Sunday, 27 November 2016

[Review Buku] The Last Chinese Chef oleh Nicole Mones

The Last Chinese Chef
penulis Nicole Mones
278 halaman, NA/ Cultural/ Travel
Rating: image
Dipublikasikan 4 Mei 2007 oleh Houghton Mifflin Harcourt

This alluring novel of friendship, love, and cuisine brings the best-selling author of Lost in Translation and A Cup of Light to one of the great Chinese subjects: food. As in her previous novels, Mones’s captivating story also brings into focus a changing China—this time the hidden world of high culinary culture.
When Maggie McElroy, a widowed American food writer, learns of a Chinese paternity claim against her late husband’s estate, she has to go immediately to Beijing. She asks her magazine for time off, but her editor counters with an assignment: to profile the rising culinary star Sam Liang.
In China Maggie unties the knots of her husband’s past, finding out more than she expected about him and about herself. With Sam as her guide, she is also drawn deep into a world of food rooted in centuries of history and philosophy. To her surprise she begins to be transformed by the cuisine, by Sam’s family—a querulous but loving pack of cooks and diners—and most of all by Sam himself. The Last Chinese Chef is the exhilarating story of a woman regaining her soul in the most unexpected of places.

Buat kalian yang tertarik untuk mengenal Tiongkok dari sudut pandang kulinernya, saya rasa novel ini merupakan sarana yang tepat. The Last Chinese Chef bercerita tentang Maggie, jurnalis kolom khusus American food yang harus pergi ke Tiongkok untuk mengurus masalah paternity claim. Seorang wanita misterius mengaku pernah memiliki hubungan istimewa dengan mendiang suaminya, dan kini menuntut sebagian/ seluruh harta suami Maggie atas nama hak buah hati perselingkuhan mereka.

Setali tiga uang, kepergian Maggie ke Tiongkok juga untuk meliput Sam Liang, koki blasteran American-Chinese yang menggeluti masakan tradisional Tiongkok. Bisa dibilang, Sam Liang adalah satu-satunya koki muda yang masih memegang teguh tatacara dan tradisi memasak makanan tradisional Tiongkok, yang dulunya dibuat khusus untuk para anggota kerajaan.

Sam-lah yang pada akhirnya menjadi teman perjalanan Maggie selama di Tiongkok. Sembari membantu Maggie meluruskan masalah yang ia hadapi, dengan sabar dan telaten Sam mengenalkan keindahan Tiongkok melalui masakannya yang tidak hanya lezat tapi juga sarat dengan filosofi kehidupan. Sam juga tidak pelit dalam membagi resep ataupun rahasia-rahasia kecil untuk membuat makanan tidak hanya sekadar sesuatu yang kita masukkan ke mulut untuk kemudian diolah perut, namun menjadi sesuatu yang memiliki makna lebih bagi kehidupan kita.

Every meal here had been a breakthrough into the unexpected, but the food she had eaten in his company had been something more. With him, this world of cuisine seemed not only intricate but coherently beautiful. It did what art did, refracted civilization.

Kisah di buku ini sangatlah indah. Persahabatan antara Maggie dan Sam diuraikan oleh sang penulis dengan sangat rapi, sehingga membuat saya tidak hanya penasaran, namun juga sedikit iri. Sudah jarang sekali kita temui sosok-sosok seperti Sam di jaman sekarang—seseorang yang akan sangat menyenangkan untuk dijadikan teman mengobrol, karena tidak pernah takut untuk berbagi ilmu. Membaca novel ini, saya merasakan suatu ketenangan tersendiri. Entah bagaimana novel ini terasa seimbang bagi saya.

Sedangkan untuk detail-detail masakannya, sudah tidak perlu diragukan lagi. Novel dengan detail sesempurna ini sangat saya apresiasi. Dengan deskripsinya yang sangat hidup, novel ini juga dilengkapi dengan informasi berharga menganai filosofi-filosofi di balik setiap tindakan dalam menciptakan sebuah kudapan yang lezat dan berkualitas. Tidak hanya jatuh cinta dengan masakan-masakan tradisional Tiongkok, saya juga jadi terpesona dengan keindahan budaya mereka dan tertarik untuk mendalaminya. Menjelang pertengahan cerita, saya berhenti untuk menebak-nebak bagaimana alurnya dan memutuskan untuk pasrah saja kepada penulis. Cerita akan menuntunmu ke arah yang tidak terduga, namun tetap realistis. Sebuah pengalaman membaca yang menakjubkan dari seorang Nicole Mones. 

No comments:

Post a Comment