Saturday 27 October 2018

[Review Buku] The Defining Decade oleh Meg Jay, PhD

Masa muda adalah masa yang berapi-api, katanya…

Beberapa waktu lalu saya membaca buku karangan seorang psikolog dan Associate Professor of Education di University of Virginia. Beliau memiliki kepercayaan tinggi bahwa masa yang paling menentukan kesuksesan hidup kita ke depan adalah pada usia 20-an. Tentu selain didasarkan dari penelitian, beliau sudah mengamati banyak kliennya. Banyak yang seusia saya yang hidup tanpa perspektif dan tujuan pasti, atau yang lebih buruk lagi, yang usia 30-an dan 40-an sangat menyesal atas kurangnya visi hidup di usia 20-an mereka sehingga harus membayar dalam jumlah yang besar, baik dalam hal profesionalitas, kisah cinta, keadaan ekonomi, bahkan dalam hal keturunan. Karena itulah buku ini beliau tulis, dan saya rasa kita semua perlu membacanya dengan seksama agar tidak mengulang penyesalan mereka.

Banyak sih yang dibahas di sini, tapi saya cuma mau menceritakan ke kalian beberapa poin yang saya rasa penting ya:

Pertama, pentingnya identity capitalIdentity capital di sini dijabarkan sebagai kumpulan aset pribadi kita, atau, pengertian favorit saya: identity capital adalah investasi-investasi yang kita lakukan pada diri sendiri. Nah, bentuknya macam-macam, bisa dalam bentuk yang biasa kita masukkan ke CV: gelar, pekerjaan, skor tes, atau perkumpulan yang kita ikuti berdasarkan minat, dan ada juga yang bentuknya murni ada pada diri kita: cara kita bicara (kesopanan dan tingkat inteligensi yang nampak dari ucapan kita), asal kita, cara kita menyelesaikan masalah (biasanya yang punya pengalaman banyak, cara menyelesaikan masalahnya lebih ringkas dan efektif), dan cara kita berpenampilan. Identity capital bisa kita dapatkan dari sekolah formal maupun jalur nonformal. Sayangnya, nggak semua dari kita di usia 20-an ini mau repot-repot membangun identity capital. Padahal, identity capital merupakan modal yang sangat penting sebagai bahan obrolan ketika kita wawancara kerja atau membangun jejaring. Agak bete juga ya, kalau ngobrol sama orang yang belum pernah ngapa-ngapain padahal sudah nggak muda lagi. Biasanya dia omongannya agak ngalor ngidul, plongah-plongoh, nggak punya visi hidup yang jelas, dan ngeluh mulu. Apaan dong yang bakal kita omongin? Postingan terbaru Lambe Turah?

Di sini penulis menyarankan untuk membangun identity capital pada hal-hal yang bisa membuat kita berkembang. Tidak harus dengan jalan sekolah, lho! Tapiii, kita harus siap bersakit-sakit dahulu untuk mulai belajar dari nol pada bidang yang kita sama sekali asing. Beliau mencontohkan, salah satu kliennya saat itu memiliki pekerjaan paruh waktu sebagai nanny. Dalam meningkatkan nilai diri, dia berkeinginan buat jadi barista Starbuck yang kelihatan keren dan, di saat bersamaan, ditawari wawancara untuk suatu proyek animasi. Meskipun Starbucks sangat menggoda dan bayarannya lumayan buat meng-cover tagihan-tagihannya saat ini, sesungguhnya proyek animasi adalah hal yang dapat membuatnya berkembang. Tentunya, ada peran dari kerja keras, sifat diri yang mudah diajak kerja sama, serta kepercayaan pada kemampuan diri sendiri yang terlibat di dalamnya, hingga saat ini sang klien tsb dipromosikan direkturnya untuk menjabat sebagai asisten sinematografi. Bagaimana jika sang klien kekeuh memilih jadi barista?

She wouldn’t have been at the coffee shop forever, of course. But she also would not have been swooped up by a director, because any director ordering coffee from her would have seen her as a clerk, not as someone who might be relevant to the film industry. On it would go from there. Five or ten years later, the difference between coffee-shop Helen and digital-animation Helen could be remarkable. Sadly remarkable.

Inti dari kisah di atas adalah bijaklah ketika memilih investasi pada diri sendiri. Cari keseimbangan pada hal-hal yang akan dan bisa kita lakukan. Yang paling penting, jangan takut untuk bersusah-susah atau gagal di awal-awal usaha.

Poin kedua, adalah urban tribe. Secara garis besar, urban tribe adalah orang-orang yang menghabiskan banyak waktu dengan kita. Mereka adalah orang-orang yang memiliki banyak kesamaan dengan kita, seperti misalnya sifat, kebiasaan, cara pandang, dll. Tau nggak? Meskipun mereka membantu kita buat survive di hidup yang keras ini, mereka nggak bisa bantu kita buat berkembang secara pesat lho. Kemungkinan besar, orang yang membawamu pada peningkatan hidup signifikan adalah orang-orang yang baru saja kamu temui di komunitas-komunitas tertentu. Misalnya nih, kemarin saya mendaftar program Kelas Inspirasi Semarang, sebuah pengembangan dari Indonesia Mengajar (kalau Indonesia Mengajar kan periodenya setahun, nah kalau Kelas Inspirasi ini cukup sehari saja qaqaaa). Di situ, saya murni jadi anak bawang. Sendirian. Baru pertama kali. Dan tahu tidak? Meskipun awalnya menakutkan, pengalaman ikut Kelas Inspirasi merupakan momen-momen indah yang tidak bakal saya lupakan. Karena dengan berani bertemu orang baru, kita siap untuk belajar suatu pengalaman yang belum pernah kita dapatkan di circle kita sebelumnya. Jadi saya termasuk yang setuju sama mitos urban tribe ini. Menjaga persahabatan memang penting, tapi jangan lupa untuk sesekali berpetualang sendirian.

Dua poin ini, ditekankan untuk dilakukan pada usia 20-an kita. Syukur-syukur kalau dimulai dari sebelum itu. Niscaya, nilai diri kalian akan jauh melampaui saingan-saingan kalian waktu tes wawancara nanti.

Waduh, kepanjangan ya saya bahasnya. Saya lanjut di postingan selanjutnya aja ya, sekarang saya harus siap-siap buat tes besok. Selamat menabung masa depan yang indah dan wish me luck!!

2 comments: