Wednesday, 11 April 2018

Portal Baru untuk Menambah Ilmu: MEDIUM


Buat kalian yang ngikutin akun Instagram saya, pasti beberapa hari ini terganggu banget sama spam di Instastory. Mohon maklum ya, saya lagi kampung banget sama salah satu aplikasi super keren yang direkomendasikan teman. Namanya Medium. Jadi tuh, aplikasi ini semacam blog mini tempat orang-orang hebat menulis artikel (yang hebat pula!), berbobot tapi singkat. Tiap artikel diberi keterangan durasi bacanya, sekitar 5-15 menit. Buat kalian yang kzl baca Line Today yang isinya Ayu Ting Ting dan artikel abal dari so-called jurnalis bermodalkan screenshot instagram artis dan informasi cetek, sepertinya Medium adalah alternatif membaca yang lebih berfaedah!

Karena saya masih anak kemarin sore di dunia Medium, saya nggak bisa cerita banyak. Yang pasti, aplikasi ini ada fitur gratis dan upgrade berbayarnya (5 USD saja bosqu). Kalau kalian adalah sobat misqin macam saya, cukup waspadalah ketika memilih artikel yang mau dibaca. Pemakai fitur gratis diberi kesempatan baca artikel premium secara terbatas tiap bulannya. Dengan kata lain, kita harus hemat-hemat itu kuota baca gratis. Selektif dalam memilih, sehingga kamu mendapatkan value lebih tanpa membayar.

Sebenarnya ya, kalaupun kuota baca gratis kalian habis, masih ada ribuan artikel berkualitas yang bisa kamu baca. Yang saya suka dari Medium adalah kemampuan algoritmanya yang kece dalam menyimpan informasi dari artikel-artikel yang sudah saya baca sebagai “preferensi” dan ke depannya mereka bakal memilihkan artikel-artikel yang sejenis. Jadi tiap buka aplikasi ini, saya selalu disambut sama artikel yang memang pengen saya baca. Nggak perlu banyak skip atau scroll. Katakan selamat tinggal ke Ayu Ting Ting dan artikel nanggung!

Berikut beberapa artikel yang jadi favorit saya minggu ini:

-Tulisan Ryan Holiday berjudul How to Digest Books Above Your “Level” and Increase Your Intelligence. Mr. Holiday mengajak kita untuk bablas baca buku-buku yang waktu pertama baca, kita berasa roaming gitu saking nggak nyandak ini otak. Karena ternyata, buku-buku semacam itulah yang memaksa otak kita untuk workout (beliau mengibaratkan otak kita sebagai otot yang perlu dituntut untuk angkat barbel berat biar bisa benar-benar kuat dan terlatih untuk mengangkat beban jauh lebih berat dari kemampuan sebelumnya). Beliau juga menyarankan untuk menandai bagian-bagian penting, jangan takut kalau bukumu penuh coretan dan enggak sempurna lagi, karena yang penting adalah kamu benar-benar mengerti apa inti dari buku tersebut. Kalau sudah tamat, baca ulang deh bagian-bagian yang ditandai tadi. Hasil nyata berupa pemahaman mendalam dari membaca kritis itu adalah “keuntungan” yang sebenarnya kamu bayarkan ketika membeli sebuah buku.


-Tulisan Kris Gage berjudul You’re Not Unmotivated—You’re Afraid. Bersyukur banget saya nemu artikel ini karena benar-benar nge-boost rasa percaya diri. Di sini mata saya terbuka selebar-lebarnya, kalau alasan selama ini suka menunda pekerjaan adalah ketakutan yang kadang nggak masuk akal kalau saya itu enggak mampu (padahal ya sebenarnya bisa dicapai dengan usaha ekstra) dan terlalu memikirkan pendapat orang lain. Kalau dilihat dari kacamata orang lain, saya itu tampak pemalas dan menyepelekan tugas. Makin tertekan mental saya ini. Sudah seperti lingkaran setan lah pokoknya. Dengan sedikit demi sedikit berhenti takut, saya bisa menyelesaikan tugas yang selama ini tertunda.  


-Teranyar dari Kris Gage lagi, berjudul The Only 3 Things I Need in a Partner. Dia membahas tentang 3 karakteristik penting yang harus dimiliki partner hidup kita. Meskipun fisik dan materi masuk akal banget buat dipertimbangkan, sebenarnya dalam jangka panjang dua faktor itu nggak guna kalau pasangan kita kurang dalam 3 hal ini: stabilitas emosional, kemampuan berpikir kritis, dan kenyamanan layaknya persahabatan. Paling makjleb bagi saya poin pertama sih, dimana yang dimaksud tentang stabilitas emosional sepenangkepan saya adalah jangan sampai kita dapet pasangan yang masih labil, menye, cemburuan nggak jelas, dan insecure. Kita harus memilih seseorang yang berpemikiran dewasa. Selain mengayomi, tipe seperti itu bakal sangat menghemat kewarasan kita, because who has time babying a whiny little brat? Saya sudah tahu dari dulu tentang preferensi ini, cuma baru kali ini tersadar betapa pentingnya hal ini “dituliskan” dan dibaca oleh orang banyak KARENA TERNYATA BANYAK YANG NGGAK TAHU HHHHHH KZL. Baca deh kalian para adik-adik unyu. It’ll save so much of your energy, tears, and sanity.


Dari Medium saya benar-benar sadar kalau ternyata orang yang cerdas, bijak, dan nggak pelit untuk berbagi itu luar biasa banyak dan saya hanyalah setitik debu yang nggak pantas buat sok pelit ataupun sok pintar. Ilmu kehidupan itu sangat luas dan kita sebagai seorang yang berakal memang harus selalu belajar biar value diri meningkat. Biar efektif, kita memang membutuhkan aplikasi semacam Medium buat “memilihkan” artikel super ringkas dan bisa diakses kapan pun dan dimana pun. Nggak perlu beli buku, nggak dituntut buat bayar juga. Kurang enak apa hidup di zaman secanggih ini?

No comments:

Post a Comment