Monday 18 May 2015

[Book Review] Aristotle and Dante Discover the Secrets of the Universe

Aristotle and Dante Discover the Secrets of the Universe
penulis Benjamin Alire Sáens
368 halaman, YA/ LGBT
Rating: image
Dipublikasikan 21 Februari 2012 oleh Simon & Schuster


We all fight our own private wars.

Trigger Warning: LGBT (lesbian, gay, bisexual, and transgender) 

Aristotle and Dante Discover the Secrets of the Universe mendapat perhatian dan pujian yang cukup besar di kalangan pembaca YA. Hype yang dibawa oleh buku ini sebenarnya sangatlah overwhelming (terlihat dari stiker-stiker penghargaan yang hampir menutupi sampul bukunya) dan sempat membuat saya ragu untuk memilihnya sebagai bacaan bulan ini. Lalu kemudian saya berpikir…. Dammit, I can read whatever I want.


And so I did.

Bagaimana menceritakan buku ini? Saya tidak tahu. Tidak ada plot cerita yang jelas. Singkatnya mungkin seperti ini: Aristotle (kemudian dikenal sebagai Ari) adalah seorang anak laki-laki dengan berbagai konflik di dalam dirinya. Suatu ketika Ari pergi ke kolam renang, dan dia bertemu Dante. Mereka kemudian menjadi sahabat.

Hubungan Ari dan Dante ini…. belum pernah saya temui di buku-buku YA lain. Mereka seperti bergravitasi satu sama lain. Berbeda dengan Ari yang senantiasa diliputi amarah dalam dirinya, Dante ini begitu murni. Dia adalah anak laki-laki paling manis di dunia dengan jiwa paling bebas yang pernah saya temui. Dante inilah yang mampu merubah cara pandang Ari terhadap dunia.

As Dante was watching me search through the lens of a telescope, he whispered, “Someday, I’m going to discover all the secret of the universe.”
That made me smile. “What are you going to do with all those secrets, Dante?”
“I’ll know what to do with them,” he said. “Maybe change the world.”
I believed him.

Dari teknik penulisan yang didominasi oleh percakapan antar tokoh (sampai kadang saya bingung line ini yang ngomong siapa, line berikutnya yang ngomong siapa), saya dapat lebih merasakan interaksi antartokoh. Seolah saya berada di sana, langsung mendengarkan mereka bertukar kata. +1.

Mungkin ini yang bisa saya katakan kenapa Aristotle and Dante Discover the Secrets of the Universe bisa begitu dicintai pembacanya: gaya penulisannya begitu indah dan jujur. Dan terasa seperti naik roller coaster. Di beberapa bagian (terutama di awal) akan terasa dataaaaar karena buku ini hanya menceritakan kehidupan dua remaja biasa dan persahabatan mereka yang bisa dibilang juga cukup biasa. Alurnya cukup lambat dengan beberapa kejadian penting muncul. Mungkin satu dua baris akan menarik perhatian saya. Kemudian saya melanjutkan baca dan tiba-tiba…. BAM!!!! I CAN’T BREATHE! Kelak saya tahu kalau Benjamin Alire Sáens ini adalah seorang pujangga. Asdfghjkl.


Orangtua Ari dan Dante memegang peran sangat besar di sini. Mereka bahkan mendapat porsi yang hampir sama dengan Ari dan Dante sendiri. Hal yang tidak banyak ditemui di YA lain. Hubungan Ari dan Dante dengan masing-masing orang tua mereka mendapat perhatian besar dari saya, terutama ketika mereka saling bercanda. They had unique senses of humor. Sayang tokoh Susie Bryd dan Gina kurang dieksplor oleh penulis, sehingga membuat kemunculan mereka seolah hanya untuk membangkitkan/ menyelesaikan masalah yang dihadapi Ari.

"It's just that sometimes I have things running around inside me, these feelings. I don't always know what to do with them. That probably doesn't make any sense."

Tema LGBT yang diangkat oleh novel ini mungkin tidak begitu kontroversial di luar sana, tapi di masyarakat yang masih memegang unsur agama yang kuat akan muncul beberapa ketidakcocokan. Novel ini berusaha sejujur mungkin menggambarkan bagaimana nasib para LGBT (dalam kasus ini gay) di kalangan masyarakat tahun 1980-an, ketika hal-hal semacam itu masih sangat dipandang sebelah mata. Banyak sekali yang saya pelajari dari buku ini, dan saya tidak tahu bagaimana menjelaskannya. Mungkin memang harus membaca sendiri untuk menemukan sudut pandangnya masing-masing.

Bisa dibilang novel ini adalah jenis novel yang akan meninggalkan pembacanya untuk “berpikir” jauh setelah mereka menamatkannya. Dan mungkin, mungkin…. di luar sana, novel ini telah merubah banyak cara pandang orang-orang dan juga hidup mereka.

“Sometimes, don’t you just want to stand up and yell out all the cuss words you’ve learned?”


Yes, Ari. I do.

3 comments:

  1. wiii kayaknya memang novelnya ada sesuatunya ya xD wah san you're a YA specialist xD

    ReplyDelete
  2. YA apaan ya?
    jadi ini buku lebih mengarahkan untuk memihak ke LGBT atau yaa cukup diceritain aja mereka LGBT dan reaksi orang (tanpa ada tendensi author buat mihak LGBT atau tidak memihaknya)?

    ReplyDelete
    Replies
    1. YA (Young Adult) adalah genre bacaan yang ditujukan untuk pembaca dari usia 12 hingga 20-sekian tahun. Kalau di Indonesia ya bisa disamakan dengan Teenlit gitu.
      Buku ini tidak mengarahkan kita untuk mendukung kaum LGBT mba :) hanya bercerita bagaimana nasib kaum LGBT tahun 80-an yang masih jadi minoritas dan apa yang bakal menimpa mereka kalau status mereka ini diketahui masyarakat :)

      Delete