Friday, 18 October 2013

Rhymes with Cupid



Rhymes with Cupid by Anna Humphrey
240 pages, Young Adult Contemporary
See Synopsis on Goodreads
Sometimes the greatest gift you can give someone is to accept whatever it is they’ve got to offer you.

Membaca novel YA macam ini memang seharusnya tidak berekspektasi tinggi terhadap ending. Mudah banget ditebak. Tapi bagian terpentingnya adalah proses menuju ending itu sendiri. Apakah sweet, apakah cheesy, apakah datar, semua menentukan penilaian kita terhadap keseluruhan cerita. Apalagi novel ini bertemakan Valentine. Bukan gimana sih, tapi memang saya tidak ada greget tersendiri terhadap momen Valentine. Tidak pernah merayakan. Jadi tidak bisa cukup memahami dan menghayati dunia Valentine yang berusaha dibangun oleh penulis. 




Hal paling utama yang saya lakukan pas baca novel ini yaitu: nyuci otak, sesegera mungkin ketika tahu bahwa tokoh utama bernama Patrick. As you know, tiap ada nama Patrick disebut (atau dalam kasus ini, muncul dalam buku), alam bawah sadar saya menyambung dengan Patrick yang ini….


See? Isn’t easy. Dan setelah susah payah memasang mindset baru, akhirnya Patrick baru muncul dalam pikiran saya…. 

(Yang sebelah kanan ya, mbak. Walaupun sebenarnya Patrick itu rambutnya keriting. But, I want him as Patrick!! OKAY??)



Awal-awal cerita saya menikmati banget. Kehidupan Elyse yang dihantui rasa trauma pada sahabat yang nikung pacarnya (pas hari valentine) membuat dia menutup diri pada laki-laki. Sahabatnya pun cuma Dina, yang juga sama-sama bekerja di toko bersama Elyse. Tapi keadaan mulai berubah ketika ibu Elyse meminta tolong si boy next door (PATRICK!!!) buat mengajari Elyse menyetir untuk ujian mengemudi dua minggu lagi.

Tapi entah kenapa ya semakin ke tengah-tengah, cerita jadi datar. Bikin emosi juga. Padahal udah jelas kan Patrick (yang unyu, yang cute, yang selalu siap membantu, cowok ganteng di atas) tebar-tebar kode sama dia, tapi Elyse dengan senang hati menghabiskan hampir 150—dari 240—halaman  buat ragu dan merasa worthless banget buat Patrick. Dan malah berusaha menjodohkan Patrick dengan Dina. Ugh.


Sure, Patrick had had a crush on me before, but it was ancient history now. He wanted to be with Dina, and she wanted to be with her. Which left me alone, exactly how I’d said I wanted to be.


KAPAN PATRICK BILANG DIA SUKA SAMA DINA HAAAAAH????? *jadi emosi sendiri*
Dan 90 halaman setelahnya? Setelah (Oh My God akhirnya) Elyse nyadar kalau dia ternyata suka sama Patrick, dia malah ngusir Patrick jauh-jauh dengan alasan mana mungkin sih Patrick suka sama aku.



Please let me die.


Dan masalah lainnya adalah..... COVER!!!!. Sure, the girl is cute. Tapi tapi tapi....... ceritanya kan lagi winter gitu di sana. Musim dingin makan eskrim sambil pake tank top? Truly romantic......
 
Untungnya nih, segala kelabilan Elyse bisa termaafkan dengan tingkah Patrick. Patrick mungkin adalah tokoh yang paling ideal buat cowok (walaupun kayaknya cowok kayak gitu langka banget di dunia nyata). Bukan karena tingkah super romantis, tapi Patrick itu suka menolong, pengertian, dan plengeh. Yaaaaaah walaupun sepertinya tokoh Elyse tidak bisa mengimbanginya.

And at the end of the story, I can't believe I was crying. Mengingat dari awal saya nggrundel terus pas baca (tapi ditamatin juga). Terutama pas Patrick menulis lagu dan dinyanyikan di depan banyak orang pas acara Valentine :') 




A dozen roses, a dozen tries, a dozen disappointing valentines
You can see she’s feeling sad but you know she’d never say
She’s waiting for the bus, doesn’t know my name
Wish her brown eyes would look my way

Yeah, the girl with the glasses is my number-one valentine

A heart-shaped cookie, a heart-shaped sign, the heart she holds is the one that’s mine
Though she seems so close she’s also far away

See, she doesn’t believe I’m not the same
Wouldn’t break her heart, wouldn’t go astray

Yeah, the girl with the glasses is my number-one valentine

One last try, one last song, one last chance to prove her wrong
Wish I knew the perfect thing to say
If she turns me down it’ll be a shame
But I’ve gotta take a chance, gotta do it today

‘Cause the girl with the glasses is my number-one valentine
She’s got the keys to my heart, she’s my number-one valentine

She don’t come by the dozen, she’s my number-one valentine
 
Jadi inget sama hadiah ulang tahun ke-17 sama 18 dari Gifar :"> :"> ">

Mungkin karena saya mengikuti kisahnya dari awal ya, jadi lagu ini bisa saya hayati liriknya. Awawawaw. Please please please dibikin filmya dong, saya mau denger lagunya jadi kayak gimana nanti :')

EDIT:
Kado lagu dari Gifar itu buat ulang tahun saya yang ke 18 dan 19. Soorrrryyyyy , but you still love me, right? ;)

No comments:

Post a Comment