Twenties Girl
standalone karya Sophie Kinsella
435 halaman, Chick Lit/ Humor
Dipublikasikan 21 Juli 2009 oleh
The Dial Press (Bahasa Inggris), diterjemahkan oleh Gramedia dengan judul Gadis Charleston
“Don’t you see that, you stupid girl? You could spend your whole life hoping
and believing! If a love affair is one-sided, then it’s only ever a question,
never an answer. You can’t live your life waiting for an answer.”
Karya dari Sophie Kinsella
sepertinya selalu dimulai dengan si tokoh utama yang kebingungan dengan hidupnya.
Di buku ini, Lara Lington kelabakan karena bisnis yang dia bangun nyaris
ambruk, kisah cintanya dengan Josh berakhir, dan dia dianggap psycho karena
meneror Josh dengan sms beberapa kali sehari. Padahal, meminta kejelasan
tentang alasan berakhirnya hubungan mereka tidak termasuk psycho, kan?
Dan menghadiri pemakaman nenek
buyutnya, Sadie Lancaster, merupakan hal terakhir yang ia harapkan. Karena,
seumur hidup Lara belum pernah bertemu dengan Sadie. Pemakaman yang dihadiri
oleh 6 orang itu terlihat muram, berbeda dengan pemakaman di ruang sebelah yang
ramai, penuh bunga, nyanyian, dan air mata. Tidak ada bunga dan air mata di
pemakaman Sadie Lancaster. Paman Bill sibuk dengan ponselnya, Aunt Turdy sibuk
dengan majalah selebritisnya, dan Diamantene sibuk merajuk. Sedangkan Lara dan
kedua orang tuanya? Mereka salah tingkah.
Satu-satunya hal yang mereka tahu
adalah Sadie Lancaster berumur 105 tahun. Tidak lebih.
“Where’s my necklace?”
Di tengah pembacaan kisah hidup
Sadie oleh wakil pendeta (aku tidak tahu apa istilahnya, maaf), Lara tiba-tiba
mendengar suara seorang gadis. Kalau kata dosenku sih, ada suara tanpa rupa—buat
nyindir mahasiswa yang telat tapi asal nyelonong masuk kelas X). Tampaknya,
hanya Lara yang sadar sama suara itu. Karena kerabatnya yang lain masih sibuk
sama urusan masing-masing. Aneh, kan? Padahal suara gadis itu terdengar berkali-kali. Bahwa dia butuh
kalung itu.
Mengikuti suara, Lara jadi “sadar”
kalau ada seorang gadis yang duduk di depannya. Gadis itu gelisah dan tidak
bisa diam. Tepat saat itulah gadis itu juga sadar kalau Lara bisa melihat dan
mendengarnya.
OK. Jadi ini bukan buku creepy
hantu-hantuan. Ya, gadis itu memang Sadie. Atau bisa dibilang, arwah Sadie
Lancaster berusia 23 tahun yang lincah, penuntut, dan keras kepala. Sadie seketika
memaksa Lara untuk menghentikan pemakaman—atau tepatnya, kremasi—yang sebentar
lagi bakal dilakukan. Bagaimana pun caranya.
Lalu mencari kalungnya.
Cerita melesat jadi 1000% lebih menarik
ketika Sadie Lancaster muncul. Sadie yang penuntut itu selalu dapet apa yang
dia minta. Melalui Lara X). Sadie suka sama cowok ganteng—Ed—Lara yang disuruh
ngajak cowok itu nge-date. Sadie pengen Lara dandan ala 20-an buat date mereka,
keturutan juga. Dan tau dong gimana reaksi cowok itu waktu liat dandanan Lara
X). Apalagi Sadie juga nuntut buat “ngerayu” cowok itu pake istilah 20-an. Karena Lara pikir
semua orang udah nganggep dia gila, sekalian aja dia nurutin Sadie pake segenap
totalitas X). Poor Ed :”)))
He looks like someone who really,
really doesn’t want to vomit but is having no choice.
DEMYU!!! THIS BOOK IS SO.. SO….
SOOO……. HILARIOUS!!!!! Buku ini benar-benar mengubah pandanganku tentang Sophie
Kinsella. Dia penulis jenius. Sekarang aku sadar ternyata ketidaksukaanku pada
The Shopaholic Series bukan bersumber dari penulisnya, tapi gara-gara Rebecca
Bloomwood yang annoying dan bikin pengen nyekek dia. Di buku ini, aku sukaaaaa
sekali dengan Lara. Walaupun dia berhati lemah dan gampang diperbudak oleh
Sadie (Sadie bakal menjerit berjam-jam di telinga Lara kalau dia tidak mau
mengikuti keinginannya), Lara adalah orang yang sangat, sangat baik. Dan seperti
kebanyakan orang baik dalam buku, nasibnya sangat merana.
I can't bear this. Smuggling letters, for God's sake, Why didn't they have mobile phones in the 1920s? Think how many misunderstandings in the world could have been avoided. Archduke Ferdinand could have texted his people—I think a weirdo's following me—and he wouldn't have got assasinated. World War I wouldn't have happened.
Tidak butuh waktu lama bagi Lara
untuk merasa sayang pada nenek-buyutnya ini. Terlepas dari kepribadiannya yang
ceria dan penuh semangat, pasti sedih rasanya menyaksikan pemakaman diri
sendiri yang begitu sepi dan muram. Terlebih, di saat Lara sibuk berusaha memburu jejak kalung
kesayangan neneknya itu, Sadie pun banyak berjasa dalam perubahan nasib
kehidupan Lara. Mereka berdua jadi tim yang solid. Saking solidnya hingga
mereka berusaha keras untuk mengabaikan satu pertanyaan besar yang terus
berputar-putar, apa yang bakal terjadi
ketika mereka berhasil mendapatkan kalung itu?
Dan endingnya. ENDINGNYA!!!
Bakal ada kejutan besar di akhir cerita nanti. Seriously, aku sangat
merekomendasikan kalian untuk membaca novel ini. Masterpiece dari Sophie
Kinsella. Dan ingatlah saudara-saudara, masih ada jiwa muda bersemayam di dalam tubuh yang tua dan keriput. Love your job and stay young, people!!