Friday, 4 April 2014

[Book Review] The Summer I Turned Pretty by Jenny Han

The Summer I Turned Pretty  (Summer #1)
penulis Jenny Han
276 halaman, Young Adult/Realistic Fiction
Dipublikasikan 5 Mei 2009 oleh Simon & Schuster (Bahasa Inggris), diterjemahkan oleh Gradien Mitratama
 
It was a summer I would never, ever forget. It was the summer everything began. It was the summer I turned pretty. Because for the first time, I felt it. Pretty, I mean. Every summer up to this one, I believed it’d be different. Life would be different. And that summer, it finally was. 

Seri The Summer I Turned Pretty sebenarnya sudah lama sekali nganggur di e-readerku. Dan berhubung akhir-akhir ini Semarang panasnya bukan main, hampir 37 derajat, aku rasa ini waktu yang tepat untuk membangun suasana musim panas (alasan macam apa ini). 

Bagi Isabel (atau yang lebih sering dipanggil Belly), musim panas adalah saat yang paling ia tunggu dalam hidupnya. Sejak ia kecil, tiap tahun ia selalu menghabiskan musim panas di beach house keluarga Fisher. Bersama ibu dan kakak laki-lakinya, mereka menikmati musim panas bersama Susannah dan dua anak laki-lakinya; Conrad dan Jeremiah. Ibunya dan Susannah sudah bersahabat semenjak remaja, dan dengan kondisi Susannah saat ini…. ibunya tidak tega meninggalkan Susannah sendirian.

Tapi musim panas kali ini berbeda. Belly sudah berusia 15 tahun. Hormon-hormon sudah mulai terlibat. Baik secara mental maupun fisik, Belly sudah mulai dewasa dan bukan sekadar anak-anak lagi. Dia jadi ingin diperhatikan, terlibat, pokoknya diikutkan dalam segala kegiatan cowok-cowok itu. Terutama oleh Conrad. Belly sudah naksir Conrad sejak duuuuuuuuulu banget, sayang sekali yang didapet sama Belly cuma sakit ati, sakit ati, dan sakit ati *kunyah sandal*.

Ngomong-ngomong nih, musim panas kurang afdol dong kalo nggak ada cowok-cowoknya. Selain Steven (kakak Belly), ada Conrad Fisher dan Jeremiah Fisher. Kakak-adik itu memiliki kepribadian yang berlawanan. Di mana Conrad itu pendiam, tertutup, sedangkan Jeremiah sangat periang, easygoing, dan selalu membuat orang-orang di sekitarnya tertawa. Bagaimana pun tingkah mereka bertiga, Belly tetap jadi kesayangan mereka. Bahkan Susannah bilang bahwa salah satu dari kedua putranya bakal jadi pendamping Belly nanti. Tapi masalahnya, yang mana?


Alasanku untuk menunda membuat review ini begitu lama adalah karena aku masih terombang-ambing apakah aku menyukai atau membenci novel ini. Walaupun aku hanya butuh sehari untuk menamatkannya. Serius. Segera setelah aku mencapai halaman terakhir, aku udah positif suka sama novel ini. Tapi……. setelah dipikir berkali-kali, ada banyak sekali lubang yang sebenarnya bikin aku terganggu.
 
Semisal, heroine kita ini sedang dalam masa pencarian jati diri. Intinya, Belly itu manja, egois, dan serakah. Sangat, sangat serakah. Dia jatuh cinta dengan Conrad, dia juga suka sama Jeremiah, tapi dia malah pacaran sama Cam Cameron.
 
He stepped closer to me. “One minute you like me. Then Cam…” Conrad paused. “And then Jeremiah. Isn’t that right? You want to have your cake and eat it too, but you also want your cookies, and your ice cream….”

Conrad. Awalnya aku suka sama dia. Agak deg-degan gitu waktu ia pertama kali muncul. Sayangnya  dia ikut andil besar dalam kelabilan Belly. Kadang dia luar biasa perhatian sama Belly, terus nggak lama kemudian dia jadi tiba-tiba jadi menjauh dan galak. Intinya, kalau deket-deket sama Conrad, Belly seperti melayang tinggi terus langsung dibanting ke tanah. Sedih mulu bawaannya. Duh cowok macem itu sebenernya aku nggak suka banget (IYA IYAAAA, NANTI DI BUKU TIGA KETAHUAN). Tapi ya Belly-nya juga sih yang ndempel terus. Aku kudu piye :/
 
We sat around the kitchen table picking off of foil-covered plates. Conrad kept sneaking looks at me, and every time I looked back, he looked away. I’m right here, I wanted to tell him. I’m still here.

Dan aku keganggu banget sama nama panggilan Belly. Ciyus deh. Isabel kan nama yang cantik, kenapa jadi Belly? Terus Jeremiah juga sukanya manggil Belly-button? Ewh. 

TAAAAAAAPIIII aku merasakan keterkaitan mendalam dengan Belly. Setiap resah dan gundah yang dia rasakan, bisa tersampaikan dengan sangat baik hingga aku serasa ditendang sambil mikir…… YA AMPUN INI AKU BANGET WAKTU MASIH JAMAN LABIL DULU TROLOLOLOL. Beneran deh. Aku bisa “ngerti” kenapa dia merasa kesepian, tersingkir, atau jatuh cinta diam-diam. Aduh. If someone knew middle-grade-Sany, please forgive me XD.

Ledakan perasaan besar terjadi ketika Steven harus meninggalkan beach house lebih awal untuk urusan universitas baru. Itu aku tau banget gimana perasaan Belly. Ketika Steven pergi, seolah-olah keseimbangan beach house itu hilang. Tidak ada penengah lagi antara Belly, Conrad, dan Jeremiah.
 
For me there was—is—nothing better than walking on the beach late at night. It feels like you could walk forever, like the whole night is yours and so is the ocean. When you walk on the beach at night, you can say things you can’t say in real life. In the dark you can feel really close to a person. You can say whatever you want.

Karena ini adalah summer read, makanya aku tidak terlalu berekspektasi kalau ceritanya bakal “wah” banget. Ceritanya ringan, khas summer read pokoknya, makanya bisa cepat tamat. Aku selalu suka suasana musim panas, dan aku bakal lanjut baca buku keduanya.

“Things couldn’t stay the same forever.”

2 comments:

  1. Jadi inti ceritanya soal cinta yang kayak gimana? hem, kebanyakan dipaparkan tokoh-tokohnya nih. atau emang masalahanya enggak ada? hehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah maaf, kalau aku paparkan terlalu jelas nanti takutnya spoiler :p
      Intinya, di musim panas tahun ini Belly makin jatuh cinta sama Conrad dan naksir sama Jeremiah. Tapi dia malah pacaran sama Cameron. Belly sebenarnya tau siapa yang sebenarnya dia pengenin (Conrad), tapi sifat Conrad sendiri selalu bikin bingung Belly.
      Memang kisahnya bukan tipe yang masalah muncul dan langsung terselesaikan di akhir buku, tapi lebih ke pengalaman musim panas Belly. Di seri ini masih ada 2 buku lanjutannya kok :)
      Terima kasih pertanyaannya :)

      Delete