September Girls by Bennett
Madison
342 halaman,
diterbitkan 21 Mei 2013 oleh Harper Collins
Young Adult
“Ever read a
fairytale, Sam? They never end well.”
Suatu kebiasaan yang lagi santer
banget saya lakukan adalah memilih buku tanpa membaca sinopsisnya terlebih
dahulu. Perasaan terkejut ketika plot cerita tiba-tiba berbelok drastis….pasti
tidak bisa saya rasakan kalau saya sudah baca sinopsisnya, because let’s face it….sinopsis
mengungkap hampir sebagian besar cerita dan konflik. Sure, terkadang teknik ini bisa jadi bumerang bagi saya, karena
bisa saja buku yang saya pilih tidak menarik (that happens a lot), atau yang lebih parah, buku tersebut mengangkat
tema yang bagi saya sangat sensitif dan tidak bakal saya pilih jika saya tahu
sejak awal.
September Girls adalah salah satu buku yang terpilih dari hasil random browsing ini. Kalau tidak salah,
buku ini direkomendasikan oleh Goodreads di fitur baru mereka (rekomendasi yang
masuk ke Home, bukan yang di sidebar kanan). Yang bikin saya kesengsem sejak
awal adalah covernya yang simpel, cantik, tapi tetap ada unsur misteriusnya
yang bikin penasaran. Sebenarnya cover yang pertama saya lihat adalah yang
versi hardcover ini…
Sam, kakak laki-lakinya Jeff, dan
ayah mereka memutuskan untuk berlibur musim panas di Outer Banks of North
Carolina, sebuah keputusan sepihak yang diambil sang ayah atas nama untuk lebih menjalani hidup. Ironi sebenarnya,
karena ayah merekalah yang menghabiskan beberapa bulan hidup seperti zombie
setelah sang istri mendadak kabur ke Women’s Land.
Sesampainya di sana, keanehan
mulai menghampiri Sam. Kemana pun ia pergi, akan banyak cewek luar biasa cantik
yang meliriknya (mirip
sama iklan Axe yang ada bidadari-bidadari jatuh dari langit). Jeff yang jauh lebih keren dari Sam
aja hanya dipandang sebelah mata sama mereka. Gadis-gadis itu
tidak hanya memiliki tampang luar biasa rupawan, tapi antara satu dengan lain nyaris mirip, hampir seperti saudara. Atau klan. Mereka
sama-sama berambut pirang, memakai make
up dan pakaian yang menantang, juga semuanya memakai flatshoes. Dan mereka ada di mana-mana….menjadi pelayan restoran,
penjaga toko, penjaga bar, dan lain-lain.
She was beautiful but she wasn’t; she was both beautiful and ugly at the
same time. Her face changed the longer you looked at it, and the more you
looked at it the more you couldn’t put all the pieces together. Just as it was
starting to make sense, it all fell apart. She was a page in a book on a dream
where you can’t read.
Mereka selalu tersenyum penuh
arti kepada Sam, menantangnya untuk mengambil aksi lebih dulu. Tapi apa
sebenarnya yang diinginkan para gadis itu dari Sam? Sedikit demi sedikit, Sam berhasil
mengungkap siapa sebenarnya mereka. Tapi ia masih belum mengerti apa yang
sebenarnya mereka inginkan dari dirinya. Maka ketika Sam sadar ia mulai jatuh
cinta dengan salah satu di antara mereka, dia tahu segalanya tidak akan
berjalan dengan baik.
Novel ini dikisahkan dari dua
sudut pandang yang ditata secara bergantian antara masing-masing babnya. Yang
paling dominan adalah sudut pandang Sam, dan yang satunya adalah dari salah
satu Girls (Sam menyebutnya seperti itu sih), Kristle. Bab-bab milik Kristle lebih
menceritakan asal-usul bagaimana kaumnya tiba di pantai mistis itu (tau dong, mahkluk apa sebenarnya
mereka?). Sebuah terobosan yang cerdas untuk menceritakan detail
cerita tapi tetap bisa memakai sudut pandang pertama tokoh utama, karena si Sam
masih dibiarkan penasaran, sedangkan para pembaca sudah mulai menyatukan
kepingan-kepingan puzzlenya. Ditambah, banyak sekali informasi yang bisa saya gali seputar
putri duyung…. tentang asal usul mereka, kehidupan mereka, dan pengetahuan lain
yang luar biasa menarik. Tentunya, ini semua murni dari versi sang penulis. Bukan
universal.
Our father is the Endlessness. Our mother is the Deepness.
Our brothers are Speed and Calm. We are…
Yang perlu diperhatikan adalah
novel ini memiliki alur yang lambaaaaaaaatttt sekali. Ibaratnya nih saya sampai
harus nyeret diri sendiri buat melalui bab-bab awal. Tapi patut dicatat juga….
ini summer book lho, bukan fantasy
atau dystopia yang memang tujuannya buat bikin dag dig dug tarakdungces dan
bikin pembacanya jantungan. Sempat beberapa kali berdebat buat menyerah/ dnf
dan pindah buku lain. Tapi kalo sama objek benda mati saja saya nggak bisa
setia, gimana nasib pacar saya nanti? #EAAAAAAAA
Dan begitulah saudara-saudara,
akhirnya pengorbanan saya tidak terbuang percuma. Awal-awal cerita memang hoamh
banget karena penulis lagi giat-giatnya buat membangun latar dan penokohan,
yang berubah mengikuti perpindahan keluarga Sam. Semakin lama, cerita semakin menguat
dan akhirnya saya tidak perlu menyeret diri sendiri lagi (it’s just okay, I guess…. not amazing or anything). Karena sejak awal latar dan aspek-aspek lain
sudah dibangun dengan baik….tidak ada bagian yang ambigu atau terkesan out of place. Lagian, saya sudah awal
sudah bisa menebak makhluk macam apa si Girls ini.
Mungkin cukup terlambat untuk
membaca September Girls di suasana yang sudah autumn seperti ini, tapi hey, summer
books symbolizes freedom and I need a goddamn break and freedom right now.
It’s this beach. It’s what it’s all about. This is where
people come to disappear.
PS: Review ini saya dedikasikan khususnya untuk New Auhor’s Reading Challenge karena beberapa bulan ini, saya lebih berfokus untuk melahap buku berseri atau buku terbitan author favorit saya. Juga Books in English Challenge…… ditambah Young Adult Challenge….. *eaa sebut aja semua, San*
Sorry I abandoned y’all!
No comments:
Post a Comment