Friday 23 August 2019

[Review Buku] Morgue: A Life in Death oleh dr. Vincent Di Maio dan Ron Franscell


Ketika mengalami reading block, sulit rasanya untuk mencari bacaan yang tepat. Apapun jenis buku yang saya buka, pasti ada saja kurangnya. Bikin frustasi. Setelah menderita cukup lama dan cuma bisa buka preview buku-buku di situs Amazon selama berhari-hari, saya direkomendasikan untuk menengok memoar Morgue: A Life in Death. 

Dan saya langsung jatuh cinta.

Memoar ini menceritakan kehidupan profesional dr. Vincent Di Maio yang telah 40 tahun berkarir sebagai ahli patologi forensik. Dibantu oleh Ron Franscell, penulis thriller yang telah menerbitkan belasan karya, lahirlah sebuah memoar yang sangat informatif, menarik, dan ditulis dengan sangat baik. Perpaduan yang jarang saya temui dan mampu memenuhi standar super ribet dari diri saya yang lagi kena reading block.

Berikut catatan saya selama membaca memoar ini:


Perasaan yang muncul sejak membaca halaman pertama sungguh langka terjadi. Seolah-olah, saya sadar saya berada di tangan yang tepat. Kualitas tulisan yang sangat baik mampu menyampaikan emosi maupun informasi dari dr. Vincent sekaligus sehingga saya untuk pertama kalinya bersedia mematikan tombol CURIGA (built in hahaha) dan menjadi super penasaran mau diajak berpetualang ke mana sekaligus dikasih tahu apa saja ya melalui buku ini. Seperti yang bisa dilihat di catatan di atas, saya belajar banyak.

Mungkin istilah yang tepat adalah rasa hormat ya. Ketika ketemu sama orang seperti dr. Vincent dan Ron Franscell di dunia nyata, secara intuitif saya sadar kalau ilmu yang mereka punya jauh di atas ilmu saya. Dan mereka bersedia berbagi ilmu tersebut. Maka, perbincangan yang akan terjadi lebih menjurus ke satu arah, macam perkuliahan atau seminar. Saya di sini cuma bisa iya iya aja sambil mencatat sebanyak-banyaknya karena cukup tahu diri nggak bisa mengandalkan memori. Sayangnya, saya sangat jarang bertemu orang macam dr. Vincent atau Ron Franscell di dunia nyata. Mainnya masih kurang jauh. Jadi ya, merasa beruntung bisa tahu mereka dari buku.

Yang melengkapi kehebatan buku ini bagi saya adalah sifat dr. Vincent. Khas sekali macam dokter senior yang malas basa-basi. Selain itu, baru kali ini saya membaca kisah orang yang ngaku punya dry humor… dan beneran bisa menunjukkan kalau humornya dia seperti itu (diselipkan di sana sini sebagai kejutan menyenangkan setelah baca detail-detail menjijikkan dari ruang otopsi). Gabungkan dua kualitas tersebut dengan pengetahuan dr. Vincent atas kasus-kasus besar di masanya bekerja, maka yang tersaji adalah sebuah karya literatur yang bisa dipelajari praktisi medis maupun dinikmati masyarakat luas sekaligus.

Expect courage of us, not perfection. The best we can hope for is being right most of the time, plus the time and wisdom to repair what we did wrong. It’s not just fixing what happened in the past, but it’s also about fixing our future.

Morgue adalah memoar terbaik yang saya baca selama tahun 2019. Ini bukan penilaian yang enteng saya kasih, mengingat saya sudah baca belasan memoar dari berbagai bidang pekerjaan. Tapi ini mungkin penilaian yang agak bias ya, karena secara pribadi saya memang suka sama serial TV yang berkaitan sama forensik macam Sherlock dan Forever. Seperti kata dr. Jan Garavaglia di bagian foreword tentang alasan orang menyukai patologi forensik… “some are primarily interested in the forensic details, but it is the stories of how and why the dead people ended up in the morgue that intrigue most.” Saya murni kepo. Bukan sama gosip atau utas selebriti. Tapi sama cara seorang profesional membongkar masalah dengan menggunakan ilmu yang dia punya.

Kalau kalian mau mulai mengeksplor genre memoar dan ingin baca buku yang worth the money, saya sangat merekomendasikan Morgue: A Life in Death.

No comments:

Post a Comment