Monday, 25 January 2016

[Review Buku] Half-Blood (Covenant #1) oleh Jennifer L. Armentrout

Half-Blood (Covenant #1)
penulis Jennifer L. Armentrout
281 halaman, YA/ Paranormal
Rating: image
Dipublikasikan 18 Oktober 2011 oleh Spencer Hill Press

Hmmmmmmmm. Gimana caranya bikin review jujur tapi tetep ramah hmmmmmmmmmm.


Saya memulai baca ini dengan ekspektasi yang cukup tinggi karena, well…. Jennifer L. Armentrout gitu. Karyanya udah buanyak (67 buku menurut Goodreads dengan genre dan nama pena yang bervariasi) trus reader sejatinya bejibun di Tumblr. Seri andalan JLA ini emang Lux Series, tapi saya lebih milih baca seri Covenant aja soalnya sampul-sampul buku Lux Series jelek bingo bikin ngilu ngilu gitu tiap liat hahaha.

Sebenarnya ini bukan buku pertama JLA yang saya baca. Dulu pernah sekali baca YA dari dia tapi nggak cocok soalnya menurut saya ceritanya LAME sama super bosenin. Tipikal kayak author yang belum nemu “nada” nulisnya gitu menurut saya. Masih gitu-gitu aja, lempeeng sepanjang cerita.


Hmmmm. Saya nggak bakal cerita keseluruhan bukunya kayak gimana. Tapi saya cuma pengen menekankan satu hal mengenai buku ini: CERITANYA MIRIP BANGET SAMA VAMPIRE ACADEMY SUMPAH. Nggak ngerti lagi. Awal-awal saya masih agak maklum gitu, soalnya kadang legenda atau cerita paranormal berakar dari satu kisah yang sama jadi nemu beberapa “kecelakaan” itu lumrah. Tapi makin dilanjut kok makin menjadi-jadi.


Udah bukan rahasia lagi kalo Vampire Academy tuh emang keren banget, dan bahkan saya bahkan dulu sempet suka sama Dimitri sebelum versi filmnya keluar dan doi diperanin sama om-om gendut yang bikin saya bergidik. Nah, baca buku ini tuuuuh rasanya kayak membangkitkan jiwa fangirl saya sama Vampire Academy bertahun-tahun lalu dan bikin emosi karena rip-off yang dilakuin sama JLA bikin kesan saya sama Vampire Academy tuh nggak se-spesial dulu. Saya nggak terima. Saya bete.


Hal ini bikin saya inget sama Cassandra Clare yang dibully habis-habisan karena The Mortal Instrument dianggap sebagai plagiasi Harry Potter. Yaaah seenggaknya Cassandra Clare kreatif, terus dia pinter muter-muterin cerita plus gaya nulisnya bagus jadi baca novel dia yang guede-guede itu tuh rasanya kayak naik roller coaster. Ada naik turunnya.

Lah novel ini? Datar. Ceritanya udah bisa ditebak sejak awal dan penulis nggak bisa kasih penekanan yang WAH waktu konfliknya muncul. Selain itu, dialognya kaku banget kayak textbook. Nggak bisa bayangin di kehidupan nyata orang ngomong FULL kayak gitu. Bikin feel saya sama buku ini makin datar aja. Tokoh utama senang, saya biasa aja. Tokoh utama kena masalah, saya biasa aja. Tokoh utama naksir sama cowok ganteng super baik (yang nggak bisa dia miliki, tentunya), I couldn't care less



Ugh. UGGGHHHHH.

Nggak ngerti kenapa novel plagiat gini bisa sampai dipublikasi. Dan saya lebih nggak ngerti lagi kenapa saya bisa jatoh di lubang yang sama dua kali. Kan berarti saya keledai ya .-.

Jadi intinya, saya sepertinya emang nggak cocok sama JLA. Nggak klik aja antara gaya nulis dia sama selera saya. Ternyata udah publish novel bejibun nggak menjamin kualitas seorang penulis, gengs. Nulisnya masih sekelas fanfiction, dan buku ini membuktikan kalo dia nggak ragu-ragu buat make cerita yang nggak orisinil. Ini bukan pendapat subjektif saya tok lho ya, banyak banget yang mikir sama kayak saya. Ya semoga JLA makin ke sini makin kreatip ya jeng, biar plagiasi kayak gini nggak keulang lagi.


Apa saya bakal baca buku lanjutannya? Mungkin. Saya penasaran kemana JLA bakal bawa cerita ini dan beberapa orang bilang kalo buku lanjutannya bagus. Tapi kalo buat novel-novel YA nya dia, saya udah males deh. Bikin capek hati aja soalnya -,-

Tuesday, 12 January 2016

Mendengarkan + Mengakses Audiobook untuk Pemula

Halo. Mungkin ini telat banget, tapi selamat tahun baru 2016 ya teman-teman! Baru sempat buka blog dan balas komen-komen nih hehe. EHEHEHE.


Kali ini saya mau berbagi pengalaman soal hobi yang akhir-akhir ini lagi demen banget dilakuin, yaitu dengerin audiobook. Apa sih audiobook itu? Jadiiiii audiobook adalah buku/ novel, tapi dalam bentuk MP3. Akan ada narator yang membacakan cerita, kata demi kata, dari awal sampai akhir. Nah makanya jangan heran kalau audiobook sebuah buku bisa berdurasi sampai tujuh atau bahkan sembilan jam! Sang narator ini akan berbeda-beda di setiap judul buku (kecuali buku seri), dan menyesuaikan gender dari tokoh utamanya (yaiyalah). Nggak perlu takut bakal bosen sama cerita, soalnya narator yang dipilih pasti punya gaya khas sendiri dalam membacakan cerita sehingga mampu “menghidupkan” novel yang ia baca. Ekspresif gitu, setara kualitas dengan dubber film animasi luar negeri, dengan suara yang bisa berubah-ubah ketika mereka membawakan percakapan dialog. Lucu.


Beberapa keunggulan audiobook menurut saya itu:
1. Praktis. Karena formatnya MP3, jadi tinggal saya download trus pindah ke HP. Selalu bawa headset kemana-mana dan voila! hidup terasa jauh lebih mudah (ini lebay). Kita bisa menikmati novel kapan saja, di mana saja, dan pas ngapain aja. Literally. Orang luar negeri biasa mendengarkan audiobook sambil nge-gym, jogging, atau ketika perjalanan jauh sendirian di mobil (uhuk jombs). Tapi saya belum mampu sampai taraf ini, jatuhnya malah nggak konsen ngapa-ngapain XD.
2. Pengalaman mendengarkan cerita secara langsung bakal terasa berbeda dibandingkan dengan membaca kata-kata. Lebih “hidup” gitu.
3. Ini nih yang keren. Audiobook bisa jadi wahana latihan listening dan speaking Bahasa Inggris yang manjur sekali buat saya yang masih belajar bahasa asing ini.
4. DAN, mendengarkan audiobook bisa dijadikan alternatif buat kita yang matanya terlalu lelah untuk mantengin tulisan/ layar ebook lama-lama. Sekali-kali saya mau memanjakan mata hehe sudah terlalu lama melototin jurnal yang tulisannya kayak koran. Capek.

Bagaimana tips untuk mendengarkan audiobook pertama kali?

Buat pemula seperti saya, lebih disarankan untuk memilih audiobook dengan jalan cerita yang ringan atau sesuai dengan jenis bacaan favorit sebelumnya, sekadar untuk menyesuaikan telinga dengan otak dulu. Misalnya ya kalau kamu biasanya baca YA, lebih baik memilih audiobook novel YA dan bukannya novel klasik. Karena di audiobook YA kamu bakal lebih familiar dengan istilah-istilah yang ada. ATAU nih biar lebih familiar lagi, kamu bisa dengerin audiobook dari novel yang sudah pernah kamu baca sebelumnya. Selain mendapatkan perspektif baru dari cerita yang disajikan, hal ini juga bisa mengurangi tingkat salah kaprah dari kata-kata bahasa Inggris yang kamu dengar. Ini adalah metode yang saya pilih ketika pertama mendengarkan audiobook dulu.


Audiobook pertama yang saya baca adalah Looking for Alaska karya John Green (I HIGHLY RECOMMEND THIS BOOK FOR YOU). Novel ini dibacakan oleh Jeff Woodman, narator paling the best lah pokoknya menurut saya. Lucunya dapet, centilnya dapet (padahal naratornya cowo), tapi pronouncationnya tetep jelas. Saya sering ketawa-ketawa sendiri tiap dengerin audiobook ini. Selain Looking for Alaska, saya juga baru menamatkan duologi dari Jenny Han yaitu To All the Boys I’ve Love Before dan PS I Still Love You. Keduanya novel yang sangat ringan dan bikin saya jatuh cinta lagi dan lagi sama John Ambrose McClaren (sorry Peter K!).



Bagaimana mengakses audiobook buat kita yang ber-budget limit?

Kalau beli online, audiobook ini mahal banget, bisa sampai dua atau tiga kali lipat harga paperbacknya. Males banget kan. Untungnya, yang namanya internet tuh adaaaaa aja jalan pintasnya. Saya biasa mendownload audiobook dari vk.com (saya biasanya search di sini dan sini) karena pilihannya sangat banyak. Website ini memang agak ribet tapi kalau kita tahu bagaimana mencarinya, wuidiiih surga audiobook deh pokoknya. Cukup tambahkan extension ke browser yang kamu pakai (saya pakai VKONTAKRE.RU Downloader for Firefox) untuk menambahkan ikon download di websitenya. Nggak ribet, dan karena hampir semua novel ada, jadi worth it banget.

[klik gambar di atas untuk resolusi yang lebih jelas]

Audiobook yang terdownload biasanya bakal dibagi-bagi menjadi beberapa part. Tapi karena semua bagian tersedia, nggak begitu masalah deh. Filenya berformat MP3, yang nantinya bisa kamu pindah ke gadget dan didengarkan di music player. Gampang kan?

Untuk kekurangannya, hmm karena mendownload nonofficial kali ya, jadi kita nggak bisa sesuka hati mendengarkan per bab. Harus rajin ingat-ingat di mana kita mendengarkan terakhir kali. Tapi karena saya pake Tab dan bukan hape buat segala aktivitas book-related, nggak begitu masalah karena music player Tab saya ya cuma dipake buat file-file audiobook ini hehehe.


Oiya sekadar tambahan buat tips mendengarkan audiobook: kalian nggak perlu terburu-buru. Dilakuin sesempatnya aja, dan secukupnya. Kalau tujuh jam didengerin sekali duduk, bisa panas nanti telinganya. Saya biasanya mendengarkan satu bab sekali buka Tab. Dan waktu mendengarkan yang paling saya sukai adalah sebelum tidur karena suasananya mendukung sekali. Tapi ini selera masing-masing sih. Do it as you like as long as you enjoy it!


Apa kalian suka mendengarkan audiobook juga? Atau masih ada yang kurang jelas sama ocehan saya di atas? I would reaaaaalllyyy appreciate it if you share your experience to me. Don’t hesitate to write on the comment box below and I wish you a haaaaaaappy day!!