Saturday, 29 March 2014

[Book Review] The Book of Broken Hearts

The Book of Broken Hearts
penulis Sarah Ockler
352 halaman, Young Adult/ Realistic Fiction
Dipublikasikan 21 Mei 2013 oleh Simon Pulse

I, Jude Hernandez, vow to never, ever, under any circumstances within or outside of my control, even if the fate of humanity is at stake, even if my own life is threatened, get involved with a Vargaz.

Thursday, 27 March 2014

[Book Review] Love & Misadventure by Lang Leav


Love  & Misadventure
penulis Lang Leav
78 halaman, Poetry/ Young Adult
Dipublikasikan 26 April 2013 oleh LM

Akhirnya keturutan juga buat ikutan Posting Bareng BBI untuk Bulan Maret. Tema bulan ini adalah Oprah’s BookClub dan Puisi. Aku ambil yang puisi, karena aku penasaran dengan hype Love & Misadventure yang bertebaran di Tumblr. Dulunya pernah baca, tapi aku ngerasa kurang sreg dan ditinggal gitu aja. Kemarin terakhir ngecek di Goodreads, ratingnya 4,23. Jadi kan akunya yang mikir……..errrr is there something wrong with me?

To love him
is something,
I hold highly
suspicious.
Like having something,
so very delicious—
than being told,
to do the dishes
 

Elah. Baru juga dapet beberapa halaman. Hancur sudah chemistry yang sudah susah payah aku bangun untuk buku ini. Kalau menurutku, ini bukan puisi. Ini adalah diary anak SMA yang lagi kasmaran, dengan tempelan-tempelan istilah tinggi di sana sini. Tidak masalah menurutku kalau puisi itu tidak berima, atau kalau puisi itu abstrak. Tapi buku ini....... Boy, my brain hurts. Dan terlalu banyak space kosong di tiap halamannya. Kan boros kertas, katanya harus go green?

Satu kata untuk menggambarkan buku ini? Datar. Puisi seharusnya membuatmu merasakan "sesuatu" kan? Aku malah lebih bisa nyambung dengan puisi dari Sapardi Djoko Damono di soal-soal ujian Bahasa Indonesia waktu aku SMA, yang "aku ingin mencintaimu dengan sederhana......" itu. Indah banget menurutku puisi beliau. Sedangkan ini? Nggak ada yang bisa menandingi keakuratan gambar di bawah untuk mengekspresikan emosiku saat membaca Love & Misadventure (sambil roll eyes-roll eyes sampe mata capek), ketika aku seharusnya merasa….


Yang bikin jengkel adalah…. dulu buku ini sempat membuatku meragukan kemampuanku sendiri. Kayak…. otak dan perasaanku nggak bisa buat mencerna puisi. Sekarang aku sadar bahwa kesalahannya bukan berada di diriku. Beberapa hari yang lalu aku sempat menemukan puisi di Tumblr yang saking indah (dan sedih) sampe bikin aku nangis. Jadi, ya, sorry but this is not the book for me.


Kesannya jahat banget ya. Bukan berarti buku ini jelek loh. Lihat aja ratingnya. Mungkin aku hanyalah minoritas. Mungkin aku hanyalah butiran debu. Apalah aku dibandingkan 5000 lebih pengguna GR dan masyarakat internasyenel yang mengelu-elukan buku ini~



Before There Was You



When I used to look above

all I saw was the sky;

and every song

that I would sing,

I sung not knowing why.

All I thought and all I felt,

was only just because,

never was it ever you—

until it was all there was


Sunday, 23 March 2014

[Book Review] Twenties Girl karya Sophie Kinsella

Twenties Girl
standalone karya Sophie Kinsella
435 halaman, Chick Lit/ Humor
Dipublikasikan 21 Juli 2009 oleh The Dial Press (Bahasa Inggris), diterjemahkan oleh Gramedia dengan judul Gadis Charleston

“Don’t you see that, you stupid girl? You could spend your whole life hoping and believing! If a love affair is one-sided, then it’s only ever a question, never an answer. You can’t live your life waiting for an answer.”
Karya dari Sophie Kinsella sepertinya selalu dimulai dengan si tokoh utama yang kebingungan dengan hidupnya. Di buku ini, Lara Lington kelabakan karena bisnis yang dia bangun nyaris ambruk, kisah cintanya dengan Josh berakhir, dan dia dianggap psycho karena meneror Josh dengan sms beberapa kali sehari. Padahal, meminta kejelasan tentang alasan berakhirnya hubungan mereka tidak termasuk psycho, kan?

Dan menghadiri pemakaman nenek buyutnya, Sadie Lancaster, merupakan hal terakhir yang ia harapkan. Karena, seumur hidup Lara belum pernah bertemu dengan Sadie. Pemakaman yang dihadiri oleh 6 orang itu terlihat muram, berbeda dengan pemakaman di ruang sebelah yang ramai, penuh bunga, nyanyian, dan air mata. Tidak ada bunga dan air mata di pemakaman Sadie Lancaster. Paman Bill sibuk dengan ponselnya, Aunt Turdy sibuk dengan majalah selebritisnya, dan Diamantene sibuk merajuk. Sedangkan Lara dan kedua orang tuanya? Mereka salah tingkah.

Satu-satunya hal yang mereka tahu adalah Sadie Lancaster berumur 105 tahun. Tidak lebih.

“Where’s my necklace?”

Di tengah pembacaan kisah hidup Sadie oleh wakil pendeta (aku tidak tahu apa istilahnya, maaf), Lara tiba-tiba mendengar suara seorang gadis. Kalau kata dosenku sih, ada suara tanpa rupa—buat nyindir mahasiswa yang telat tapi asal nyelonong masuk kelas X). Tampaknya, hanya Lara yang sadar sama suara itu. Karena kerabatnya yang lain masih sibuk sama urusan masing-masing. Aneh, kan? Padahal suara gadis itu terdengar berkali-kali. Bahwa dia butuh kalung itu.

Mengikuti suara, Lara jadi “sadar” kalau ada seorang gadis yang duduk di depannya. Gadis itu gelisah dan tidak bisa diam. Tepat saat itulah gadis itu juga sadar kalau Lara bisa melihat dan mendengarnya. 


OK. Jadi ini bukan buku creepy hantu-hantuan. Ya, gadis itu memang Sadie. Atau bisa dibilang, arwah Sadie Lancaster berusia 23 tahun yang lincah, penuntut, dan keras kepala. Sadie seketika memaksa Lara untuk menghentikan pemakaman—atau tepatnya, kremasi—yang sebentar lagi bakal dilakukan. Bagaimana pun caranya.

Lalu mencari kalungnya.

Cerita melesat jadi 1000% lebih menarik ketika Sadie Lancaster muncul. Sadie yang penuntut itu selalu dapet apa yang dia minta. Melalui Lara X). Sadie suka sama cowok ganteng—Ed—Lara yang disuruh ngajak cowok itu nge-date. Sadie pengen Lara dandan ala 20-an buat date mereka, keturutan juga. Dan tau dong gimana reaksi cowok itu waktu liat dandanan Lara X). Apalagi Sadie juga nuntut buat “ngerayu” cowok itu pake istilah 20-an. Karena Lara pikir semua orang udah nganggep dia gila, sekalian aja dia nurutin Sadie pake segenap totalitas X). Poor Ed :”)))

He looks like someone who really, really doesn’t want to vomit but is having no choice.

DEMYU!!! THIS BOOK IS SO.. SO…. SOOO……. HILARIOUS!!!!! Buku ini benar-benar mengubah pandanganku tentang Sophie Kinsella. Dia penulis jenius. Sekarang aku sadar ternyata ketidaksukaanku pada The Shopaholic Series bukan bersumber dari penulisnya, tapi gara-gara Rebecca Bloomwood yang annoying dan bikin pengen nyekek dia. Di buku ini, aku sukaaaaa sekali dengan Lara. Walaupun dia berhati lemah dan gampang diperbudak oleh Sadie (Sadie bakal menjerit berjam-jam di telinga Lara kalau dia tidak mau mengikuti keinginannya), Lara adalah orang yang sangat, sangat baik. Dan seperti kebanyakan orang baik dalam buku, nasibnya sangat merana.

I can't bear this. Smuggling letters, for God's sake, Why didn't they have mobile phones in the 1920s? Think how many misunderstandings in the world could have been avoided. Archduke Ferdinand could have texted his peopleI think a weirdo's following me—and he wouldn't have got assasinated. World War I wouldn't have happened.

Tidak butuh waktu lama bagi Lara untuk merasa sayang pada nenek-buyutnya ini. Terlepas dari kepribadiannya yang ceria dan penuh semangat, pasti sedih rasanya menyaksikan pemakaman diri sendiri yang begitu sepi dan muram. Terlebih, di saat Lara sibuk berusaha memburu jejak kalung kesayangan neneknya itu, Sadie pun banyak berjasa dalam perubahan nasib kehidupan Lara. Mereka berdua jadi tim yang solid. Saking solidnya hingga mereka berusaha keras untuk mengabaikan satu pertanyaan besar yang terus berputar-putar, apa yang bakal terjadi ketika mereka berhasil mendapatkan kalung itu?

Dan endingnya. ENDINGNYA!!!


Bakal ada kejutan besar di akhir cerita nanti. Seriously, aku sangat merekomendasikan kalian untuk membaca novel ini. Masterpiece dari Sophie Kinsella. Dan ingatlah saudara-saudara, masih ada jiwa muda bersemayam di dalam tubuh yang tua dan keriput. Love your job and stay young, people!!