Lola and the Boy Next Door by Stephanie Perkins
338 pages, Young Adult
“And she had that grace and poise and confidence.” I push my shoulders back. “And that perfect shiny hair. That perfect skin.”“Perfect is overrated. Perfect is boring.”I smile. “You don’t think I’m perfect?”“No. You’re delightfully screwy, and I wouldn’t have you any other way. Drink your tea.”
Lola tidak menganut
fashion, ia percaya pada kostum. Tidak pernah ia memakai kostum yang sama dua
kali. Baginya, kostum menggambarkan bagaimana suasana hati dan perasaannya.
Jadi sudah bukan hal aneh lagi bagi keluarga dan teman-temannya jika Lola
muncul dengan baju penuh glitter dan wig warna-warni.
Kerumitan itu pun
berlaku pada hubungannya dengan Max. Kedua ayahnya (iya, Lola punya dua orang
ayah) tidak menyukai Max yang bertato dan anggota band dan beberapa tahun lebih
tua dari Lola. Oleh karena itu setiap hari Minggu mereka “menyiksa” Max waktu dia ngapel :)))))
Tapi semuanya berubah
ketika tetangga baru mereka datang—atau tepatnya, kembali—dan menempati rumah
kosong di sebelah rumah Lola. Keluarga Bell sering berpindah-pindah mengikuti
karir anak mereka Calliope Bell—satu dari si kembar—sebagai atlet.
Namun bukan Calliope
yang Lola khawatirkan, melainkan saudara kembarnya, Cricket Bell. Kenangan yang
susah payah harus ia kubur muncul kembali dan membuatnya gelisah. Apalagi kamar
Cricket tepat berada di seberang kamarnya.
***
Novel ini adalah
kelanjutan dari Anna and the French Kiss, tapi dari sisi Lola. Nah buat
penggemar Anna-St. Clair (termasuk saya!!) masih bisa loooooh mengikuti
kelanjutan hubungan mereka yang happy ending ini di sini. Karena Lola bekerja
di tempat yang sama dengan Anna (tentunya ada St. Clair juga di sana, karena Wherever she goes, he follows :”>)
Stephanie Perkins
memang pintar meramu cerita. Kalau disuruh memilih siapa di antara Max dan
Cricket yang harus saya benci……. entah ya. Walaupun Max bebas dan “liar”, dia
bersedia disiksa dan masih mau sopan santun sama ayah Lola demi bertemu Lola setiap
hari
Minggu. Dan ketika dia membawakan
lagu di panggung, selalu ditujukan untuk Lola—tidak termasuk ketika Max membuat lagu dan menyanyikannya untuk Lola—their secret and super romantic moments—di
apartemennya. Pluuuuuuus, Max is a book nerd. Walaupun nanti dia bakal jahat
sama Lola *whoooops*.
Dan Cricket…. oke
ternyata memang Cricket pernah menyakiti hati Lola dua tahun lalu.
But he’s really sweeeeet, and he’s from Bell family, that Alexander Graham Bell family. And he understands Lola (I mean Cricket,
not Alexander). First love never dies, right? (except for me, mine is fading
away :p)
Cricket bisa “melihat” Lola, sisi Lola yang sebenarnya
di balik kostum-kostum anehnya. Yang menganggap Lola cantik, dengan sepatu
glitter, wig mentereng, dan baju ajaib bertumpuk-tumpuk.
Satu karakter yang kemunculannya kurang adalah Lindsey
Lim, sahabat Lola. Lindsey yang terobsesi dengan Nancy Drew, dan dengan crushnya pada Charlie. Walaupun Lindsey
mengaku “hanya berteman” dengan Charlie, mereka berdua sepakat untuk memakai
sepatu Chuck Taylor merah yang sama :”)
Dan ketika saya membaca bagian Acknowlodgements di
halaman paling belakang, Stephanie Perkins menulis ini untuk suaminya…
Finally, thank you to Jarrod Perkins. Who recognized the importance of a high school dance. Who flew across the country, swept me off to prom, and wore the matching Chuck Taylors. Who always makes me feel beautiful. You are beautiful, too. Thank you for ten dazzling years of marriage and for many, many more to come. Let’s ask Elvis to renew our vows, okay? We’ll wear our Chucks.
Sekuel terakhirnya masih tahun depan ya terbitnya? Isla
oh Isla…. :)
No comments:
Post a Comment