One True Loves
penulis Taylor Jenkins Reid, narator Julia
Whelan
Unabriged Audiobook, 8 jam 15
menit
NA (New Adult)/ Contemporary
Romance
Rating:
Dipublikasikan Juni 2016 oleh
Dreamscape Media, LLC
Salah satu cara jitu untuk
menghilangkan bosan saat malas membaca
buku (gasp! Shocking!) bagi saya
adalah dengan mendengarkannya. Ya, para pembaca jaman sekarang sudah begitu
dimanjakan oleh beberapa alternatif thanks
to technology. Tinggal pindah file audiobook
ke HP, siap sedia headset, dan seseorang akan
membacakannya untukmu. Mulai dari lembar pertama hingga terakhir. Nggak ada
alasan lagi deh buat males-malesan.
Ya bisa lah, kami kan hanya
manusia biasa. Kami tidak bergantung seratus persen kepada buku untuk hidup. We just really, reaaaally love to read it
(and buy it, and hoard it, and gush over it). Setahu saya memang bakal ada
masanya bagi seorang blogger buku untuk bosan membaca buku/ novel. Istilah
kerennya sih reading block. Dan bagi
saya, bulan Oktober kemarin merupakan saat reading
block menyerang.
Nah, sering nggak sih kalian mendengar
kata-kata unabridged audiobook? Apa bedanya dengan versi abriged-nya? Jawabannya cukup sederhana.
Unabridged adalah versi audiobook yang memuat konten asli dari buku/
novel versi cetaknya, kata-per-kata, tanpa ada yang dikurangi atau diubah sama
sekali. Sedangkan versi abriged telah
mengalami berbagai penyingkatan dan penyesuaian sehingga durasinya akan menjadi
lebih pendek. Maka dari itu kebanyakan novel menggunakan versi unabridged, dan durasinya bisa berkisar
antara 8 hingga lebih dari 10 jam.
Bisa dibilang saya tidak begitu
ngefans sama audiobook. Masih lebih
memilih baca ebook saja di Tab. Namun karena ini adalah kondisi darurat, saat
ini saya lebih memilih mendengarkan audiobook.
Masalah utama yang saya hadapi adalah jarang ada narator yang bisa saya
tolerir. Novel YA terutama, yang menceritakan kisah anak remaja, mayoritas
dibacakan oleh narator yang bersuara cempreng atau kurang ekspresif. Dengerinnya malah bikin ngilu-ngilu miris.
Untungnya, kasus ini tidak
berlaku bagi novel One True Loves.
Yang paling menarik perhatian saya sejak detik pertama adalah suara sang
narator yang halus dan menenangkan hati. Mungkin karena ini masuknya udah NA
kali ya, jadi dicarikan narator yang wibawa dewasanya kenthel. Saya yang
awalnya tidak tertarik dengan novel ini, jadi semangat. You go, Ms. Whelan!!
One True Loves bercerita tentang Emma Blair yang harus memilih
antara tunangannya saat ini (Sam) atau suaminya (Jesse) yang ternyata masih
hidup dan ingin kembali bersama Emma lagi. Bertahun-tahun yang lalu, helikopter
yang dinaiki Jesse tepat sehari sebelum anniversary
pertama mereka dinyatakan hilang. Ketika hanya puing-puing dan jenazah sang
pilot yang berhasil ditemukan, Jesse dianggap ikut meninggal dalam kecelakaan
tersebut. Setelah 2 tahun merasakan duka mendalam karena kehilangan belahan
jiwanya, Emma memutuskan untuk kembali ke kampung halaman dan memulai babak
baru di hidupnya yang tanpa Jesse. Dia tidak ingin terus terpuruk dalam
kesedihan. Dimulai dari hal kecil seperti membantu menjalankan toko buku Blair
milik keluarga, membangun komunikasi kembali dengan kakaknya, hingga mencari
hobi baru seperti bermain piano, Emma sedikit demi sedikit berusaha bangkit dan
menata hidupnya kembali. Dukungan pun datang dari keluarga Emma, membuatnya
merasa bahwa keputusannya untuk pulang adalah hal yang tepat.
Di kampung halamannya itulah Emma
bertemu Sam, kawan lama yang sempat terpisah setelah mereka lulus SMA. Sam yang
begitu penyabar dan penyayang dapat menerima Emma apa adanya. Keikhlasan Sam
dalam memahami bahwa Emma masih menyimpan cinta untuk mantan suaminya membuat
keduanya mantap untuk melanjutkan hubungan ke jenjang pernikahan. Namun sebelum
itu semua terjadi, Jesse kembali dan membuat hidup Emma menjadi kacau balau.
Good things don’t wait until you’re ready. Sometimes
they come right before, when you’re almost there. And I figured when that
happens, you can let them pass by like a bus not meant for you. Or you can get
ready.
So I got ready.
Gaya penulisan Taylor Jenkins
Reid pada novel ini sangatlah mengagumkan. Beliau berhasil menangkap dan
mengurai perasaan kehilangan yang dialami Emma dengan sangat piawai. Dan ketika
Sam datang, bahkan pembaca pun bisa merasakan secercah harapan pada diri Emma; bahwa kehilangan Jesse bukanlah akhir dari dunia ini. Babak kehidupan Emma
dimana dia jatuh dan kemudian bangkit kembali adalah bagian favorit saya,
karena benar-benar menunjukkan pada kita bahwa musibah bukanlah akhir dari
segalanya. Penulis tidak memanipulasi bahwa segalanya akan mudah dan indah. Justru
kita akan diajak untuk bersusah payah bersama Emma demi menemukan arti hidup
kembali. Dukungan dari keluarga Emma juga menunjukkan bahwa kita tidak harus
berjuang sendiri, selalu ada pihak-pihak yang siap membantu kita untuk bangkit.
Dan, who knows, mungkin hal-hal yang
sebelumnya kita benci setengah mati dan berusaha kita hindari mungkin akan
menjadi sesuatu yang menolong hidup kita suatu hari nanti :)
I am stronger than when I knew them. I stand straighter.
I am more patient. I hold fewer grudges. I am more thankful for what I have, less
resentful for what I don’t. I am less restless. I read a lot more books. I play
the piano. I’m engaged.
Tapi tidak bisa dibilang saya
seratus persen suka dengan novel ini. Ada beberapa bagian yang bikin saya
merinding emosi juga. Contohnya adalah kelabilan hati Emma setiap dihadapkan pada
Sam atau Jesse. Emma benar-benar tidak tahu siapa yang ia pilih, bahkan menurut saya dia itu
lebih parah dari si mother of love
triangle Bella Swan ketika bingung memilih Edward Cullen atau Jacob Black.
Kemudian, tingkah Sam yang kelewat ngalahan dan nrimo ketika Jesse kembali juga bikin saya gemez. Saya berharap
sekali si Sam bakal berjuang mati-matian untuk memenangkan Emma. Tapi apa yang
dia lakuin? AAAAAARGGGGHHHH untung saya dengerin audiobook ini di kawasan-kawasan bebas penduduk ya,
jadi tidak ada yang menyaksikan luapan rasa frustasi saya.
Fyuh,
what a ride.
**********************
Oh, mungkin belum pernah saya bahas sebelumnya ya, kalau Taylor Jenkins Reid
ini merupakan
penulis favorit saya sejak novelnya yang berjudul After I Do. Meninggalkan saya yang saat itu dalam kondisi hampa dengan setumpuk tisu bekas air
mata dan ingus, novel yang penuh corat coret bookmark dan anotasi, serta perasaan baru yang muncul bahwa I deserve someone better. Kalau
ada istilah buku bisa merubah hidupmu, maka saya bakal selalu berhutang budi
kepada Taylor Jenkins Reid. Novel-novelnya akan selalu mendapat tempat khusus
di hati dan rak buku saya. Karena itulah dengan sepenuh hati saya sangat,
sangat merekomendasikan novel-novel Taylor Jenkins Reid untuk kalian baca :’)
Eh, buku ini ada audiobooknya ternyata.
ReplyDeleteSaya juga sempet gemes sama Emma. Saya lanjutin baca, positive thingking dia bakal segera sadar.ternyata gitu terus sampe akhir. hmmmm.
btw, udah baca Cinderella Screwed Me Over-nya Cindi Madsen?? Tapi saya nggak tau itu ada audiobook-nya ato enggak.
Ada kok hehehe kebetulan punya sih, jadi buat selingan aja pas bosen baca.
DeleteKalau Cinderella Screwed belum pernah baca tuh, nanti saya cek... lumayan buat nambah timbunan hehe. Makasih rekomendasinya yaa. Salam kenal :)