Masa muda adalah masa yang berapi-api, katanya…
Beberapa waktu lalu saya membaca buku karangan seorang
psikolog dan Associate Professor of Education di University of Virginia. Beliau memiliki kepercayaan tinggi bahwa masa yang paling
menentukan kesuksesan hidup kita ke depan adalah pada usia 20-an. Tentu
selain didasarkan dari penelitian, beliau sudah mengamati banyak kliennya.
Banyak yang seusia saya yang hidup tanpa perspektif dan tujuan pasti, atau yang
lebih buruk lagi, yang usia 30-an dan 40-an sangat menyesal atas kurangnya visi
hidup di usia 20-an mereka sehingga harus membayar dalam jumlah yang besar,
baik dalam hal profesionalitas, kisah cinta, keadaan ekonomi, bahkan dalam hal
keturunan. Karena itulah buku ini beliau tulis, dan saya rasa kita semua perlu
membacanya dengan seksama agar tidak mengulang penyesalan mereka.
Banyak sih yang dibahas di sini, tapi saya cuma mau
menceritakan ke kalian beberapa poin yang saya rasa penting ya:
Pertama, pentingnya identity capital. Identity
capital di sini dijabarkan sebagai kumpulan aset pribadi kita, atau,
pengertian favorit saya: identity capital adalah
investasi-investasi yang kita lakukan pada diri sendiri. Nah, bentuknya
macam-macam, bisa dalam bentuk yang biasa kita masukkan ke CV: gelar,
pekerjaan, skor tes, atau perkumpulan yang kita ikuti berdasarkan minat, dan
ada juga yang bentuknya murni ada pada diri kita: cara kita bicara (kesopanan
dan tingkat inteligensi yang nampak dari ucapan kita), asal kita, cara kita
menyelesaikan masalah (biasanya yang punya pengalaman banyak, cara
menyelesaikan masalahnya lebih ringkas dan efektif), dan cara kita
berpenampilan. Identity capital bisa kita dapatkan dari
sekolah formal maupun jalur nonformal. Sayangnya, nggak semua dari kita di usia
20-an ini mau repot-repot membangun identity capital.
Padahal, identity capital merupakan modal yang sangat
penting sebagai bahan obrolan ketika kita wawancara kerja atau membangun
jejaring. Agak bete juga ya, kalau ngobrol sama orang yang belum pernah
ngapa-ngapain padahal sudah nggak muda lagi. Biasanya dia omongannya agak
ngalor ngidul, plongah-plongoh, nggak punya visi hidup yang
jelas, dan ngeluh mulu. Apaan dong yang bakal kita omongin? Postingan terbaru
Lambe Turah?
Di sini penulis menyarankan untuk membangun identity
capital pada hal-hal yang bisa membuat kita berkembang. Tidak harus
dengan jalan sekolah, lho! Tapiii, kita harus siap bersakit-sakit dahulu untuk
mulai belajar dari nol pada bidang yang kita sama sekali asing. Beliau
mencontohkan, salah satu kliennya saat itu memiliki pekerjaan paruh waktu
sebagai nanny. Dalam meningkatkan nilai diri, dia berkeinginan
buat jadi barista Starbuck yang kelihatan keren dan, di saat bersamaan,
ditawari wawancara untuk suatu proyek animasi. Meskipun Starbucks sangat
menggoda dan bayarannya lumayan buat meng-cover tagihan-tagihannya
saat ini, sesungguhnya proyek animasi adalah hal yang dapat membuatnya
berkembang. Tentunya, ada peran dari kerja keras, sifat diri yang mudah diajak
kerja sama, serta kepercayaan pada kemampuan diri sendiri yang terlibat di
dalamnya, hingga saat ini sang klien tsb dipromosikan direkturnya untuk
menjabat sebagai asisten sinematografi. Bagaimana jika sang klien kekeuh
memilih jadi barista?
She wouldn’t have been at the coffee shop forever, of
course. But she also would not have been swooped up by a director, because any director ordering coffee from her would
have seen her as a clerk, not as someone who might be relevant to the film
industry. On it would go from there. Five or ten years later, the
difference between coffee-shop Helen and digital-animation Helen could be
remarkable. Sadly remarkable.
Inti dari kisah di atas adalah bijaklah ketika memilih
investasi pada diri sendiri. Cari keseimbangan pada hal-hal yang akan dan bisa
kita lakukan. Yang paling penting, jangan takut untuk bersusah-susah atau gagal
di awal-awal usaha.
Poin kedua, adalah urban tribe. Secara garis
besar, urban tribe adalah orang-orang yang menghabiskan banyak
waktu dengan kita. Mereka adalah orang-orang yang memiliki banyak kesamaan
dengan kita, seperti misalnya sifat, kebiasaan, cara pandang, dll. Tau nggak?
Meskipun mereka membantu kita buat survive di hidup yang keras
ini, mereka nggak bisa bantu kita buat berkembang secara pesat lho. Kemungkinan
besar, orang yang membawamu pada peningkatan hidup signifikan adalah
orang-orang yang baru saja kamu temui di komunitas-komunitas tertentu. Misalnya
nih, kemarin saya mendaftar program Kelas Inspirasi Semarang, sebuah
pengembangan dari Indonesia Mengajar (kalau Indonesia Mengajar kan periodenya
setahun, nah kalau Kelas Inspirasi ini cukup sehari saja qaqaaa). Di situ, saya
murni jadi anak bawang. Sendirian. Baru pertama kali. Dan tahu tidak? Meskipun
awalnya menakutkan, pengalaman ikut Kelas Inspirasi merupakan momen-momen indah
yang tidak bakal saya lupakan. Karena dengan berani bertemu orang baru, kita
siap untuk belajar suatu pengalaman yang belum pernah kita dapatkan di circle kita
sebelumnya. Jadi saya termasuk yang setuju sama mitos urban tribe ini.
Menjaga persahabatan memang penting, tapi jangan lupa untuk sesekali
berpetualang sendirian.
Dua poin ini, ditekankan untuk dilakukan pada usia 20-an
kita. Syukur-syukur kalau dimulai dari sebelum itu. Niscaya, nilai diri kalian
akan jauh melampaui saingan-saingan kalian waktu tes wawancara nanti.
Waduh, kepanjangan ya saya bahasnya. Saya lanjut di
postingan selanjutnya aja ya, sekarang saya harus siap-siap buat tes besok.
Selamat menabung masa depan yang indah dan wish me luck!!
Kak boleh repost ga Aku suka banget sama review nya
ReplyDeleteAku pen buat content review buku
ReplyDelete