Sunday, 31 May 2015

PS I Still Love You's Precious Quotes


God, why do I have to be a person who yearns so much? How horrible. How perfectly horrible.

I can see now that it’s the little things, the small efforts, that keep a relationship going. And I know now that in some small measure I have the power to hurt him and also the power to make it better. This discovery leaves me with an unsettling, queer sort of feeling in my chest for reasons I can’t explain.

“What will I do now that Peter’s not my boyfriend anymore?” I wonder out loud.
“You’ll just do what you did before he was your boyfriend, Alicia says. “You’ll go about your day, and you will miss him at first, but over time it will ease. It will lessen.”

“All you need is time, and you, little one, have all the time in the world.”

“I deserve better than that, you know? I deserve….. I deserve to be someone’s number one girl.

To feel so known, so understood. It’s such a wonderful feeling, I could cry. It’s something I’ll keep forever.

All this time I’ve been making excuse for him. I’ve been trusting Peter and not trusting my own gut. Why am I the one making all these concessions, pretending to be okay with something I’m not actually okay with? Just to keep him?

“Here’s the thing. My one piece of advice to you. You have to let yourself be fully present in every moment. Just be awake for it, do you know what I mean? Go all in and wring every last drop out of experience.”


Dear Lara Jean,
Well done.

Sany

Monday, 25 May 2015

Saturday, 23 May 2015

Scene on Three [3]


I don’t hold back. It’s like having a conversation with the book. It tells me things and I respond with semi-illegible scrawling, and exclamation points, and wild circles around phrases that hit me really hard. We talk like that all night, A Little Princess and I. With only one lamp on and my red-framed glasses in the next room, I have to hold the book so close to my face that I can smell the pages, and it makes it even easier to get lost in this other world.Life by Committee by Corey Ann Haydu

Ini semua dimulai ketika saya iseng main-main di situs Youtube dan nyasar ke sebuah akun milik Ariel Bissett. Salah satu video booktube-nya, Annotating Your Books, begitu mengubah jalan pikir saya mengenai bagaimana selama ini saya memperlakukan buku fisik yang saya punya/ pinjam/ baca. Pra-Ariel, saya adalah penimbun dan pembaca buku yang sangat protektif terhadap koleksi saya: kalau baca harus jauh-jauh dari makanan dan minuman (KALAU KETUMPAHAN GIMANA HUAAAAA), pantang membuka buku terlalu lebar biar lem jilidnya nggak rusak; mau menandai halaman penting? HARUS pake post-it/ sticky notes; ada sampul atau halaman yang nggak sengaja tertekuk? Mewek tiga hari tiga malam.


Awalnya memang cukup skeptis dengan masalah corat-coret buku ini. Namun setelah bereksperimen dengan salah satu buku yang saat itu sedang saya baca, ternyata sangat menyenangkan!! Annotating Your Books, membuat pengalaman membaca jadi jauh berbeda (in a good way) karena saya merasa bebas mengekspresikan apa yang saya pikirkan ketika membaca adegan-adegan menarik melalui tulisan-tulisan kecil yang saya coretkan di marginnya. Seperti kutipan di atas: It’s like having a conversation with a book! Dan walaupun belum pernah saya coba, sepertinya Annotating Your Books ini bakal membuat pengalaman meminjamkan buku ke teman menjadi lebih seru karena seolah-olah kita berada di balik bahu mereka untuk membisikkan pendapat kita sepanjang cerita. Hihi.

Annotating Your Books bakal terasa mengasyikkan jika kamu memilih buku yang tepat. Tonton videonya dulu sebelum protes ok? J



Bagikan Scene of Three mu hari ini:
1.       Tuliskan suatu adegan atau deskripsi pemandangan/manusia/situasi/kota dan sebagainya dari buku pilihan kalian ke dalam suatu post.
2.       Jelaskan mengapa adegan atau deskripsi itu menarik, menurut versi kalian masing-masing.
3.       Jangan lupa cantumkan button Scene on Three di dalam post dengan link menuju blog Bacaan B.Zee.
4.       Masukkan link post kalian ke link tools yang ada di bawah post Bacaan B.Zee, sekalian saling mengunjungi sesama peserta Scene on Three.
5.       Meme ini diadakan setiap tanggal yang mengandung angka tiga, sesuai dengan ketersediaan tanggal di bulan tersebut (tanggal 3, 13, 23, 30, dan 31).

Monday, 18 May 2015

[Book Review] Aristotle and Dante Discover the Secrets of the Universe

Aristotle and Dante Discover the Secrets of the Universe
penulis Benjamin Alire Sáens
368 halaman, YA/ LGBT
Rating: image
Dipublikasikan 21 Februari 2012 oleh Simon & Schuster


We all fight our own private wars.

Trigger Warning: LGBT (lesbian, gay, bisexual, and transgender) 

Aristotle and Dante Discover the Secrets of the Universe mendapat perhatian dan pujian yang cukup besar di kalangan pembaca YA. Hype yang dibawa oleh buku ini sebenarnya sangatlah overwhelming (terlihat dari stiker-stiker penghargaan yang hampir menutupi sampul bukunya) dan sempat membuat saya ragu untuk memilihnya sebagai bacaan bulan ini. Lalu kemudian saya berpikir…. Dammit, I can read whatever I want.


And so I did.

Bagaimana menceritakan buku ini? Saya tidak tahu. Tidak ada plot cerita yang jelas. Singkatnya mungkin seperti ini: Aristotle (kemudian dikenal sebagai Ari) adalah seorang anak laki-laki dengan berbagai konflik di dalam dirinya. Suatu ketika Ari pergi ke kolam renang, dan dia bertemu Dante. Mereka kemudian menjadi sahabat.

Hubungan Ari dan Dante ini…. belum pernah saya temui di buku-buku YA lain. Mereka seperti bergravitasi satu sama lain. Berbeda dengan Ari yang senantiasa diliputi amarah dalam dirinya, Dante ini begitu murni. Dia adalah anak laki-laki paling manis di dunia dengan jiwa paling bebas yang pernah saya temui. Dante inilah yang mampu merubah cara pandang Ari terhadap dunia.

As Dante was watching me search through the lens of a telescope, he whispered, “Someday, I’m going to discover all the secret of the universe.”
That made me smile. “What are you going to do with all those secrets, Dante?”
“I’ll know what to do with them,” he said. “Maybe change the world.”
I believed him.

Dari teknik penulisan yang didominasi oleh percakapan antar tokoh (sampai kadang saya bingung line ini yang ngomong siapa, line berikutnya yang ngomong siapa), saya dapat lebih merasakan interaksi antartokoh. Seolah saya berada di sana, langsung mendengarkan mereka bertukar kata. +1.

Mungkin ini yang bisa saya katakan kenapa Aristotle and Dante Discover the Secrets of the Universe bisa begitu dicintai pembacanya: gaya penulisannya begitu indah dan jujur. Dan terasa seperti naik roller coaster. Di beberapa bagian (terutama di awal) akan terasa dataaaaar karena buku ini hanya menceritakan kehidupan dua remaja biasa dan persahabatan mereka yang bisa dibilang juga cukup biasa. Alurnya cukup lambat dengan beberapa kejadian penting muncul. Mungkin satu dua baris akan menarik perhatian saya. Kemudian saya melanjutkan baca dan tiba-tiba…. BAM!!!! I CAN’T BREATHE! Kelak saya tahu kalau Benjamin Alire Sáens ini adalah seorang pujangga. Asdfghjkl.


Orangtua Ari dan Dante memegang peran sangat besar di sini. Mereka bahkan mendapat porsi yang hampir sama dengan Ari dan Dante sendiri. Hal yang tidak banyak ditemui di YA lain. Hubungan Ari dan Dante dengan masing-masing orang tua mereka mendapat perhatian besar dari saya, terutama ketika mereka saling bercanda. They had unique senses of humor. Sayang tokoh Susie Bryd dan Gina kurang dieksplor oleh penulis, sehingga membuat kemunculan mereka seolah hanya untuk membangkitkan/ menyelesaikan masalah yang dihadapi Ari.

"It's just that sometimes I have things running around inside me, these feelings. I don't always know what to do with them. That probably doesn't make any sense."

Tema LGBT yang diangkat oleh novel ini mungkin tidak begitu kontroversial di luar sana, tapi di masyarakat yang masih memegang unsur agama yang kuat akan muncul beberapa ketidakcocokan. Novel ini berusaha sejujur mungkin menggambarkan bagaimana nasib para LGBT (dalam kasus ini gay) di kalangan masyarakat tahun 1980-an, ketika hal-hal semacam itu masih sangat dipandang sebelah mata. Banyak sekali yang saya pelajari dari buku ini, dan saya tidak tahu bagaimana menjelaskannya. Mungkin memang harus membaca sendiri untuk menemukan sudut pandangnya masing-masing.

Bisa dibilang novel ini adalah jenis novel yang akan meninggalkan pembacanya untuk “berpikir” jauh setelah mereka menamatkannya. Dan mungkin, mungkin…. di luar sana, novel ini telah merubah banyak cara pandang orang-orang dan juga hidup mereka.

“Sometimes, don’t you just want to stand up and yell out all the cuss words you’ve learned?”


Yes, Ari. I do.

Monday, 11 May 2015

[Book Review] Things We Know by Heart by Jessi Kirby

Things We Know by Heart
penulis Jessi Kirby
304 halaman, YA/ Death
Rating: image
Dipublikasikan 21 April 2015 oleh Harper Teen


Alone. I've felt that way for so long.

400 hari sejak kematian Trent karena kecelakaan, Quinn masih saja diliputi duka dan seolah berhenti menikmati hidup. Dia tidak mendaftar kuliah, berhenti nongkrong bareng teman-temannya, dan menghabiskan waktu hanya untuk menghitung hari-hari pasca kematian Trent. Satu-satunya hal yang membuatnya bertahan adalah 4 orang penerima donor yang masih berhubungan baik dengannya dan keluarga Trent. Melalui mereka, Quinn merasa bahwa Trent masih “ada”. Dia merasa lebih bisa menerima bahwa walaupun dia harus kehilangan Trent, banyak orang yang terselamatkan karenanya.

They say time heals all wounds, but meeting those people that afternoon—a makeshift family of strangers brought together by one person—healed more in me than all the time that passed in the days that had come before.

Trent menyumbangkan 5 organ tubuhnya ketika meninggal. Dari kelima penerima donor itulah, hanya 4 orang yang bersedia untuk “menjangkau” pihak keluarga pendonor. Sang penerima organ jantung, tidak pernah membalas surat yang dikirim Quinn. Awalnya Quinn berusaha mengabaikan perasaan mengganjal ini, tapi lama-kelamaan dia tidak tahan dengan misteri sang penerima organ paling penting bagi Trent ini.

Dimulai dari investigasi kecil-kecilan di internet selama berbulan-bulan dengan mencocokkan semua data yang ada, Quinn akhirnya bisa menemukan sang penerima donor. Pencariannya menuntun Quinn ke sebuah blog milik seorang gadis, yang menceritakan kisah perjuangan sang adik, Colton Thomas, melawan penyakit jantung yang ia derita. Yang hampir merenggut nyawanya, kalau saja organ donor tidak segera tiba.  Operasi sukses, dan kini Colton sudah pulih serta menjalani kehidupan yang nyaris normal. Dan tinggal tidak jauh dari Quinn berada.

Seharusnya Quinn berhenti di situ. Tapi dia merasa dia harus melihat Colton, walaupun dari jauh. (Dari kepo, Quinn ini berubah jadi stalker). Namun takdir rupanya menuntunnya untuk mengenal secara dekat siapa sebenarnya penerima jantung Trent ini.

For so long, I was the one with his heart. I just need to see where it is now.


Sejak awal saya merasa kesulitan untuk menyatu dengan cerita. Banyak sebenarnya yang menyebabkan saya kurang sreg. Yang paling mengganggu adalah sifat Quinn yang mencintai secara berlebihan, bahkan ketika orang yang dicintainya sudah tiada (dia bahkan menyebut dirinya sebagai 18-year-old widow. Hmpfh). Cintanya, membuat dia melanggar beberapa batas (bahkan hukum!) yang mungkin bisa saja menyeretnya ke masalah serius. Hal itu pula, yang membuat hubungan yang dimiliki Quinn dan Colton ini bisa dibilang berlandaskan kebohongan besar—atau rahasia, kalau mau dipandang sebagai hal positif. Karena Quinn sejak awal tidak mengaku siapa sebenarnya dia, dan Colton selalu menyembunyikan fakta bahwa dia pernah sakit dan selalu sembunyi-sembuyi ketika waktu minum obat tiba. Kebohongan/ rahasia/ whatever ini bikin saya bertanya-tanya, jadi yang disuka sama Quinn dari Colton sebenarnya apa? Karena Colton membawa jantung orang yang pernah dicintainya, atau karena lama-kelamaan dia mengenal Colton dan mulai membuka dirinya untuk menjalani kembali hidup dengan bantuan Colton?

As hard as we both tried, and as much as we both wanted it to be otherwise we are made of our pasts, and our pains, our joys and our losses. It’s in the very fibers of our beings. Written on our hearts. The only thing we can do now is listen to what’s in them.

Tapi yang aneh di sini, saya bisa memaklumi sifat Quinn dan lanjut baca sampai tamat. Bahkan menikmatinya! What the heck is wrong with me? Kalau buku lain, pasti sudah saya DNF-kan dan pindah ke judul lain.  

Mungkin alasan utama saya bisa betah adalah gaya penulisan Jessi Kirby ini bagus. Luar biasa bagus. Saya bisa merasakan ketenangan mengalir dari kata demi kata yang dia tulis. Membaca buku ini, menenangkan sekaligus membangkitkan emosi-emosi dari dalam diri saya. Nah, nggak semua penulis bisa menciptakan efek seperti itu ke para pembacanya. Dan please, jangan baca buku ini di publik. Emotional breakdown ain’t pretty.


Things We Know by Heart…. benar-benar sepadan dengan penantian yang saya berikan. Tapi dibandingkan karya Jessi Kirby yang lain, buku ini bukan merupakan yang terbaik. Bagi yang ingin mengenal karya-karya Jessi Kirby, saya sarankan untuk memulai dari buku lain terlebih dahulu. Golden? Moonglas? In Honor? Take your pick!

Sunday, 10 May 2015

Sany's Big Book Haul 2015

Setelah aktif dalam program book buying ban selama kurang lebih satu tahun dan memenuhi beberapa target, saya rasa cukup pantas untuk menghadiahi diri sendiri berupa buku-buku incaran yang sudah cukup lama mengantre di wishlist. Menyenangkan juga memiliki pilihan buku fisik sebagai selingan di antara bombardir novel-novel baru dalam versi ebook. Ini dia hasil belanja saya beberapa waktu lalu:


Impor:
Open Road Summer—Emery Lord

Terjemahan:
To all the Boys I’ve Loved Before—Jenny Han
There You’ll Find Me—Jenny B. Jones
Paper Towns—John Green
Shopaholic to the Stars—Sophie Kinsella

Novel-novel di atas saya beli dengan pertimbangan sangat matang (yah, kira-kira sampai teman saya mau mati bosan lah tiap saya nanya “Beli nggak ya?” untuk yang kesejuta kalinya buat tiap judul yang pengen saya beli). To All the Boys I’ve Loved Before saya beli karena Penerbit Spring berbaik hati untuk tidak mengubah desain sampul yang cantik itu dan terjemahannya bagus. Sisi negatifnya adalah penempatan margin yang terlalu mepet dan kualitas lem jilidnya kacrut. Fontnya juga aneh kalau diperhatikan secara sekilas, nyaris bikin kualitas membaca terasa kekanakan. Gambar amplop di tiap awal bab? Ugh. There You’ll Find Me saya beli karena buku ini merupakan favorit saya tahun lalu. Yah, setidaknya versi Bahasa Inggrisnya. Kualitas terjemahannya tidak rapi, pemilihan fontnya juga jelek (font terlalu kecil, spasi antarbaris terlalu lebar). Sangat tidak nyaman. Mungkin bakal saya jadikan pajangan saja. Paper Towns saya beli karena akan saya gunakan untuk project saya nanti, Annotating Your Book, setelah buku pertama untuk project ini sudah hampir selesai (dan hey, kemungkinan bakal saya share di blog nanti!). Terjemahannya halus dengan kualitas font dan desain dalamnya mirip versi Bahasa Inggirsnya. Juara banget lah pokoknya! Heran kenapa di antara semua buku terbitan Gramedia, hanya beberapa buku saja yang tampilan dalamnya bagus. Shopaholic to the Stars saya beli karena terjemahannya bagus. Fontnya juga lumayan. Poin lebihnya adalah Gramedia menggunakan kertas kuning tebal yang biasa mereka pakai untuk novel-novel biasa, tidak seperti seri Shopaholic sebelum-sebelumnya yang masih pakai kertas buram dan bukunya berukuran kecil. Kekurangannya? Berat dan harganya mahal.


Saya memang cukup rewel mengenai kualitas font dan layout yang dimiliki tiap buku karena pemakaian font yang aneh-aneh selain bikin pusing juga bikin mood membaca menurun drastis (I’m THAT tricky when it comes to physical books). Bisa dibilang hal itulah yang menjadi pertimbangan utama ketika membeli buku. Desain sampul memang memiliki porsi yang cukup besar dalam pengambilan keputusan, tapi saya masih lebih memilih memegang buku bersampul biasa tapi isinya bagus dibandingkan dengan yang luarnya wah dan serba indah tapi bagian dalamnya berantakan minta ampun. Makanya, lebih nyaman untuk berbelanja buku ke Gramedia langsung karena mereka pasti meyediakan setidaknya satu buku di tiap-tiap judul  yang sudah terbuka segelnya, lumayan buat melihat sekilas bagaimana kondisi dalamnya. Walaupun, yah, tidak didiskon hehe.


Kemungkinan saya tidak akan membeli buku lagi dalam waktu dekat (BIG DUMB LIE), jadi saya akan menikmati pemandangan buku-buku baru ini bertumpuk di meja saya untuk beberapa waktu ke depan. Terima kasih untuk semua sponsor yang sudah terlibat. I LOVE YOU ALL GUYYYSSSS.