Friday 24 January 2020

[Review Buku] My Year of Rest and Relaxation oleh Otessa Moshfegh


Semingguan ini saya nemu buku aneh-aneh deh. Setelah tamat Convenience Store Woman (novel Jepang pendek, habis dalam sekali rebahan), saya memutuskan untuk lanjut ke My Year of Rest and Relaxation yang meskipun sekilas tampak seperti memoar, rupanya adalah sebuah novel juga. Tidak disebutkan sama sekali nama protagonis/narator di novel ini, sehingga saya cukup bingung gimana cara menyebut protagonisnya dalam ulasan ini. Pakai sebutan "narator" saja, ya.

My Year of Rest and Relaxation menceritakan tentang keinginan sang narator untuk melakukan hibernasi selama setahun penuh. Karena dia yatim piatu dan memiliki lingkaran pertemanan yang sangat sempit, tidak ada yang menghalanginya untuk melaksanakan proyek gilanya tersebut. Pertemuannya dengan dr. Tuttle, psikiater kurang laku yang tidak memegang teguh kode etik dokter, memudahkan jalannya untuk mengakses obat-obatan yang ia butuhkan untuk tidur lelap tanpa dicurigai perusahaan asuransi kesehatan ataupun pihak apotek. Sehingga, bring it on, I guess?

Wednesday 15 January 2020

Buku Terbaik Versi Nukhbah Sany Tahun 2019

Pencapaian membaca tahun 2019 bisa dibilang sangat memuaskan. Di tahun 2019, saya menetapkan beberapa resolusi membaca, antara lain (1) sebisa mungkin mengulas buku yang sudah ditamatkan di blog, (2) quality over quantity dalam hal memilih bacaan, dan (3) mulai mengeksplor berbagai genre nonfiksi. Berkat konsistensi menjalankan resolusi tersebut—dibantu dengan iPad dan beberapa pihak memberi saya hadiah dalam bentuk buku—saya berhasil menamatkan 66 buku. 

Jawaban atas "Kok bisa sih punya waktu buat baca buku segitu banyak?" adalah, "Saya menyempatkannya."

Resolusi nomor satu sudah saya upayakan semampunya, sehingga postingan di blog tahun 2019 jadi jauh lebih banyak dari tahun sebelumnya. Berkat resolusi kedua, saya jadi semakin selektif dalam membeli buku. Tidak ada lagi timbunan buku baru menggunung yang terabaikan di rak, dan hal tersebut secara signifikan membuat hati lebih plong. Berkat resolusi ketiga, saya berhasil keluar dari jerat reading slump, bahkan saat ini masih jatuh cinta setengah mati dengan genre memoar dan biografi sejarah dari tokoh-tokoh penting. Sepertinya, saya akan menerapkan kembali ketiga resolusi membaca tersebut di tahun 2020. Dengan tekanan yang lebih ringan, karena waktu luang sudah tidak sebanyak tahun lalu.

Dari 66 buku yang terbaca di tahun 2019, ada segelintir kecil yang berhasil mendapatkan predikat 5 bintang. Setelah saya pikir-pikir lagi, buku yang mendapat predikat bintang 5 bukanlah buku yang saking berkesannya, membuat saya kepikiran berbulan-bulan setelah ditamatkan. Buku dengan predikat 5 bintang adalah buku yang membantu saya di saat yang tepat. Biasanya saya baca untuk kepentingan rekreatif, namun khusus bagi mereka, fungsinya lebih kepada praktikal—membimbing saya untuk menjalani hidup yang lebih baik saat menghadapi suatu masalah atau saat mandeg di situ-situ saja. Jika disuruh baca ulang, paling saya tidak akan kasih 5 bintang lagi, karena saat ini statusnya sudah move on, sudah punya masalah baru yang memerlukan pemecahan dari buku lain. Oleh karena itu, besar kemungkinan buku 5 bintang versi saya belum tentu akan jadi 5 bintang versi kalian.

Saturday 11 January 2020

[Review Buku] Who Thought This Was a Good Idea? oleh Alyssa Mastromonaco

Hari ini saya nganggur. Karena bingung mau ngapain yang nggak perlu buang uang, akhirnya memutuskan untuk anteng di rumah sambil Konmari lemari baju. Lumayan, jadi agak mabok uap setrikaan. Siapa kemarin yang ngaku anak minimalis? NOT me, because clearly I’ve been hoarding all the clothes that I could get. Ya gimana, tiap stres, mampirnya ke toko kain. Kainnya terus sampai ke tukang jahit. Sejak terakhir melakukan Konmari, lemari saya sudah penuh tumpukan lagi. 


Lemari sudah rapi, baju yang tidak spark joy sudah dipisahkan, jadi sekarang saya bakal cerita soal buku yang terakhir ditamatkan saja. 2020 diawali dengan baik oleh memoar milik Alyssa Mastromonaco, berjudul Who Thought This Was a Good Idea? And Other Questions You Should Have Answers to When You Work in the White House. Mastromonaco adalah salah satu orang penting di balik kesuksesan karir Barack Obama dari jaman masih jadi Senator hingga mencalonkan diri sebagai presiden Amerika Serikat periode kedua, sehingga poin jualan buku ini memang: “Seperti apa sih rasanya kerja bareng Obama?”

Wednesday 8 January 2020

Masa Depan Blog Ini

Berkali-kali saya memikirkan baiknya blog ini dihapus atau dianggurkan saja. Tentu dilihat dari berbagai alasan. Pertama, saya sudah tidak bisa meluangkan waktu sebanyak dulu untuk membaca atau mengulas buku. Kedua, sepertinya sudah terlalu lama saya main di media blogspot. Pindah ke platform lain apa ya? Ketiga, dan ini yang paling bikin pusing, saya merasa banyak hal telah berubah. Dari mulai pandangan saya tentang penulis yang dulu dikagumi namun saat ini sudah tidak bisa sepemikiran lagi (Colleen Hoover, Sarah Dessen, Rhenald Kasali, dll, dst) hingga keinginan egois untuk membaca murni sebagai media refreshing tanpa ingin mengkritisi konten di dalamnya.

Perubahan menuju lebih baik tentu harus kita sambut tetapi punya jejak yang mengingatkan kita pernah berpemikiran ngawur di masa lalu cukup bikin saya terganggu. Namun pada akhirnya, saya memutuskan untuk mempertahankan blog ini apa adanya. Seperti isi jurnal harian yang dengan telaten saya tulis sejujur-jujurnya beberapa tahun ini, postingan blog terdahulu membuktikan bahwa saya telah berhasil bertumbuh dewasa. Ada sekelebat perasaan bangga muncul ketika scrolling ke belakang dan melihat besarnya dedikasi yang saya kerahkan untuk mendokumentasikan sebagian pengalaman membaca buku-buku yang, tentunya, memiliki andil besar dalam membentuk diri saya saat ini. Asalkan tidak dimaknai out of context, saya rasa tidak mengapa membiarkannya.

Saya akan sesekali mampir untuk upload ulasan buku yang berhasil ditaklukkan di sela-sela aktivitas. Tidak bisa sesering tahun 2018 silam yang bisa upload setidaknya sekali seminggu. Untuk yang dulu langganan mampir ke blog saya demi konten fiksi, saya mohon maaf sebelumnya, karena sungguh sulit memilih fiksi yang tidak problematic saat ini. Kalaupun ketemu, biasanya saya baca sebagai media rekreatif jadi tidak banyak yang bisa disampaikan di sebuah ulasan. Jadi, bakal ada ketimpangan antara ulasan buku nonfiksi dan fiksi. 

Satu lagi. Saya bukan pengulas buku profesional, jadi apa yang saya ceritakan ke kalian lebih condong ke perasaan saya ketika membacanya. Tergantung dari mood atau kondisi saya saat itu, hasilnya tidak akan bisa setara dengan kolom ulasan buku di media massa. Dan saya akan tetap mempertahankan gaya seperti itu. After all, this blog is another form of my journal.


Rasanya cukup sekian dulu ocehan dari saya. Senang bisa berbagi pengalaman membaca selama lebih dari 5 tahun di blog ini ke kalian. Here’s for many years to come (I hope).