Thursday 13 December 2018

India dari Sudut Pandang The Economist

Minggu ini saya tergugah dengan salah satu artikel dari The Economist. Dari semua isu penting yang dibahas (Brexit, Presiden Perancis vs Yellow Vest, USA, satelit, dan lain-lain), saya justru penasaran dengan pembahasan singkat tentang masalah yang sedang dialami India. 

Ok u got my attention, sir.

Yep, India sedang menderita karena polusi.


Polusi yang mereka alami, dan yang paling kentara, adalah polusi udara. Banyak asap yang disebabkan oleh pembakaran banyak hal: asap diesel dari mayoritas kendaraan bermotor yang dipakai warga, hasil pembakaran batu bara yang merupakan pembangkit utama listrik, jerami yang dibakar petani untuk membersihkan sawah pasca panen, sampah yang dibakar.

Ini mengingatkan saya sama artikel yang dipublikasikan oleh Bill Gates:

Siapa yang mengira ya agrikultur dan peternakan menyumbang angka sebesar ini.

Aaanyway, pada intinya, udara di sana sudah tidak layak untuk dihirup karena partikel debu yang terkandung di dalamnya bisa menembus masuk ke paru-paru. Peringkat India dalam kategori polusi udara adalah 14 dari 15 teratas. Posisi mereka pun mentok di urutan 177 dari 180 pada kategori kesehatan lingkungan. Kalau masih susah membayangkan gimana parahnya, ketahui jika tingkat kematian tahunan dikarenakan pencemaran udara mencapai 1,2 - 2,2 juta jiwa per tahun. Yang masih hidup pun mengalami penurunan angka harapan hidup lebih dari sepuluh tahun. It’s so sad to know that something that keeps you alive actually kills you softly.

Masalah tidak hanya berhenti di pencemaran udara saja. India juga mengalami krisis air bersih. Hampir 70% air permukaan mereka sudah tercemar, dan hampir separuh warga negaranya tinggal di lokasi yang sulit menjangkau air bersih. Air, cuy. Sesuatu yang sevital itu. Dan kabar buruknya, polutan-polutan sudah merembes sampai ke air bawah tanah. Kalau kalian masih ingat pelajaran IPA, tahu kan kalau air akan berubah menjadi awan dan kemudian akan berubah lagi jadi hujan. Bayangkan seperti apa kualitas hujan yang dialami India jika sumber air yang diuapkan tercemar. 

Apa masalahnya berhenti di situ? Oh tidak. Akibat pembuangan antibiotik di sungai-sungai, warga negara India terancam resistensi terhadap obat antimikrobial. (Pssst… ini merupakan salah satu alasan para dokter merekomendasikan kita untuk “dikit-dikit jangan minum obat” dan “jangan sembarangan minum antibiotik kalau sakit” dan “jangan langsung minum dosis yang tinggi.” Karena obat itu sebenarnya adalah racun—racun bagi penyakit. Nah, masalahnya adalah tubuh kita menganggap obat sebagai benda asing yang masuk ke tubuh, sehingga tubuh pada akhirnya akan menghasilkan antibodi yang bikin “kebal” terhadap obat tersebut, biar si benda asing nggak bisa nyakitin tubuh. Kalau pertama kali minum kita langsung ngegas pakai dosis tinggi, akan susah jika ke depannya kita kena penyakit itu lagi. Tubuh sudah kadung kebal sama obatnya). Bayangkan jika air yang dipakai setiap hari mengandung antibiotik....



Jadi mbleber kemana-mana kan.

Intinya, masalah di India kebanyakan disebabkan oleh regulasi pemerintah yang kurang memperhatikan lingkungan (nggak sustainable). Subsidi pertanian tidak mempertimbangkan dampak proses dan pasca panennya (debit air tanah terkuras dan banyak asap hasil pembakaran jerami), anjuran penggunaan batu bara justru meningkatkan impor dari luar negeri dan membuat langit India penuh asap hasil pembakaran batu bara yang hitam, dan berbagai kebijakan-kebijakan lainnya yang nggak ramah bagi keberlangsungan hidup rakjat.

Kasus India merupakan contoh pentingnya integrasi kebijakan yang disusun pemerintah tidak hanya untuk kepentingan jangka pendek, tetapi juga dalam jangka panjang. Perlu diingat bahwa ini juga bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga harus ikut diperjuangkan korporasi besar dan warga negaranya. Kenapa? Karena seperti petuah paling bijak yang persah saya temui:


PS: Postingan ini dibuat karena saya lagi pusing ngerjain tugas. Makanya monmaap kalo agak mbulet dan nggak nyambung. Buat kalian yang mau ke India, jangan lupa siap-siap masker pelindung wajah dan skincare yang ampuh. 

No comments:

Post a Comment