Thursday, 10 November 2016

[Review Audiobook] One True Loves oleh Taylor Jenkins Reid

One True Loves
penulis Taylor Jenkins Reid, narator Julia Whelan
Unabriged Audiobook, 8 jam 15 menit
NA (New Adult)/ Contemporary Romance
Rating: image
Dipublikasikan Juni 2016 oleh Dreamscape Media, LLC

Salah satu cara jitu untuk menghilangkan bosan saat malas membaca buku (gasp! Shocking!) bagi saya adalah dengan mendengarkannya. Ya, para pembaca jaman sekarang sudah begitu dimanjakan oleh beberapa alternatif thanks to technology. Tinggal pindah file audiobook ke HP, siap sedia headset, dan seseorang akan membacakannya untukmu. Mulai dari lembar pertama hingga terakhir. Nggak ada alasan lagi deh buat males-malesan.

Eh, kok bisa sih seorang blogger buku malah jengah membaca buku?

Ya bisa lah, kami kan hanya manusia biasa. Kami tidak bergantung seratus persen kepada buku untuk hidup. We just really, reaaaally love to read it (and buy it, and hoard it, and gush over it). Setahu saya memang bakal ada masanya bagi seorang blogger buku untuk bosan membaca buku/ novel. Istilah kerennya sih reading block. Dan bagi saya, bulan Oktober kemarin merupakan saat reading block menyerang.

Nah, sering nggak sih kalian mendengar kata-kata unabridged audiobook? Apa bedanya dengan versi abriged-nya? Jawabannya cukup sederhana. Unabridged adalah versi audiobook yang memuat konten asli dari buku/ novel versi cetaknya, kata-per-kata, tanpa ada yang dikurangi atau diubah sama sekali. Sedangkan versi abriged telah mengalami berbagai penyingkatan dan penyesuaian sehingga durasinya akan menjadi lebih pendek. Maka dari itu kebanyakan novel menggunakan versi unabridged, dan durasinya bisa berkisar antara 8 hingga lebih dari 10 jam.

Ya ampun san, kurang kerjaan ya?

Bisa dibilang saya tidak begitu ngefans sama audiobook. Masih lebih memilih baca ebook saja di Tab. Namun karena ini adalah kondisi darurat, saat ini saya lebih memilih mendengarkan audiobook. Masalah utama yang saya hadapi adalah jarang ada narator yang bisa saya tolerir. Novel YA terutama, yang menceritakan kisah anak remaja, mayoritas dibacakan oleh narator yang bersuara cempreng atau kurang ekspresif. Dengerinnya malah bikin ngilu-ngilu miris.

Untungnya, kasus ini tidak berlaku bagi novel One True Loves. Yang paling menarik perhatian saya sejak detik pertama adalah suara sang narator yang halus dan menenangkan hati. Mungkin karena ini masuknya udah NA kali ya, jadi dicarikan narator yang wibawa dewasanya kenthel. Saya yang awalnya tidak tertarik dengan novel ini, jadi semangat. You go, Ms. Whelan!!


One True Loves bercerita tentang Emma Blair yang harus memilih antara tunangannya saat ini (Sam) atau suaminya (Jesse) yang ternyata masih hidup dan ingin kembali bersama Emma lagi. Bertahun-tahun yang lalu, helikopter yang dinaiki Jesse tepat sehari sebelum anniversary pertama mereka dinyatakan hilang. Ketika hanya puing-puing dan jenazah sang pilot yang berhasil ditemukan, Jesse dianggap ikut meninggal dalam kecelakaan tersebut. Setelah 2 tahun merasakan duka mendalam karena kehilangan belahan jiwanya, Emma memutuskan untuk kembali ke kampung halaman dan memulai babak baru di hidupnya yang tanpa Jesse. Dia tidak ingin terus terpuruk dalam kesedihan. Dimulai dari hal kecil seperti membantu menjalankan toko buku Blair milik keluarga, membangun komunikasi kembali dengan kakaknya, hingga mencari hobi baru seperti bermain piano, Emma sedikit demi sedikit berusaha bangkit dan menata hidupnya kembali. Dukungan pun datang dari keluarga Emma, membuatnya merasa bahwa keputusannya untuk pulang adalah hal yang tepat.

Di kampung halamannya itulah Emma bertemu Sam, kawan lama yang sempat terpisah setelah mereka lulus SMA. Sam yang begitu penyabar dan penyayang dapat menerima Emma apa adanya. Keikhlasan Sam dalam memahami bahwa Emma masih menyimpan cinta untuk mantan suaminya membuat keduanya mantap untuk melanjutkan hubungan ke jenjang pernikahan. Namun sebelum itu semua terjadi, Jesse kembali dan membuat hidup Emma menjadi kacau balau.

Good things don’t wait until you’re ready. Sometimes they come right before, when you’re almost there. And I figured when that happens, you can let them pass by like a bus not meant for you. Or you can get ready. 
So I got ready.

Gaya penulisan Taylor Jenkins Reid pada novel ini sangatlah mengagumkan. Beliau berhasil menangkap dan mengurai perasaan kehilangan yang dialami Emma dengan sangat piawai. Dan ketika Sam datang, bahkan pembaca pun bisa merasakan secercah harapan pada diri Emma; bahwa kehilangan Jesse bukanlah akhir dari dunia ini. Babak kehidupan Emma dimana dia jatuh dan kemudian bangkit kembali adalah bagian favorit saya, karena benar-benar menunjukkan pada kita bahwa musibah bukanlah akhir dari segalanya. Penulis tidak memanipulasi bahwa segalanya akan mudah dan indah. Justru kita akan diajak untuk bersusah payah bersama Emma demi menemukan arti hidup kembali. Dukungan dari keluarga Emma juga menunjukkan bahwa kita tidak harus berjuang sendiri, selalu ada pihak-pihak yang siap membantu kita untuk bangkit. Dan, who knows, mungkin hal-hal yang sebelumnya kita benci setengah mati dan berusaha kita hindari mungkin akan menjadi sesuatu yang menolong hidup kita suatu hari nanti :)

I am stronger than when I knew them. I stand straighter. I am more patient. I hold fewer grudges. I am more thankful for what I have, less resentful for what I don’t. I am less restless. I read a lot more books. I play the piano. I’m engaged.

Tapi tidak bisa dibilang saya seratus persen suka dengan novel ini. Ada beberapa bagian yang bikin saya merinding emosi juga. Contohnya adalah kelabilan hati Emma setiap dihadapkan pada Sam atau Jesse. Emma benar-benar tidak tahu siapa yang ia pilih, bahkan menurut saya dia itu lebih parah dari si mother of love triangle Bella Swan ketika bingung memilih Edward Cullen atau Jacob Black. Kemudian, tingkah Sam yang kelewat ngalahan dan nrimo ketika Jesse kembali juga bikin saya gemez. Saya berharap sekali si Sam bakal berjuang mati-matian untuk memenangkan Emma. Tapi apa yang dia lakuin? AAAAAARGGGGHHHH untung saya dengerin audiobook ini di kawasan-kawasan bebas penduduk ya, jadi tidak ada yang menyaksikan luapan rasa frustasi saya.

Fyuh, what a ride.


**********************


Oh, mungkin belum pernah saya bahas sebelumnya ya, kalau Taylor Jenkins Reid ini merupakan penulis favorit saya sejak novelnya yang berjudul After I Do. Meninggalkan saya yang saat itu dalam kondisi hampa dengan setumpuk tisu bekas air mata dan ingus, novel yang penuh corat coret bookmark dan anotasi, serta perasaan baru yang muncul bahwa I deserve someone better. Kalau ada istilah buku bisa merubah hidupmu, maka saya bakal selalu berhutang budi kepada Taylor Jenkins Reid. Novel-novelnya akan selalu mendapat tempat khusus di hati dan rak buku saya. Karena itulah dengan sepenuh hati saya sangat, sangat merekomendasikan novel-novel Taylor Jenkins Reid untuk kalian baca :’)

2 comments:

  1. Eh, buku ini ada audiobooknya ternyata.
    Saya juga sempet gemes sama Emma. Saya lanjutin baca, positive thingking dia bakal segera sadar.ternyata gitu terus sampe akhir. hmmmm.
    btw, udah baca Cinderella Screwed Me Over-nya Cindi Madsen?? Tapi saya nggak tau itu ada audiobook-nya ato enggak.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ada kok hehehe kebetulan punya sih, jadi buat selingan aja pas bosen baca.
      Kalau Cinderella Screwed belum pernah baca tuh, nanti saya cek... lumayan buat nambah timbunan hehe. Makasih rekomendasinya yaa. Salam kenal :)

      Delete