Selamat sore teman-teman.
Sudah tiga hari saya menunggu
inspirasi menulis thesis untuk datang, tapi yang terjadi hanya menunda,
menunda, dan menunda. Oleh karena itu, saya putuskan lebih baik menulis review
novel saja. Siapa tahu habis ini writing
block akan hilang.
Kali ini, saya akan me-review novel
yang beberapa hari lalu saya tamatkan, The
Seven Husbands of Evelyn Hugo. Penulis dari novel ini tidaklah asing bagi
saya; Taylor Jenkins Reid. Novel beliau terdahulu yang berjudul After I Do,
meninggalkan kesan yang sangat mendalam bagi saya. Ngena dan nonjok banget.
Tamat novel itu, hati saya luka-luka.
Nah, nggak heran jika pada novel ini
saya memiliki ekspektasi yang cukup tinggi. Dan untungnya, ekspektasi itu dapat
terpenuhi.
The Seven Husbands of Evelyn Hugo bercerita tentang Monique Grant, seorang
jurnalis newbie di tabloid Vivant.
Suatu ketika, Monique mendapatkan kesempatan langka dan mustahil didapatkan
oleh jurnalis kasta sudra macam dia: mewawancarai aktris legendaris Evelyn Hugo
mengenai gaun-gaun ikoniknya yang akan ia lelang. Evelyn ini mungkin bagi kita
setara dengan Audrey Hepburn. Atau, lebih tepatnya sih, Marilyn Monroe. Di
masanya dulu, Evelyn adalah simbol dari kesuksesan, keseksian, dan skandal.
Tidak hanya filmnya saja yang diminati oleh masyarakat, intrik kehidupannya
juga selalu menarik untuk diikuti. Termasuk, ketujuh pernikahan yang ia jalani.
Kini, ketika Evelyn sudah menginjak
usia 80-an, ia mulai membuka dirinya kepada publik. Monique mungkin merupakan
satu-satunya jurnalis yang akan mewawancarai Evelyn sejak entah tahun kapan. Bagaimana
dan kok bisa, masih jadi misteri bagi Monique maupun pembaca.
Namun, ternyata bukan gaun yang ingin
dibicarakan oleh Evelyn, melainkan kisah hidupnya. Evelyn ingin mengungkap
rahasia yang selama ini ia simpan dalam sebuah biografi, dan ia hanya bersedia
memberikan kisah itu kepada Monique untuk ditulis.