The Last Chinese Chef
penulis Nicole Mones
278 halaman, NA/ Cultural/ Travel
Rating:
Dipublikasikan 4 Mei 2007 oleh
Houghton Mifflin Harcourt
This alluring novel of friendship, love, and cuisine brings the
best-selling author of Lost in
Translation and A Cup of Light to one of the great Chinese subjects:
food. As in her previous novels, Mones’s captivating story also brings into
focus a changing China—this time the hidden world of high culinary culture.
When Maggie McElroy, a widowed American food writer, learns of a Chinese paternity claim against her late husband’s estate, she has to go immediately to Beijing. She asks her magazine for time off, but her editor counters with an assignment: to profile the rising culinary star Sam Liang.
In China Maggie unties the knots of her husband’s past, finding out more than she expected about him and about herself. With Sam as her guide, she is also drawn deep into a world of food rooted in centuries of history and philosophy. To her surprise she begins to be transformed by the cuisine, by Sam’s family—a querulous but loving pack of cooks and diners—and most of all by Sam himself. The Last Chinese Chef is the exhilarating story of a woman regaining her soul in the most unexpected of places.
When Maggie McElroy, a widowed American food writer, learns of a Chinese paternity claim against her late husband’s estate, she has to go immediately to Beijing. She asks her magazine for time off, but her editor counters with an assignment: to profile the rising culinary star Sam Liang.
In China Maggie unties the knots of her husband’s past, finding out more than she expected about him and about herself. With Sam as her guide, she is also drawn deep into a world of food rooted in centuries of history and philosophy. To her surprise she begins to be transformed by the cuisine, by Sam’s family—a querulous but loving pack of cooks and diners—and most of all by Sam himself. The Last Chinese Chef is the exhilarating story of a woman regaining her soul in the most unexpected of places.
Buat kalian yang tertarik untuk
mengenal Tiongkok dari sudut pandang kulinernya, saya rasa novel ini merupakan
sarana yang tepat. The Last Chinese Chef bercerita tentang Maggie, jurnalis
kolom khusus American food yang harus
pergi ke Tiongkok untuk mengurus masalah paternity
claim. Seorang wanita misterius mengaku pernah memiliki hubungan istimewa
dengan mendiang suaminya, dan kini menuntut sebagian/ seluruh harta suami Maggie
atas nama hak buah hati perselingkuhan mereka.
Setali tiga uang, kepergian
Maggie ke Tiongkok juga untuk meliput Sam Liang, koki blasteran American-Chinese
yang menggeluti masakan tradisional Tiongkok. Bisa dibilang, Sam Liang adalah
satu-satunya koki muda yang masih memegang teguh tatacara dan tradisi memasak
makanan tradisional Tiongkok, yang dulunya dibuat khusus untuk para anggota
kerajaan.
Sam-lah yang pada akhirnya
menjadi teman perjalanan Maggie selama di Tiongkok. Sembari membantu Maggie
meluruskan masalah yang ia hadapi, dengan sabar dan telaten Sam mengenalkan
keindahan Tiongkok melalui masakannya yang tidak hanya lezat tapi juga sarat
dengan filosofi kehidupan. Sam juga tidak pelit dalam membagi resep ataupun
rahasia-rahasia kecil untuk membuat makanan tidak hanya sekadar sesuatu yang
kita masukkan ke mulut untuk kemudian diolah perut, namun menjadi sesuatu yang
memiliki makna lebih bagi kehidupan
kita.
Every meal here had
been a breakthrough into the unexpected, but the food she had eaten in his
company had been something more. With him, this world of cuisine seemed not
only intricate but coherently beautiful. It did what art did, refracted
civilization.
Kisah di buku ini sangatlah
indah. Persahabatan antara Maggie dan Sam diuraikan oleh sang penulis dengan
sangat rapi, sehingga membuat saya tidak hanya penasaran, namun juga sedikit
iri. Sudah jarang sekali kita temui sosok-sosok seperti Sam di jaman sekarang—seseorang
yang akan sangat menyenangkan untuk dijadikan teman mengobrol, karena tidak
pernah takut untuk berbagi ilmu. Membaca novel ini, saya merasakan suatu
ketenangan tersendiri. Entah bagaimana novel ini terasa seimbang bagi saya.
Sedangkan untuk detail-detail
masakannya, sudah tidak perlu diragukan lagi. Novel dengan detail sesempurna
ini sangat saya apresiasi. Dengan deskripsinya yang sangat hidup, novel ini juga dilengkapi dengan informasi berharga menganai filosofi-filosofi di balik setiap tindakan dalam menciptakan sebuah kudapan yang
lezat dan berkualitas. Tidak hanya jatuh cinta dengan masakan-masakan tradisional Tiongkok, saya juga jadi terpesona dengan
keindahan budaya mereka dan tertarik untuk mendalaminya. Menjelang
pertengahan cerita, saya berhenti untuk menebak-nebak bagaimana alurnya dan
memutuskan untuk pasrah saja kepada penulis. Cerita akan menuntunmu ke arah
yang tidak terduga, namun tetap realistis. Sebuah pengalaman membaca yang
menakjubkan dari seorang Nicole Mones.
No comments:
Post a Comment