Wednesday, 18 November 2020

Progress Membaca Bulan November 2020 (Sejauh Ini)

Rasanya aneh tidak menulis blogpost setelah sebelumnya cukup rajin "laporan" di sini. Mau gimana ya, kenyataannya memang belum ada buku yang saya tamatkan lagi. Jadi, sekarang saya mau cerita saja buku-buku yang lagi terbaca. Kondisinya memang belum pada tamat, jadi beberapa pendapat mungkin bisa berubah suatu hari nanti:


Monday, 2 November 2020

[Review Buku] The Searcher oleh Tana French, The Room-maid oleh Sariah Wilson, dan The Unhoneymooners oleh Christina Lauren

Better done than perfect. Di awal Bulan November ini, saya mau merekap buku-buku yang sudah terbaca tapi belum diulas pada Bulan Oktober dalam satu postingan. Semuanya fiksi. Dan semuanya berkesan. 


Saturday, 24 October 2020

[Review Buku] Mexican Gothic oleh Silvia Moreno-Garcia


Oke. Karena saya lagi dapat sedikit udara segar dan juga lagi istirahat dari kegiatan melukis (biar nggak burnout), saya mau cerita saja tentang novel yang saya tamatkan sebelum membaca The Invisible Life of Addie LaRue, yaitu Mexican Gothic.


Wednesday, 21 October 2020

[Review Buku] The Invisible Life of Addie LaRue oleh V. E. Schwab

Kemarin saya sempat bilang kalau novel yang bagus adalah yang bisa bikin saya peduli sama karakternya. Ternyata, sekarang saya menemukan tingkatan di atasnya lagi, yaitu novel yang bisa bikin saya mempelajari passion dari karakter dalam buku dan mencobanya! Benar-benar berinvestasi pakai uang dan waktu, memulai dari nol dan berbodoh-bodoh ria sampai akhirnya bisa merasakan kepuasan batin yang dialami karakter.


Thursday, 8 October 2020

[Review Buku] Beach Read oleh Emily Henry


Beach Read adalah novel genre romance-comedy yang baru saja saya tamatkan. Premis ceritanya tentang dua penulis rival, January Andrews dan Augustus “Gus” Everett, yang “kebetulan” bertemu kembali setelah January pindah ke North Bear Shores, Michigan. January mewarisi beach house milik ayahnya yang (1) baru ia ketahui keberadaannya setelah ayahnya meninggal dan (2) dibeli untuk “memfasilitasi” kehidupan rahasia sang ayah dengan selingkuhannya. Sebagai anak kesayangan yang selama ini menganggap ayahnya sosok sempurna, penemuan tersebut sungguh mengguncang January hingga ia sulit untuk menulis novel kelimanya. She’s dealing with betrayal on top of massive grief, hal yang benar-benar berseberangan dengan tema bubbly, feel-good story, with a touch of happily ever after ending, kiblat tunggalnya dalam menulis.

Sunday, 4 October 2020

[Acara TV] Three Meals a Day: Fishing Village 5


Three Meals a Day termasuk acara ragam Korea yang rutin saya ikuti tiap tahun. Konsep acara ini adalah sekelompok selebriti ibukota yang tinggal di desa terpencil selama beberapa hari dan harus menopang hidup mereka (makan 3x sehari) dari hasil bekerja di sana. Jika lokasinya di gunung, berarti mereka harus berkebun, jadi buruh tani, atau usaha-usaha lainnya. Jika lokasinya di pulau, mereka kemungkinan bergantung besar pada hasil melaut dan hasil kebun. 

[Review Buku] The Guest List oleh Lucy Foley


Pemilihan novel ini sebenarnya spontan saja: saya buka situs Amazon Book, klik Best Book of the Month, pada “by Category” memilih Mystery and Thrillers, dan menyeleksi yang kira-kira ratingnya masih tinggi meskipun yang menilai banyak. Sebelumnya tidak pernah tahu Lucy Foley sebagai penulis, tidak fanatik juga dengan genre thriller. Hanya blind faith sambil berdoa…. PLEASE (!!!) jangan kecewakan saya seperti buku yang terbaca sebelumnya.

Dan memang buku ini sama sekali tidak mengecewakan.

Friday, 2 October 2020

[Review Buku] The Tea Room on the Bay oleh Rachel Burton


The Tea Room on the Bay merupakan novel contemporary yang menceritakan tentang Eloise Caron (Ellie) yang memiliki The Two Teas, sebuah kafe teh artisan sukses di Sanderson Bay. Ellie yang sebelumnya merupakan mahasiswa PhD di York University “kabur” ke kota kecil dan membeli kafe milik Paman-Bibinya setelah Marcus, mantan pacarnya, mendadak memutuskan hubungan dan “mencari jati diri” ke Thailand. Tipikal kota kecil dengan masyarakat yang akrab satu sama lain, kafe milik Ellie melengkapi kehidupan warga Sanderson Bay dalam beraktivitas. Keinginan Ellie untuk membangun hidup baru yang lebih baik pun makin terpenuhi ketika Ben Lawson, lelaki tampan bermata abu-abu, datang berkunjung ke Sanderson Bay.

Friday, 7 August 2020

[Review Buku] The Story of More oleh Hope Jahren

Bill Gates baru saja mempublikasikan artikel di websitenya yang berjudul “COVID-19 is Awful. Climate Change Could be Worse.” Jika kalian punya waktu luang, saya sangat menyarankan untuk membacanya.

Saturday, 9 May 2020

A Life Update

Selamat siang dari Pangandaran.

Hari ini saya libur. Jadi, bisa menyisihkan sebagian waktu untuk menulis. Mungkin belum banyak yang tahu, tapi selama beberapa bulan ini saya bekerja sebagai PA salah satu mantan Menteri Indonesia. Jauh sebelum COVID-19 menelan banyak korban, Ibu sudah berinisiatif untuk melakukan social distance, sehingga sudah cukup lama kami WFFH, Work from ((Her)) Home, sibuk bekerja sambil tetap aktif belajar di kediamannya.  

Tuesday, 11 February 2020

[Review Buku] Alone in the Kitchen with an Eggplant diedit oleh Jenni Ferrari-Adler


Alone in the Kitchen with an Eggplant: Confessions of Cooking for One and Dining Alone adalah sebuah antologi yang direkomendasikan Goodreads berdasarkan alrogitma histori bacaan saya. Karena judulnya menarik dan sedikit bersinggungan dengan kehidupan yang saat ini saya jalani, akhirnya saya memutuskan untuk membacanya.

Buku ini berisi “pengakuan” beberapa penulis tentang kebiasaan mereka ketika makan sendirian. Ada yang membencinya, ada yg menunggu-nunggu saat ini tiba, ada yang hanya bisa bermimpi melakukannya karena tuntutan keluarga, ada yang lukewarm saja, dan persepsi-persepsi jujur lainnya. Mau penulis besar atau penulis kecil, semua pendapat mereka valid. Sudut pandang mereka menguji kemampuan saya untuk memposisikan diri di "sepatu" milik orang lain.

Friday, 24 January 2020

[Review Buku] My Year of Rest and Relaxation oleh Otessa Moshfegh


Semingguan ini saya nemu buku aneh-aneh deh. Setelah tamat Convenience Store Woman (novel Jepang pendek, habis dalam sekali rebahan), saya memutuskan untuk lanjut ke My Year of Rest and Relaxation yang meskipun sekilas tampak seperti memoar, rupanya adalah sebuah novel juga. Tidak disebutkan sama sekali nama protagonis/narator di novel ini, sehingga saya cukup bingung gimana cara menyebut protagonisnya dalam ulasan ini. Pakai sebutan "narator" saja, ya.

My Year of Rest and Relaxation menceritakan tentang keinginan sang narator untuk melakukan hibernasi selama setahun penuh. Karena dia yatim piatu dan memiliki lingkaran pertemanan yang sangat sempit, tidak ada yang menghalanginya untuk melaksanakan proyek gilanya tersebut. Pertemuannya dengan dr. Tuttle, psikiater kurang laku yang tidak memegang teguh kode etik dokter, memudahkan jalannya untuk mengakses obat-obatan yang ia butuhkan untuk tidur lelap tanpa dicurigai perusahaan asuransi kesehatan ataupun pihak apotek. Sehingga, bring it on, I guess?

Wednesday, 15 January 2020

Buku Terbaik Versi Nukhbah Sany Tahun 2019

Pencapaian membaca tahun 2019 bisa dibilang sangat memuaskan. Di tahun 2019, saya menetapkan beberapa resolusi membaca, antara lain (1) sebisa mungkin mengulas buku yang sudah ditamatkan di blog, (2) quality over quantity dalam hal memilih bacaan, dan (3) mulai mengeksplor berbagai genre nonfiksi. Berkat konsistensi menjalankan resolusi tersebut—dibantu dengan iPad dan beberapa pihak memberi saya hadiah dalam bentuk buku—saya berhasil menamatkan 66 buku. 

Jawaban atas "Kok bisa sih punya waktu buat baca buku segitu banyak?" adalah, "Saya menyempatkannya."

Resolusi nomor satu sudah saya upayakan semampunya, sehingga postingan di blog tahun 2019 jadi jauh lebih banyak dari tahun sebelumnya. Berkat resolusi kedua, saya jadi semakin selektif dalam membeli buku. Tidak ada lagi timbunan buku baru menggunung yang terabaikan di rak, dan hal tersebut secara signifikan membuat hati lebih plong. Berkat resolusi ketiga, saya berhasil keluar dari jerat reading slump, bahkan saat ini masih jatuh cinta setengah mati dengan genre memoar dan biografi sejarah dari tokoh-tokoh penting. Sepertinya, saya akan menerapkan kembali ketiga resolusi membaca tersebut di tahun 2020. Dengan tekanan yang lebih ringan, karena waktu luang sudah tidak sebanyak tahun lalu.

Dari 66 buku yang terbaca di tahun 2019, ada segelintir kecil yang berhasil mendapatkan predikat 5 bintang. Setelah saya pikir-pikir lagi, buku yang mendapat predikat bintang 5 bukanlah buku yang saking berkesannya, membuat saya kepikiran berbulan-bulan setelah ditamatkan. Buku dengan predikat 5 bintang adalah buku yang membantu saya di saat yang tepat. Biasanya saya baca untuk kepentingan rekreatif, namun khusus bagi mereka, fungsinya lebih kepada praktikal—membimbing saya untuk menjalani hidup yang lebih baik saat menghadapi suatu masalah atau saat mandeg di situ-situ saja. Jika disuruh baca ulang, paling saya tidak akan kasih 5 bintang lagi, karena saat ini statusnya sudah move on, sudah punya masalah baru yang memerlukan pemecahan dari buku lain. Oleh karena itu, besar kemungkinan buku 5 bintang versi saya belum tentu akan jadi 5 bintang versi kalian.

Saturday, 11 January 2020

[Review Buku] Who Thought This Was a Good Idea? oleh Alyssa Mastromonaco

Hari ini saya nganggur. Karena bingung mau ngapain yang nggak perlu buang uang, akhirnya memutuskan untuk anteng di rumah sambil Konmari lemari baju. Lumayan, jadi agak mabok uap setrikaan. Siapa kemarin yang ngaku anak minimalis? NOT me, because clearly I’ve been hoarding all the clothes that I could get. Ya gimana, tiap stres, mampirnya ke toko kain. Kainnya terus sampai ke tukang jahit. Sejak terakhir melakukan Konmari, lemari saya sudah penuh tumpukan lagi. 


Lemari sudah rapi, baju yang tidak spark joy sudah dipisahkan, jadi sekarang saya bakal cerita soal buku yang terakhir ditamatkan saja. 2020 diawali dengan baik oleh memoar milik Alyssa Mastromonaco, berjudul Who Thought This Was a Good Idea? And Other Questions You Should Have Answers to When You Work in the White House. Mastromonaco adalah salah satu orang penting di balik kesuksesan karir Barack Obama dari jaman masih jadi Senator hingga mencalonkan diri sebagai presiden Amerika Serikat periode kedua, sehingga poin jualan buku ini memang: “Seperti apa sih rasanya kerja bareng Obama?”

Wednesday, 8 January 2020

Masa Depan Blog Ini

Berkali-kali saya memikirkan baiknya blog ini dihapus atau dianggurkan saja. Tentu dilihat dari berbagai alasan. Pertama, saya sudah tidak bisa meluangkan waktu sebanyak dulu untuk membaca atau mengulas buku. Kedua, sepertinya sudah terlalu lama saya main di media blogspot. Pindah ke platform lain apa ya? Ketiga, dan ini yang paling bikin pusing, saya merasa banyak hal telah berubah. Dari mulai pandangan saya tentang penulis yang dulu dikagumi namun saat ini sudah tidak bisa sepemikiran lagi (Colleen Hoover, Sarah Dessen, Rhenald Kasali, dll, dst) hingga keinginan egois untuk membaca murni sebagai media refreshing tanpa ingin mengkritisi konten di dalamnya.

Perubahan menuju lebih baik tentu harus kita sambut tetapi punya jejak yang mengingatkan kita pernah berpemikiran ngawur di masa lalu cukup bikin saya terganggu. Namun pada akhirnya, saya memutuskan untuk mempertahankan blog ini apa adanya. Seperti isi jurnal harian yang dengan telaten saya tulis sejujur-jujurnya beberapa tahun ini, postingan blog terdahulu membuktikan bahwa saya telah berhasil bertumbuh dewasa. Ada sekelebat perasaan bangga muncul ketika scrolling ke belakang dan melihat besarnya dedikasi yang saya kerahkan untuk mendokumentasikan sebagian pengalaman membaca buku-buku yang, tentunya, memiliki andil besar dalam membentuk diri saya saat ini. Asalkan tidak dimaknai out of context, saya rasa tidak mengapa membiarkannya.

Saya akan sesekali mampir untuk upload ulasan buku yang berhasil ditaklukkan di sela-sela aktivitas. Tidak bisa sesering tahun 2018 silam yang bisa upload setidaknya sekali seminggu. Untuk yang dulu langganan mampir ke blog saya demi konten fiksi, saya mohon maaf sebelumnya, karena sungguh sulit memilih fiksi yang tidak problematic saat ini. Kalaupun ketemu, biasanya saya baca sebagai media rekreatif jadi tidak banyak yang bisa disampaikan di sebuah ulasan. Jadi, bakal ada ketimpangan antara ulasan buku nonfiksi dan fiksi. 

Satu lagi. Saya bukan pengulas buku profesional, jadi apa yang saya ceritakan ke kalian lebih condong ke perasaan saya ketika membacanya. Tergantung dari mood atau kondisi saya saat itu, hasilnya tidak akan bisa setara dengan kolom ulasan buku di media massa. Dan saya akan tetap mempertahankan gaya seperti itu. After all, this blog is another form of my journal.


Rasanya cukup sekian dulu ocehan dari saya. Senang bisa berbagi pengalaman membaca selama lebih dari 5 tahun di blog ini ke kalian. Here’s for many years to come (I hope).