Shopaholic Takes
Manhattan by Sophie Kinsella
387 pages, Chick-Lit/
Comedy
How could I have been so stupid? What am I going to do now? How can I face anyone, ever again?
Kembali dalam kehidupan
Becky Bloomwood yang spontan, menyenangkan, dan well… penuh dengan belanja.
Apalagi sekarang dia punya pekerjaan menjanjikan sebagai financial expert di acara TV Morning Coffe. Dan dia punya pacar!!
Luke Brandon. Iya, Luke Brandon yang itu. Pengusaha sukses pemilik Brandon
Communication.
Becky yang gila belanja
dan Luke yang gila kerja. Selama ini Becky berusaha maklum dengan Luke yang
jarang meluangkan waktu untuknya. Jadi ketika Luke mengajaknya berlibur, Becky
senang sekali. Tapi dia tidak pernah menyangka bahwa Luke bakal pindah ke New
York—tanpa memberitahunya.
Untungnya, Becky akan
ikut ke New York menemani Luke yang akan membuka kantor baru di sana. Tidak
apa-apa Luke tidak menyempatkan banyak waktu untuknya. Dia bisa jalan-jalan ke
Museum Gunggenheim. Pasti menyenangkan kan melihat kebudayaan di New York? Atau
mungkin dia bisa mampir sebentar ke Fifth Avenue. Tidak
apa-apa kan mampir sebentar melihat
koleksi terbaru Gucci…. atau Tiffany’s…. atau……
Nah kebiasaan gila
belanja Becky muncul lagi. Hari demi hari dia habiskan untuk berburu barang
yang sebenarnya tidak perlu dan mencari sample
sale. Saya jadi gedek-gedek dan berpikir…. Oh tidak, Becky mulai lagi!
Seolah-olah pengalamannya yang dulu-dulu masih kurang membuat dia belajar.
Sikap Becky yang impulsif dalam belanja membuat saya jengkel dan nyaris
berhenti baca novel ini. Sebagai seorang wanita dewasa, dia tidak memiliki
pendirian yang kuat terhadap ada yang sudah ia tetapkan atau rencanakan.
Semenit yang lalu dia janji akan berhemat, tapi tekadnya langsung goyah ketika
melihat diskon atau koleksi terbaru tas desainer. Sebelumnya dia sudah berjanji
tidak akan belanja apa pun di New York kepada Suze, tapi akhirnya? Tas
belanjaan yang dia jejalkan di lemari hotel hampir menyentuh atap.
Dia juga suka
“nyeplos”. Hanya karena dia tidak mau kalah dalam argumen atau menutupi
kebohongannya karena belanja, dia jadi nyeplos sekenanya. Nggak pake mikir
dulu. Gengsinya tinggi banget. Ini nih salah satu yang bikin Becky sering kena
masalah.
Dan ketika surat-surat
tagihan dan panggilan datang…. well,
bisa dibilang Becky mengabaikannya begitu saja. Dia terlalu takut menghadapi
mereka dan malah………… pergi belanja untuk menghilangkan stressnya. Nggak
bertanggung jawab banget kan?
Luke Brandon dan Rebecca "Becky" Bloomwood |
Sebenarnya buku ini
gawat kalo sampe dibaca sama shopaholic yang nggak bisa ngerem
keinginan/ngidamnya. Becky pinter banget cari-cari alasan dan pembenaran buat
kesalahan-kesalahan yang dia bikin. Kalau ada buku self-help…… novel ini adalah kebalikannya.
Novel ini seolah-olah “mendorong” kita untuk membenarkan segala alasan untuk
belanja. Padahal hidup ini kan bukan buat shopping baju atau tas atau sepatu
aja
*uhuk buku uhuk*.
Oke, memang selain membahas
“masalah belanja” Becky, masih ada “masalah” lain. Semisal, Luke yang begitu
mencintai pekerjaannya. Saya jadi simpati sama Becky yang sering ditinggal Luke
kerja, liburan yang berubah menjadi janji meeting, dan hari-hari sepi di hotel
ketika Luke mengurus perusahaannya yang sedang gonjang-ganjing.
Yang
dia tidak tahu, adalah bahwa masalah yang menimpa Becky bakal menyeret Luke
juga. Dan mengancam hubungan mereka.
Kalau soal gaya cerita, Sophie Kinsella memang jagoya. Melalui sudut pandang Becky, cerita bisa benar-benar dibuat seperti “hidup”, seolah-olah kita bisa mendengar isi pikiran Becky. Mungkin ini kekuatan dari novel Shopaholic yang terkenal itu.
No comments:
Post a Comment