Wednesday, 25 June 2014

[Book Review] divortiare

divortiare
penulis Ika Natassa
328 halaman, Metropop
Cetakan kelima, April 2012 (Pertama diterbitkan tahun 2008)

I have turned into a cold hearted, bitter, sad bitch, haven’t I? Tapi bisakah kamu menyalahkan aku? Aku sendiri menyalahkan Beno. Aku menyalahkannya karena telah menjadikanku janda di usiaku yang baru 27. Aku menyalahkannya karena telah mengisap habis kebeliaan dari diriku. Aku membencinya karena telah membuatku kehilangan kepercayaan terhadap lembaga perkawinan.

Divortiare merupakan novel Ika Natassa kedua yang saya baca setelah A Very Yuppy Wedding. Berkisah tentang Alexandra, bankir muda sukses yang sudah dua tahun bercerai dengan Beno. Lexy mengira penyebab pernikahannya kandas adalah keputusannya dulu yang terlalu terburu-buru untuk menikah muda. Bahkan ia rela me-tatto nama Beno di…. dekat jantungnya. Tidak pernah terpikir baginya bahwa pernikahannya hanya akan bertahan dua tahun. Belum lagi “penderitaannya” ketika masih serumah. Pekerjaan Lexy memang tidak kenal waktu dan hari. Tapi pekerjaan Beno lebih parah. Sebagai dokter bedah jantung, Beno menghabiskan hampir seluruh waktunya di rumah sakit. 

Dua tahun menjanda, Lexy belum bisa membuka diri untuk laki-laki lain. Bukan karena saking masih cinta. Justru ia takut kalau ia bakal mengulang kesalahan yang sama. Karena itu tiap Wina dan Ryan, sahabatnya, selalu meledek dan berusaha menjodohkan dia dengan teman-teman mereka, Lexy merasa belum siap. Bahkan ketika Denny mulai masuk dalam kehidupannya. 

Sosok Denny yang sempurna pun tidak bisa membuat Lexy move on. Secara tidak langsung Lexy selalu membandingkan Denny dengan Beno. Walaupun sudah jelas keduanya berbeda. Walaupun Wina mulutnya sampai keriting buat nyeramahin Lexy. Sampai Lexy salah nyebut nama Denny dua kali dengan “Ben”!!! Di depan Denny sendiri!!!!!!

Kadang saya bertanya-tanya, ini Lexy sebenernya masih trauma apa masih cinta Beno? :/


Saya tidak bisa tidak subyektif di sini. Karena bisa dibilang saya pernah ada di posisi Alexandra, walaupun tidak dalam taraf pernikahan (naudzubillah).  Dan rasanya….. ugh. Nggak lagi-lagi deh. Saya tahu tuntutan pekerjaanlah yang membuat Beno “menomorduakan” istrinya. Bahkan Lexy pun mendapatkan pelajarannya sendiri ketika akhirnya Beno-lah yang menyelamatkan ibunya ketika beliau kena serangan jantung. Tapi saya rasa Beno pun keterlaluan. Menjadi dokter bukan berarti dia mengabadikan SELURUH waktunya untuk pasien. Bahkan orang tua teman-teman saya yang berprofesi sebagai dokter pun masih bisa menyempatkan waktu di tiap akhir minggu untuk keluarga. Kan di rumah sakit bisa diatur shift dengan dokter lain. Dokter gigi langganan saya yang buka praktek di rumah aja nggak mau mulai praktek sebelum dia pulang dari nganter anaknya les. Menurut saya sih, selama ada kemauan untuk menyempatkan waktu sih sebenarnya semua bakal baik-baik saja. See? Abaikan saja kalau menurut kamu pendapat saya terlalu subjektif. 


Makanya saya setuju banget kalau Lexy menjadi trauma, judes, dan membenci Beno karena hubungan mereka tidak seimbang. Pulang larut malam pun, Lexy masih mau menunggu Beno pulang selama berjam-jam hanya untuk mengobrol beberapa menit. Saya tau banget gimana rasanya diabaikan, rasanya kayak dibunuh pelan-pelan. Karena kadang kita juga pengen dibutuhkan, yes?

Tapi tidak semua salah Beno juga. Lexy sudah tau kalau Beno keras kepala, tapi tiap ada sesuatu yang memancing pertengkaran, Lexy malah ikutan nyolot. Nggak cuma itu aja. Waktu ditanya baik-baik sama Beno pun, jawabnya bikin emosi gitu. Saya yang baca kan jadi ikutan emosi!!!


Okelah kembali ke novel. Selain beberapa bagian yang menohok, saya agak nggak sreg dengan selipan kalimat-kalimat Bahasa Inggris yang ada di dalamnya (yang bisa dibilang, BANYAK BANGET). Iye saya tau itu adalah ciri khas Ika Natassa. Tapi menurut saya, gaya bercerita dia (yang bukan keminggris) udah asyik banget kok. Sayang malah, waktu saya lagi asyik baca tiba-tiba bahasanya berubah jadi Bahasa Inggris. Agak nggak logis juga kalau ada orang ngomongnya bilingual gitu di kehidupan nyata. Cinta Laura waktu masih awal-awal artis aja kalah enggres sama Lexy. Dan kalimat-kalimat Bahasa Inggrisnya juga banyak yang kurang pas

Karena saya baru baca dua novel Ika Natassa, saya belum bisa menilai secara pasti. Tapi kayaknya formula yang dia pakai sama. Tokoh cantik, kaya, sukses (dan di dua novel ini tokoh utamanya bankir, mungkin karena Ika-nya juga seorang bankir jadi sudah familiar dengan istilah-istilah keuangan), gaya hidup hedon, dan sikap manja abis.


PLUSSSS saya udah sering banget ngeluh kalau font macem begini bikin saya nggak mood baca. Keriting-keriting gimana gitu, nggak nyaman. Tolong lah penerbit mana pun, jangan dipake lagi font gaya begituan. Saya lebih rela kalian pake TNR ukuran 12 spasi 1,5 kayak makalah-makalah kuliah saya deh. Daripada kayak gini huhu FYI setelah berjam-jam melototin buku ini terus langsung ngecek HP, rasanya jadi aneh. Saya kira setting-an font hp saya berubah, ternyata mata saya yang belum menyesuaikan lagi.


Secara keseluruhan saya suka sama novel ini. Cukup mewakili jeritan hati sih hehe. Kalau ditanya apa saya bakal baca karya Ika Natassa yang lain, mungkin iya. Asal tidak ada unsur bank, atau keuangan, atau apa pun yang berhubungan dengan itu di dalamnya. Dan jangan kebanyakan keminggris juga *dilempar kamus sama fans-fansnya Ika Natassa*

Eh iya. Saya kira saya doang yang berubah jadi galau karena baca buku ini. Ternyata ada yang lebih parah HAHAHA jadi ceritanya saya minjem buku ini di Perpusda. Dan waktu saya buka bagian tengah buku tiba-tiba ada tisu (yang mungkin digunakan sebagai pembatas oleh peminjam sebelumnya) jatuh. Bersih kok. Terus saya buang kan. Eh terus di beberapa halaman setelahnya kok ada tisu lagi. Cuma yang ini ada tulisannya. 


Hahaha siapapun kamu, saya doakan kamu dapat jodoh terbaik ya qaq :’)

No comments:

Post a Comment