktu ke depan.


Michelle Obama. MY QUEEN. Melihat beliau pidato saat masih jadi first lady delapan tahun lamanya, saya sangat berekspektasi tinggi ketika berita soal beliau menulis buku keluar. Dan saya tidak kecewa! Saking sukanya sama memoar ini, saya waktu itu bacanya hemat banget dan sering sekali buka paragraf-paragraf yang sudah teranotasi ketika lagi butuh asupan motivasi dosis tinggi. Memoar ini bukan tentang Michelle Obama, melainkan tentang Michelle LaVaughn Robinson, seorang anak perempuan minoritas yang tumbuh dengan ambisi dan semangat belajar yang sangat besar. Profesional, cemerlang, dan penuh kharisma, kita bakal menyaksikan sosok seperti apa yang bisa mendampingi Barack Obama memenangkan kursi presidensebagai kandidat African American pertama kalinya dalam sejarah Amerika Serikatdua kali berturut-turut. Kata orang, di balik setiap figur sukses ada pasangan yang setia mendampinginya dalam susah dan sedih. Michelle adalah sosok penting yang kuat berdiri sendiri, tapi luar biasa jika digabungkan dengan visi dan semangat Barack Obama. Menurut saya, pesan yang mau disampaikan oleh Michelle kepada perempuan-perempuan di seluruh dunia melalui memoar ini adalah: jangan pernah malu untuk punya ambisi besar dan standar yang tinggi dalam bekerja; kuatlah berdiri sendiri sebelum menopang impian orang lain (terutama pasangan); dan jadilah partner yang baik satu sama lain.


Ada dua buku yang sudah saya baca di sini: The Night Tiger sama Daisy Jones and the Six. Saya sudah pernah bahas Daisy, jadi di sini mau ngobrol tentang The Night Tiger saja. Singkatnya sih, THE NIGHT TIGER ADALAH FIKSI TERBAIK YANG SAYA BACA TAHUN INI. Padahal sudah akhir Bulan Juni ya, masih belum ada yang menandingi kecemerlangan The Night Tiger. Penulis secara luwes menggabungkan Young Adult, Historical Fiction, dan Magical Realism dengan detail-detail yang berkaitan dengan kepercayaan masyarakat Tionghoa. Selain itu, latar yang dipilih adalah Malaya jaman dulu, sehingga saya sebagai orang Indonesia familiar dengan beberapa istilah yang dipakai. Untuk pertama kalinya, saya merasa direpresentasi oleh diversifikasi literatur yang memang sedang marak dilakukan. Terbaca di Bulan Februari, saya masih takut untuk membuat ulasan khusus mengenai masterpiece ini karena nggak pernah merasa siap meluapkan semua pemikiran yang saya punya. Saya harap siapapun yang menerjemahkan novel ini ke versi Indonesia bisa mengabadikan nuansa mistis yang ada dengan baik.

Link postingan Goodreads yang saya jadikan acuan: https://www.goodreads.com/blog/show/1631-which-celebrity-book-club-is-right-for-you?int=Soapbox_2019_Jun&int_sub=Blog_1631

No comments:

Post a Comment