penulis Ika Natassa
328 halaman, Metropop
Cetakan kelima, April 2012 (Pertama diterbitkan tahun 2008)
I have turned into a cold hearted, bitter, sad bitch, haven’t I? Tapi bisakah kamu menyalahkan aku? Aku sendiri menyalahkan Beno. Aku menyalahkannya karena telah menjadikanku janda di usiaku yang baru 27. Aku menyalahkannya karena telah mengisap habis kebeliaan dari diriku. Aku membencinya karena telah membuatku kehilangan kepercayaan terhadap lembaga perkawinan.
Divortiare merupakan novel Ika Natassa kedua yang saya baca setelah A Very Yuppy Wedding. Berkisah tentang Alexandra, bankir muda sukses yang sudah dua tahun bercerai dengan Beno. Lexy mengira penyebab pernikahannya kandas adalah keputusannya dulu yang terlalu terburu-buru untuk menikah muda. Bahkan ia rela me-tatto nama Beno di…. dekat jantungnya. Tidak pernah terpikir baginya bahwa pernikahannya hanya akan bertahan dua tahun. Belum lagi “penderitaannya” ketika masih serumah. Pekerjaan Lexy memang tidak kenal waktu dan hari. Tapi pekerjaan Beno lebih parah. Sebagai dokter bedah jantung, Beno menghabiskan hampir seluruh waktunya di rumah sakit.
Dua tahun menjanda, Lexy belum bisa membuka diri untuk
laki-laki lain. Bukan karena saking masih cinta. Justru ia takut kalau ia bakal
mengulang kesalahan yang sama. Karena itu tiap Wina dan Ryan, sahabatnya,
selalu meledek dan berusaha menjodohkan dia dengan teman-teman mereka, Lexy
merasa belum siap. Bahkan ketika Denny mulai masuk dalam kehidupannya.
Sosok Denny yang sempurna pun tidak bisa membuat Lexy move on. Secara tidak langsung Lexy
selalu membandingkan Denny dengan Beno. Walaupun sudah jelas keduanya berbeda.
Walaupun Wina mulutnya sampai keriting buat nyeramahin Lexy. Sampai Lexy salah
nyebut nama Denny dua kali dengan “Ben”!!! Di depan Denny sendiri!!!!!!
Kadang saya bertanya-tanya, ini Lexy sebenernya masih trauma
apa masih cinta Beno? :/
Saya tidak bisa tidak subyektif
di sini. Karena bisa dibilang saya pernah ada di posisi Alexandra, walaupun
tidak dalam taraf pernikahan (naudzubillah).
Dan rasanya….. ugh. Nggak lagi-lagi deh. Saya tahu tuntutan pekerjaanlah
yang membuat Beno “menomorduakan” istrinya. Bahkan Lexy pun mendapatkan
pelajarannya sendiri ketika akhirnya Beno-lah yang menyelamatkan ibunya ketika
beliau kena serangan jantung. Tapi saya rasa Beno pun keterlaluan. Menjadi
dokter bukan berarti dia mengabadikan SELURUH waktunya untuk pasien. Bahkan
orang tua teman-teman saya yang berprofesi sebagai dokter pun masih bisa
menyempatkan waktu di tiap akhir minggu untuk keluarga. Kan di rumah sakit bisa
diatur shift dengan dokter lain. Dokter gigi langganan saya yang buka praktek
di rumah aja nggak mau mulai praktek sebelum dia pulang dari nganter anaknya
les. Menurut saya sih, selama ada
kemauan untuk menyempatkan waktu sih sebenarnya semua bakal baik-baik saja.
See? Abaikan saja kalau menurut kamu
pendapat saya terlalu subjektif.
Makanya saya setuju banget kalau
Lexy menjadi trauma, judes, dan membenci Beno karena hubungan mereka tidak
seimbang. Pulang larut malam pun, Lexy masih mau menunggu Beno pulang selama berjam-jam
hanya untuk mengobrol beberapa menit. Saya tau banget gimana rasanya diabaikan,
rasanya kayak dibunuh pelan-pelan. Karena kadang kita juga pengen dibutuhkan, yes?
Tapi tidak semua salah Beno juga. Lexy sudah tau kalau Beno
keras kepala, tapi tiap ada sesuatu yang memancing pertengkaran, Lexy malah ikutan
nyolot. Nggak cuma itu aja. Waktu ditanya baik-baik sama Beno pun, jawabnya
bikin emosi gitu. Saya yang baca kan jadi ikutan emosi!!!
Okelah kembali ke novel. Selain
beberapa bagian yang menohok, saya agak nggak sreg dengan selipan
kalimat-kalimat Bahasa Inggris yang ada di dalamnya (yang bisa dibilang, BANYAK
BANGET). Iye saya tau itu adalah ciri khas Ika Natassa. Tapi menurut saya, gaya
bercerita dia (yang bukan keminggris) udah asyik banget kok. Sayang malah, waktu saya lagi
asyik baca tiba-tiba bahasanya berubah jadi Bahasa Inggris. Agak nggak logis juga
kalau ada orang ngomongnya bilingual gitu di kehidupan nyata. Cinta Laura waktu
masih awal-awal artis aja
kalah enggres sama Lexy. Dan kalimat-kalimat Bahasa Inggrisnya juga banyak yang
kurang pas.
Karena saya baru baca dua novel Ika Natassa, saya belum bisa
menilai secara pasti. Tapi kayaknya formula yang dia pakai sama. Tokoh cantik,
kaya, sukses (dan di dua novel ini tokoh utamanya bankir, mungkin karena
Ika-nya juga seorang bankir jadi sudah familiar dengan istilah-istilah
keuangan), gaya hidup hedon, dan sikap manja abis.
PLUSSSS saya udah sering banget ngeluh kalau font macem
begini bikin saya nggak mood baca. Keriting-keriting gimana gitu, nggak nyaman.
Tolong lah penerbit mana pun, jangan dipake lagi font gaya begituan. Saya lebih
rela kalian pake TNR ukuran 12 spasi 1,5 kayak makalah-makalah kuliah saya deh.
Daripada kayak gini huhu FYI setelah berjam-jam melototin buku ini terus langsung
ngecek HP, rasanya jadi aneh. Saya kira setting-an font hp saya berubah,
ternyata mata saya yang belum menyesuaikan lagi.
Secara keseluruhan saya suka sama novel ini. Cukup mewakili
jeritan hati sih hehe. Kalau ditanya apa saya bakal baca karya Ika Natassa yang
lain, mungkin iya. Asal tidak ada unsur bank, atau keuangan, atau apa pun yang
berhubungan dengan itu di dalamnya. Dan jangan kebanyakan keminggris juga
*dilempar kamus sama fans-fansnya Ika Natassa*
Eh iya. Saya kira saya doang yang berubah jadi galau karena
baca buku ini. Ternyata ada yang lebih parah HAHAHA jadi ceritanya saya minjem
buku ini di Perpusda. Dan waktu saya buka bagian tengah buku tiba-tiba ada tisu
(yang mungkin digunakan sebagai pembatas oleh peminjam sebelumnya) jatuh. Bersih
kok. Terus saya buang kan. Eh terus di beberapa halaman setelahnya kok ada tisu
lagi. Cuma yang ini ada tulisannya.
Hahaha siapapun kamu, saya doakan kamu dapat jodoh terbaik ya
qaq :’)
No comments:
Post a Comment