Dari strategi budgeting untuk beli alat.
Empat tahun berlalu sejak memulai hobi melukis dengan medium gouache. Yang kemudian merembet ke pensil, pen, pensil warna, soft pastel, oil pastel, dan yang paling baru cat air. Saya cukup pede untuk memberikan penilaian bahwa hobi ini bukanlah hobi yang murah. Namun, tidak mustahil untuk dipilih. Dulu saya juga belum mampu menyisihkan budget melimpah untuk membeli alat-alat yang diperlukan. Sempat beberapa kali salah beli, mengakibatkan hanya terpakai di awal-awal saja untuk kemudian bikin penuh kamar, yang untungnya bisa di-giveaway ke teman. Karena itu, perlu dicatat preferensi saya adalah quality over quantity. Alias, lebih baik nyicil beli per bulan 1-3 warna/produk artist-grade daripada gegabah beli 1 set lengkap (puluhan warna) produk student-grade. Bukan berarti anti student-grade juga. Arrrghhhh bingung menjelaskan. Disclaimer, ini cocok untuk dompet saya, semoga cocok juga untuk kalian. Saya urutkan dari momen saya membelinya, ya.
Gouache
Waktu itu, stok alat lukis di Gramedia belum fancy. Sejak awal saya tahu pengen beli gouache dibandingkan akrilik atau cat air, jadi langsung ke rak letaknya berada. Dari pilihan yang sudah sejak awal terbatas, hanya ada sisa 1 stok gouache student grade 12 warna (lupa mereknya apa), yang kemudian saya beli. Kalau bisa kembali ke masa lalu, saya pengen bilang ke diri saya sendiri.... nggak papa kelaparan sampai tanggal gajian, asal kamu pilih gouache merek Winsor&Newton 5 warna. Atau, balik rumah aja, checkout Himi Miya (dulu belum tau sama merek ini!) di Shopee/Tokopedia. Sekarang sih saya lihat Gramedia udah mulai memperhatikan stok alat-alat lukis, jadi pilihannya sudah lebih bervariasi. Gouache student grade tersebut, yang merupakan first impression terhadap dunia lukis/seni, membuat saya menderita lahir batin. Bayangkan, skill masih nol, mentor cuma dari YouTube, terus masih ditambah frustrasi karena catnya bertingkah. Like, udah persis tuh ngikutin video Youtube, tapi di video bisa bagus, sedangkan di kertasku cemong-cemong. ARGGGHHH. Bikin awan, normalnya 10 menit, lah pakai cat jelek ini bisa 2 jam!!! Leher pegel, otak panas, laptop lembur....... Mana baru sadar dikerjain cat ketika udah mulai upgrade ke artist grade. Oalah, this is not me, this is YOU! Sehingga, hikmah yang bisa diambil adalah, untuk cat, kalian perlu splurge. Beli yang artist grade, nyicil beli per tube warna tiap bulan kalau perlu (saya gitu). Dimulai dari beli warna primer + hitam + putih, kemudian mulai ditambah warna-warna sesuai preferensi. Karena saya tertarik belajar soal pemandangan, jadi setelah warna primer, belinya shades hijau (untuk pohon dan rumput), biru (untuk langit dan laut), dan coklat. Soal merek juga preferensi. Saya fans berat Holbein. Winsor&Newton juga bagus, kok, dan banyak pelukis pakai kombinasi 2 merek tersebut. Kalau memang budget mepet, minimal banget pakai Himi Miya, yang meski student grade tapi creamy sehingga minim efek cemong-cemong seperti yang saya alami. Beberapa pelukis handal mampu bikin lukisan bagus menggunakan Himi Miya. Namun perlu dicatat, kualitas warnanya lebih cepat memudar 3-4 tahun ke depan. Mau coba yang sejenis gouache, bisa beli cat poster Nicker Colour yang lagi hype abis karena dipasarkan sebagai jenis cat yang dipakai ex-animator Ghibli Yoichi Nishikawa. Saya sih masih perlu habisin stok gouache yang dulu dibeli dengan keringat, darah, dan air mata, jadi belum coba cat poster.
Kuas
Kesalahan kedua saya, adalah memborong kuas yang ada di Merbabu. Habis 70 ribu rupiah untuk segambreng kuas. Let me tell you, kuas-kuas itu, empat tahun kemudian, masih terbungkus rapi di kotak penyimpanan. Hanya 3-4 yang terpakai, tidak lebih dari sepuluh kali totalnya. Habis itu mereka semua pensiun dini. Bukan karena saya sombong, tapi memang mereka tidak bisa bekerja dengan baik. Tugas kuas adalah menyerap cat di helai-helainya untuk kemudian disapukan ke kertas. Kuas-kuas murah ini, tidak menyerap cat, dan ketika disapukan, hasilnya streaky. Padahal, ada beberapa wilayah lukis yang tidak boleh terlalu sering dikuasin (??) untuk menghindari efek warna yang overwork. Memang rasanya gatal sekali untuk beli kuas 1 set lengkap karena secara hitung-hitungan matematika opsi tersebut menguntungkan. Jangan, plis. Sebenarnya 1 kertas lukis hanya membutuhkan 1-2 jenis kuas. Nggak tahu masuk kategori splurge atau save (atau save with a splurge???) karena saran saya, belilah maksimal 2 kuas, namun yang harganya di atas 120.000 rupiah per buah. Mulai dengan yang ujungnya kotak, kemudian tambah yang ujungnya runcing. Kalau sudah ahli, 1 kuas ujung kotak saja bisa digunakan untuk membuat berbagai efek.
Merek yang saya pakai Winsor&Newton Cotman. Awet sampai sekarang bentuk ujung kuasnya masih sama kayak di foto. Pakai merek Silver Brush dan Raphael juga sih, namun cukup mahal ya buat pemula. Intinya, kuas yang dipilih bener-bener menentukan hasil karya.
Kertas
Saya pakai kertas, bukan kanvas. Pertimbangan pertama, kertas lebih terjangkau harganya. Kemudian, kanvas terlalu memakan tempat. Saya nggak punya banyak tempat kosong tersedia untuk peralatan lukis saat itu (sekarang juga engga, sih). Ketiga, hmm, saya tidak suka efek permukaan kanvas terhadap tampilan akhir lukisan yang dibuat. Lagipula, tutorial-tutorial di YouTube lebih banyak mengajarkan pakai kertas. Saya hanya berusaha memudahkan diri sendiri pada hal yang masih bisa saya kendalikan, mengingat energi perlu disimpan untuk menghadapi keterbatasan-keterbatasan yang tidak bisa saya kendalikan.
Membicarakan kertas, kita tidak fokus ke merek, tapi ke gramasi (gsm/grams per square meter). Alias, seberapa tebal kertas tersebut. Dengan logika tersebut, semakin tinggi angka gsm-nya, berarti semakin tebal. Karena, semakin tebal suatu kertas, semakin kuat kertas tersebut untuk meng-handle air. Medium yang saya pakai adalah gouache, dengan mekanisme kerja mirip cat air (perlu air untuk megaktifkan dan mencampur warna). Kalau sembarangan pakai kertas, misal kertas HVS yang dipakai untuk nge-print, maka hasilnya akan membuat kamu merasa kamu nggak berbakat melukis: kertas keriting, cat tidak meresap (ngecembeng), warna tidak mau blending, dll, dst. Saran saya adalah beli kertas yang ada klaim Watercolor Paper, 300gsm, 100% cotton. Iqro adalah kunci!!! Tulisan-tulisan di sampul kemasan kertas bukan hiasan, tapi untuk kalian pelototi satu-satu. 300 kayaknya angka paling tinggi? Setidaknya yang value for money. Saya suka pakai 100% cotton karena lebih mudah menyerap cat dan tidak menimbulkan efek asam sehingga awet mempertahankan cerahnya warna untuk bertahun-tahun ke depan. Sudah banyak merek lokal dijual. Yang selama ini saya pakai untuk latihan adalah Baohong Academic Paper Pad (kayak buku, tapi 3 sisinya dilem sehingga tidak perlu beli selotip kertas untuk bikin border), banyak dijual di Shopee/Tokopedia. Sebentar lagi mau upgrade ke Hahnemuhle. Namun, saya baru merasa perlu setelah sudah bikin >200 karya lukisan. Sampai sekarang pun masih pakai Baohong.
Untuk permukaan kertas, ini murni preferensi yang diinginkan pada efek akhir lukisan. Saya sudah coba semua, dan yang paling cocok untuk latihan saya adalah hot press, aka permukaan paling mulus. Logikanya, sesuatu yang disetrika, bakal mulus dari segala kekusutan. Semua jenis permukaan bagus, sih. Nggak perlu pusing di hal ini.
Hal Lain
- Tidak perlu beli palet, apalagi yang ada jendol-jendol setengah lingkaran kayak yang kita pakai jaman SD/SMP/SMA. Benda itu hanya akan membatasi ketika mau nyampur warna, dan secara insting kita bakal mengeluarkan cat lebih banyak dari yang diperlukan. Pakai piring kertas (prop party)/papan ujian yang dilapisi plastik/piring keramik nganggur yang sudah tidak dipakai untuk makan lagi. Pokoknya, fokus ke pemilihan benda datar yang bisa jadi substitusi palet toko.
- Tidak perlu beli kontainer air, pakai saja wadah plastik bekas giveaway tengkleng/gulai dari boks aqiqah atau pakai bekas kopi susu/teh jumbo kalian. 1 wadah bisa dipakai bertahun-tahun hehe bahkan bisa kalian wariskan ke anak cucu.
So far, itu info-info yang bisa saya berikan. Melukis memang hobi mahal, tidak bisa dipungkiri. Tapi kita tetap bisa meningkatkan skill dengan optimal dengan berbagai strategi. Maklum, WNI. Kalau saya (yang pemalas dan mudah bosan ini) bisa, kalian pasti juga bisa.
Happy weekend, all!
No comments:
Post a Comment