Things We Know by Heart
penulis Jessi Kirby
304 halaman, YA/ Death
Rating:
Dipublikasikan 21 April 2015 oleh
Harper Teen
Alone. I've felt that way for so long.
400 hari sejak kematian Trent karena kecelakaan, Quinn
masih saja diliputi duka dan seolah berhenti menikmati hidup. Dia tidak mendaftar kuliah, berhenti nongkrong bareng teman-temannya, dan menghabiskan waktu hanya untuk menghitung hari-hari pasca kematian Trent. Satu-satunya hal
yang membuatnya bertahan adalah 4 orang penerima donor yang masih berhubungan
baik dengannya dan keluarga Trent. Melalui mereka, Quinn merasa bahwa Trent
masih “ada”. Dia merasa lebih bisa menerima bahwa walaupun dia harus kehilangan Trent, banyak orang yang terselamatkan karenanya.
They say time
heals all wounds, but meeting those people that afternoon—a makeshift family of
strangers brought together by one person—healed more in me than all the time
that passed in the days that had come before.
Trent menyumbangkan 5 organ tubuhnya ketika meninggal. Dari
kelima penerima donor itulah, hanya 4 orang yang bersedia untuk “menjangkau”
pihak keluarga pendonor. Sang penerima organ jantung, tidak pernah membalas
surat yang dikirim Quinn. Awalnya Quinn berusaha mengabaikan perasaan
mengganjal ini, tapi lama-kelamaan dia tidak tahan dengan misteri sang penerima
organ paling penting bagi Trent ini.
Dimulai dari investigasi kecil-kecilan di internet selama
berbulan-bulan dengan mencocokkan semua data yang ada, Quinn akhirnya bisa
menemukan sang penerima donor. Pencariannya menuntun Quinn ke sebuah blog milik
seorang gadis, yang menceritakan kisah perjuangan sang adik, Colton Thomas,
melawan penyakit jantung yang ia derita. Yang hampir merenggut nyawanya, kalau
saja organ donor tidak segera tiba. Operasi
sukses, dan kini Colton sudah pulih serta menjalani kehidupan yang nyaris
normal. Dan tinggal tidak jauh dari Quinn berada.
Seharusnya Quinn berhenti di situ. Tapi dia merasa dia
harus melihat Colton, walaupun dari jauh. (Dari kepo, Quinn ini
berubah jadi stalker). Namun takdir rupanya
menuntunnya untuk mengenal secara dekat siapa sebenarnya penerima jantung Trent
ini.
For so long, I was the one with his heart. I just
need to see where it is now.
Sejak awal saya merasa kesulitan untuk menyatu dengan
cerita. Banyak sebenarnya yang menyebabkan saya kurang sreg. Yang paling
mengganggu adalah sifat Quinn yang mencintai secara berlebihan, bahkan ketika orang
yang dicintainya sudah tiada (dia bahkan menyebut dirinya sebagai 18-year-old widow. Hmpfh). Cintanya,
membuat dia melanggar beberapa batas (bahkan hukum!) yang mungkin bisa saja
menyeretnya ke masalah serius. Hal itu pula, yang membuat hubungan yang
dimiliki Quinn dan Colton ini bisa dibilang berlandaskan kebohongan besar—atau rahasia,
kalau mau dipandang sebagai hal positif. Karena Quinn sejak awal tidak mengaku
siapa sebenarnya dia, dan Colton selalu menyembunyikan fakta bahwa dia pernah
sakit dan selalu sembunyi-sembuyi ketika waktu minum obat tiba. Kebohongan/ rahasia/ whatever ini bikin saya
bertanya-tanya, jadi yang disuka sama Quinn dari Colton sebenarnya apa? Karena Colton
membawa jantung orang yang pernah dicintainya, atau karena lama-kelamaan dia
mengenal Colton dan mulai membuka dirinya untuk menjalani kembali hidup dengan
bantuan Colton?
As hard as we both tried, and as much as we both wanted
it to be otherwise we are made of our pasts, and our pains, our joys and our
losses. It’s in the very fibers of our beings. Written on our hearts. The only
thing we can do now is listen to what’s in them.
Tapi yang aneh di sini, saya bisa memaklumi sifat Quinn
dan lanjut baca sampai tamat. Bahkan menikmatinya! What the heck is wrong with me? Kalau buku lain, pasti sudah saya
DNF-kan dan pindah ke judul lain.
Mungkin alasan utama saya bisa betah adalah gaya
penulisan Jessi Kirby ini bagus. Luar biasa bagus. Saya bisa merasakan
ketenangan mengalir dari kata demi kata yang dia tulis. Membaca buku ini, menenangkan
sekaligus membangkitkan emosi-emosi dari dalam diri saya. Nah, nggak semua
penulis bisa menciptakan efek seperti itu ke para pembacanya. Dan please,
jangan baca buku ini di publik. Emotional
breakdown ain’t pretty.
Things We Know by Heart…. benar-benar sepadan dengan
penantian yang saya berikan. Tapi dibandingkan karya Jessi Kirby yang lain,
buku ini bukan merupakan yang terbaik. Bagi yang ingin mengenal karya-karya
Jessi Kirby, saya sarankan untuk memulai dari buku lain terlebih dahulu.
Golden? Moonglas? In Honor? Take your
pick!
No comments:
Post a Comment