Saturday, 29 March 2014

[Book Review] The Book of Broken Hearts

The Book of Broken Hearts
penulis Sarah Ockler
352 halaman, Young Adult/ Realistic Fiction
Dipublikasikan 21 Mei 2013 oleh Simon Pulse

I, Jude Hernandez, vow to never, ever, under any circumstances within or outside of my control, even if the fate of humanity is at stake, even if my own life is threatened, get involved with a Vargaz.



Jude belajar dari ketiga kakak perempuannya bahwa laki-laki dari keluarga Vargaz adalah heartbreaker sejati. Dua orang dari mereka sudah membuktikannya. Kakak-kakaknya bahkan punya satu buku keramat, The Book of Broken Hearts, yang berisi kepingan-kepingan kenangan tentang barang-barang yang terlalu menyakitkan untuk dilihat lagi (Vargas’s involved) dan segala hal tentang masa remaja mereka. Karena waktu itu Jude masih berumur 12 tahun, maka Jude tidak termasuk di dalamnya. Jude berusaha keras agar ketiga kakaknya menganggap ia masuk ke dalam lingkaran, salah satunya dengan ikut bersumpah bahwa ia tidak akan berurusan dengan satu Vargas pun.

Tapi ia harus melanggar sumpah itu beberapa tahun kemudian karena satu-satunya orang yang dapat membantunya adalah Emilio Vargas. Jude sedang berusaha mencari mekanik yang ahli dan murah untuk memperbaiki Harley Davidson ayahnya yang selama ini teronggok di garasi. Alasan Jude melakukan itu karena sang ayah (Papi) menderita Alzhemeir stadium awal, dan penyakit itu menggerogoti kenangannya sedikit demi sedikit. Ia berharap dengan mengembalikan Harley itu hingga bisa berjalan lagi, ia akan “memperkuat” landasan ingatan ayahnya. Karena mata ayahnya selalu berbinar ketika ia mengenang masa-masa kejayaannya sebagai pengendara motor gede yang keliling Amerika bersama komunitasnya.


Jangan. Pernah. Sekalipun. Bersumpah. Ketika bahkan kamu belum bisa mikir lurus. Maksudku, siapa sih yang bikin sumpah di usia 12 tahun? Kakak-kakaknya lagi nih, kalau emang sakit hati sama seseorang ya jangan nge-judge semua keluarganya sampe ke anak-cucunya lah. Dan jangan ngeboikot orang-orang buat ikutan benci sama mereka juga. Ugh pites juga nih! (ebentar, kok jadi emosi sendiri sih).


No family was immune to heartbreak, and it wasn’t my business to go mucking around in someone else’s.

Aku sudah pernah ngobrol dengan beberapa temanku tentang penyakit Alzhemeir (pernah nonton Moment to Remember? Try it). Penyakit ini bukan hanya menyakiti penderitanya, tetapi juga keluarga dan orang-orang tersayang. Seperti Jude lah, siapa sih yang tega ngirim ayahnya sendiri ke tempat orang-orang berkebutuhan khusus? Padahal orang rumah tidak ada yang bisa mengawasi dia 24/7 kan? Juga ada fakta menyedihkan tentang penyakit Papi untuk seluruh keluarga Fernandez.


Lama-kelamaan aku jadi suka sama Jude. Dia sayaaaang sekali sama ayahnya. Cuma dia yang mau menghabiskan musim panas untuk menjaga Papi. Apa pun bakal ia lakukan agar memperlambat penyakit Papi. Agar Papi tidak terlalu sering kambuh. Aku sedih :( tapi aku bersyukur juga karena ayahku sehat :”)

Aku rasa novel ini cukup bagus, terlepas dari Jude yang kadang mencoba ngelucu tapi jatohnya garing. Tapi Jude, Please? Ngapain kamu maksa pake baju lungsuran kakak-kakakmu yang bahkan nggak muat?

Don’t sit around and… I don’t know. Don’t settle for stuff. That’s pretty much the only thing I learned in life. You see something, some chance for something great, you take it. You grab your keys and jump on your bike and go, no regrets.

Dan Emilio…… AW EMILIO!!!  


He was right—we only had this one life. We could wish for the past all day long. We could look at old pictures and tell ourselves the same old stories, but they were just that—stories. Memories. They happened. And maybe they were wonderful and amazing, and maybe they changed our lives in ways we’d never be changed again, but they no longer existed. By the time we stopped to reflect on the moment, it was gone, and another one was instantly upon us, also destined to pass.

No comments:

Post a Comment