Judul: Rain in Paris
Penulis: Cindy Priscilla
Penerbit: Diva Press
Jumlah Halaman: 190
Cetakan Pertama, Agustus 2013
Dulu,
aku menyukai hujan karena ia selalu turun tanpa peduli omongan orang.
Kesedihanku tentang Val selalu diiringi hujan. Termasuk perpisahan kami tiga
tahun lalu ketika aku hendak pergi ke Paris untuk melanjutkan studi. Tiba-tiba,
kulihat Val muncul di dekat Eiffel. Tapi, di sini aku bertemu dengan Alex, si
playboy. Val pun akan bertunangan. Ini ceritaku. Sekarang, aku benci hujan.
(Audrey)
Aku menyesal memutuskan hubungan dengan Audrey tiga tahun lalu. Aku memutuskan untuk menyusulnya ke Paris. Tapi, sial! Ibuku mengirim Sidney, gadis blasteran yang dijodohkan denganku. Masalah menjadi pelik. Ini ceritaku. Antara mempertahankan cinta dan menjadi anak yang berbakti kepada orang tua. (Valian)
Aku menyesal memutuskan hubungan dengan Audrey tiga tahun lalu. Aku memutuskan untuk menyusulnya ke Paris. Tapi, sial! Ibuku mengirim Sidney, gadis blasteran yang dijodohkan denganku. Masalah menjadi pelik. Ini ceritaku. Antara mempertahankan cinta dan menjadi anak yang berbakti kepada orang tua. (Valian)
Di Goodreads, ada yang tanya kenapa banyak yang kasih
bintang sedikit tanpa alasan yang jelas. Oke, saya salah satu yang kasih
bintang sedikit. Dan saya bakal kasih penjelasan.
1. Novel ini mengingatkan saya sama Audrey, Wait! karya Robin Benway. Lihat saja nama tokoh utamanya. Dan
satu lagi kesamaan dua novel ini adalah diselipkannya lirik lagu di awal bab. Memang
sih kemungkinan besar penulis sendiri bahkan belum baca novel itu. Tapi tetap
saja…………
2. Penggunaan dua sudut pandang, dari sisi Audrey dan
Valian. Dari dua sudut pandang itu, kita bisa mengenali lebih dalam karakteristik tokoh. Namun,
penggunaan dua sudut pandang kadang bisa jadi bumerang. Terutama jika tidak bisa menggali
karakter si laki-laki dengan baik. Jadinya malah saya tidak bisa respect sama
Valian sama sekali. Untuk jelasnya akan saya paparkan di poin berikutnya.
3. Valian itu menye. Bahkan lebih menye dari Audrey. Baru juga denger kata “LDR”, dia
langsung minta putus. Skype? Facebook? Twitter? Jawabnya…….. “Emang dengan Skype kita bisa pegangan
tangan? Bisa pelukan? Bisa……?”
Ugh, do you love her or you just want to “grepe-grepe”
her all the time?
Lalu barulah dia menyesali
keputusannya yang terlalu terburu-buru bertindak dan menghabiskan 3 tahun
hidupnya bermuram durja memimpikan Audrey yang lagi di Paris.
4. Demi menyusul Audrey, Valian rela mengikuti tes beasiswa/ student exchange ke Paris.
Oke, sampai di sini emosi saya sudah mendidih...........
........abaikan orang-orang yang bilang "Uuuuuuw Valian romantis bangeeeeeet :')"
Apa lolos tes beasiswa semudah itu? Apalagi ke Paris loh ini....... Paris....... Buat tes beasiswa universitas aja susahnya minta ampun, saingannya bejibun padahal ya masih dalam lingkup universitas. Lalu apa motivasi Valian ikut tes ini? Hanya sebatas mengejar mantan yang mungkin-udah-nggak-suka-lagi-sama-dia-saking-nggak-pernah-komunikasi-sama-sekali-selama-tiga-tahun.
"..... Aku belajar mati-matian buat mendapatkan beasiswa student exchange ke Paris. Hanya demi ketemu kamu lagi."
Terus...... kalau kamu tanya sama peserta lain apa motivasi mereka sebenarnya kok mau repot-repot ikut tes beasiswa juga. Kira-kira jawabannya lebih bermutu yang mana?
Dan hebatnya lagi, Valian doooooong yang lolos tes beasiswa. Uuuuuuuuggggggggh dunia memang kadang nggak adil *jotos-jotosin boneka kelincinya Nene* Dan harus saya katakan bahwa 90% waktu dari Valian yang seharusnya digunakan untuk belajar (udah dapet beasiswa bok) cuma dia habiskan buat mengejar-ngejar Audrey atau menghindari Sydney.
Memang siiiih penulis tidak memiliki kewajiban dalam membuat tokoh yang akan disukai pembaca. Tapi minimal berilah satu karakter yang bisa membuat pembaca menghargai keberadaannya dalam novel itu.
5. Dialog yang meeeeembooooosankaaaaan dan terlalu cheesy. Saya bisa maklum kalau dialog novel agak drama, karena heeeeey.... nggak ada kan cowok yang ngomong seromantis kayak di novel? Dialog di sini bisa saya katakan terlalu kaku, mellow, dan terkesan agak kurang realistis. Bakalan awkward moment banget kalau ada orang yang ngomong kayak gitu di dunia nyata..... apalagi di depan saya.
6. Sejauh ini saya nggak ada masalah sama font-nya, tapi saya rasa spasinya terlalu lebar.
7. Pertemuan antara Valian dan Audrey di depan menara Eiffel terlalu kebetulan. Banget. Dan cerita hanya berputar-putar di tempat yang itu-itu saja. Perancis itu luas, dan udah sering banget kan menara Eiffel dijadikan setting momen-momen penting dalam cerita. Coba gali tempat-tempat lain yang mungkin belum diketahui pembaca. Hal ini bisa membuat novel lebih berkesan karena kekhasan settingnya.
Nah tapi juga ada beberapa hal yang saya suka dari novel ini, seperti:
1. Cover. Saya suka sama novel yang bernuansa putih, membuat objek lainnya terlihat menonjol. Apalagi tulisan Rain in Paris-nya, pas!!!!
2. Kutipan kalimat-kalimat Bahasa Perancis yang bertebaran di novel ini, tentu beserta terjemahannya. Menambah perbendaharaan kata Bahasa Perancis saya yang masih sebatas oui oui itu.
Begitulah alasan saya. Saya tidak berbicara atas nama reviewer yang sotoy atau gimana, karena saya tahu menulis novel itu sulit dan menguras pikiran, tenaga, dan kesabaran banget untuk menghadapi editor (uhuk). Saya berbicara sebagai pembaca yang menginginkan bacaan yang menghibur, tapi berbobot dan tidak pasaran. Yang menunjukkan sisi lain dunia yang belum pernah saya datangi. Dan sebagai karya debut, saya masih bisa maklum lah dengan kekurangannya. Terus berlatih ya kak Cindy ^^
7. Pertemuan antara Valian dan Audrey di depan menara Eiffel terlalu kebetulan. Banget. Dan cerita hanya berputar-putar di tempat yang itu-itu saja. Perancis itu luas, dan udah sering banget kan menara Eiffel dijadikan setting momen-momen penting dalam cerita. Coba gali tempat-tempat lain yang mungkin belum diketahui pembaca. Hal ini bisa membuat novel lebih berkesan karena kekhasan settingnya.
Nah tapi juga ada beberapa hal yang saya suka dari novel ini, seperti:
1. Cover. Saya suka sama novel yang bernuansa putih, membuat objek lainnya terlihat menonjol. Apalagi tulisan Rain in Paris-nya, pas!!!!
2. Kutipan kalimat-kalimat Bahasa Perancis yang bertebaran di novel ini, tentu beserta terjemahannya. Menambah perbendaharaan kata Bahasa Perancis saya yang masih sebatas oui oui itu.
Begitulah alasan saya. Saya tidak berbicara atas nama reviewer yang sotoy atau gimana, karena saya tahu menulis novel itu sulit dan menguras pikiran, tenaga, dan kesabaran banget untuk menghadapi editor (uhuk). Saya berbicara sebagai pembaca yang menginginkan bacaan yang menghibur, tapi berbobot dan tidak pasaran. Yang menunjukkan sisi lain dunia yang belum pernah saya datangi. Dan sebagai karya debut, saya masih bisa maklum lah dengan kekurangannya. Terus berlatih ya kak Cindy ^^
No comments:
Post a Comment