Monday 26 September 2016

[Review Buku] Legend oleh Marie Lu

Legend (Legend Trilogy #1)
penulis Marie Lu
305 halaman, YA/ Distopia
Rating:  
Dipublikasikan oleh Speak, 30 November 2011
Sudah diterjemahkan oleh Mizan Fantasi

Logic will save you when nothing else will.

Tahun 2130, Amerika Serikat terpecah menjadi dua kubu yang saling bermusuhan; kawasan barat menyebut diri mereka sebagai Republik dan kawasan timur menyebut diri mereka sebagai Koloni. Di buku ini, cerita difokuskan kepada Republik, di mana pemerintahannya dipimpin oleh Elector Primo. Untuk menjadi warga Republik yang “sah”, setiap anak yang sudah menginjak usia sebelas tahun harus mengikuti Trial—mungkin kalau di Indonesia seperti tes masuk sekolah gitu ya, ada TPA, tes kesehatan, dan wawancara—yang nantinya akan menentukan masa depan mereka.


Tujuan dari tes ini adalah menemukan bibit unggul yang bisa dilihat dari nilai yang diperoleh yaitu antara 1500-1250. Walaupun dinamakan nilai tertinggi, selama ini sangat jarang ada anak yang bisa mendapatkan nilai 1500. Karena itulah Republik menetapkan nilai 1450-1499 sebagai standar tinggi bagi yang memperolehnya. Mereka yang berada pada kisaran itu akan dapat bekerja di pemerintahan dan hidup kaya hingga tua nanti. Bagi yang mendapat nilai 1250-1449, Republik akan menjamin pendidikan mereka sampai jenjang perkuliahan hingga mereka mampu hidup berkecukupan. Anak yang mendapat nilai antara 1000-1249 dianggap sebagai “bibit tidak unggul” sehingga pemerintah tidak ingin repot-repot memfasilitasi mereka. Nantinya, mereka hanya akan berakhir sebagai buruh dan hidup dalam kemisikinan.

Namun, masih ada yang lebih parah dari hidup miskin. Jika kamu mendapat nilai di bawah 1000, Republik akan langsung mengirimmu ke kamp buruh. Keluargamu akan mendapat santunan sebesar 1000 Notes sebagai pengganti “kehilangan” satu anggota keluarga dari rumah mereka.

Masalah tidak hanya berpusat pada Trial. Munculnya wabah penyakit mematikan mengharuskan tiap warganya untuk dites setiap minggu dan mendapatkan vaksin dari Republik. Bisa dibayangkan bagaimana kondisi mereka yang selalu ketakutan akan hasil Trial dan wabah sekaligus.

An inferior child with bad genes is no use to the country.

Day adalah salah satu potret bagaimana anak yang gagal Trial akan hidup. Dia berhasil lolos dari “kamp buruh” dan menjadi buronan yang paling dicari oleh Republik. Pemerintah menganggap Day berbahaya, terlepas dari usianya yang masih 15 tahun. Hal itu dikarenakan ia selalu sukses melancarkan aksi kriminalnya seorang diri tanpa meninggalkan bukti berarti selain sidik jari. Republik bahkan tidak mengetahui bagaimana wajah Day yang sesungguhnya. Bagi warga pinggiran Republik, Day adalah pahlawan karena ia hanya merampok dan mencuri dari pihak “kaya” atau pemerintah saja dan nantinya hasilnya akan dibagikan ke masyarakat miskin dan keluarga Day. Konon katanya, Day bahkan tidak ingin membunuh siapapun dalam mensukseskan aksinya—sekalipun mereka pihak Republik.

Hidup Day berubah drastis setelah ia melihat tanda X bergaris di pintu rumah keluarganya. Tim patroli menandai pintu rumah dengan tanda X yang menyatakan bahwa anggota keluarga ybs telah terinfeksi wabah dan harus dikarantina. Namun, tanda di pintu rumah Day berbeda—yang kelak diketahui bahwa adik Day, Eden, telah terinfeksi virus wabah yang telah termutasi.

Untuk menyelamatkan Eden, Day nekat menembus rumah sakit dan mencuri vaksin. Di sanalah ia bertemu dengan Metias, kapten dari tim patroli, yang menghalanginya untuk kabur.


Day nantinya dituduh sebagai penyebab kematian Metias. Hal itu memancing amarah June, adik perempuan Metias yang sebelumnya sangat mengidolakan Day. Tidak seperti Day yang gagal dalam Trial, June adalah seorang Prodigy; dia adalah satu-satunya anak yang berhasil mendapat skor sempurna, 1500.  June tidak hanya cerdas, tetapi juga observant, cepat dalam melakukan analisis dan logika, serta terlatih dalam adu fisik dan menggunakan senjata. June yang masih menempuh pendidikan akhirnya ditarik oleh Republik dan direkrut oleh Komandan Jameson, pimpinan Metias terdahulu. Komandan Jameson memberikan kesempatan kepada June untuk membalas dendam atas kematian Metias, satu-satunya keluarga yang June miliki.

I will hunt you down. I will scour the streets of Los Angeles for you. Search every street in the Republic if I have to. I will trick you and deceive you, lie, cheat and steal to find you, tempt you until you have nowhere else to run. I make you this promise: your life is mine.

Lalu bagaimana jika kedua remaja yang sama-sama mumpuni ini bertemu?


Masa-masa ketenaran novel bergenre Distopia bisa dibilang sudah lewat. Distopia yang menceritakan tentang nasib manusia setelah selamat dari “bencana besar” memang sangat digemari karena jalan ceritanya yang menegangkan dan penuh aksi. Hal ini bisa dilihat dari antusiasme masyarakat atas novel-novel distopia pendahulunya seperti The Hunger Games, Divergent, hingga The Maze Runner yang sukses besar diangkat ke layar bioskop.

Saya sempat “lelah” dengan genre distopia. Sejak membaca ending Allegiant (buku terakhir seri Divergent) yang menurut pribadi sangat mengecewakan, fokus membaca saya alihkan sepenuhnya ke genre lain seperti YA atau NA. Ketakutan untuk menjadi “bias” kepada novel-novel distopia lain membuat saya berhenti membacanya. Legend adalah novel distopia pertama yang saya baca pasca hibernasi ini, dan bisa dibilang bahwa novel ini merupakan sebuah awal yang baik.

Kalau kamu menyukai Divergent, besar kemungkinan kamu akan menikmati Legend. Kedua novel ini memiliki beberapa kesamaan, dari mulai keberadaan Trial (kalau Divergent memakai istilah aptitude test) hingga terbongkarnya rahasia pemerintah yang memicu pemberontakan. Legend memiliki unsur-unsur yang kamu harapkan pada novel distopia pada umumnya; plot yang tertata rapi, detail pada unsur cerita yang sangat terperinci, penyampaian konflik dan aksi yang menegangkan, hingga kisah cinta yang terbangun di antara dua tokoh yang sebelumnya saling berseteru.

Namun, saya sangat menyayangkan cepatnya cinta antara kedua tokoh berkembang. Tidak masuk akal bagi dua remaja (lima belas tahun!) yang tumbuh dalam lingkungan penuh dengan rasa curiga untuk jatuh cinta begitu cepatnya, terlebih June dan Day mulanya adalah musuh. Chemistry mereka jadi tidak bisa saya rasakan dengan baik, walau mereka memang saling melengkapi satu sama lain. Diceritakan pula di novel ini bahwa June dan Day adalah dua remaja yang “sangat rupawan” dan “sangat pintar”, pokoknya mereka sangat sempurna. Suatu hal yang terlalu kebetulan dan membuat pembaca kurang bisa bersimpati pada mereka.

Di sisi lain, saya cukup senang karena tidak ada cinta segitiga di sini. Hal ini cukup membuat saya bersemangat untuk melanjutkan buku keduanya, Prodigy. Semoga kisah June dan Day akan berkembang dengan baik ya, teman-teman.


Untuk kalian yang ingin menikmati trilogi Legend ini, Bukabuku.com sedang memberikan diskon besar-besaran lho untuk ketiga novelnya. Saya akui sampul yang digunakan oleh Penerbit Mizan memang tidak sekece desain sampul internasionalnya…… namun, kualitas terjemahan yang bagus dan font yang nyaman di mata dapat menutupi kekurangan itu. Klik pada tiap judul yaa :)

Harga Normal: Rp 55.000
Harga Setelah Diskon: Rp 17.000

Harga Normal: Rp 49.000
Harga Setelah Diskon: Rp 17.000

Harga Normal: Rp 55.000
Harga Setelah Diskon: Rp 22.500

Sedangkan bagi yang ingin koleksi versi internasional dengan desain sampul super gorgeous, kalian bisa beli di Periplus.com. Tidak sabar menunggu waktu kirim? Bisa kok mengunjungi toko buku impor favorit kamu. Di Semarang tidak ada Periplus ya (ada sih, cuma harus check in di Bandara Ahmad Yani), jadi bisa coba dicari di Toko Gunung Agung Mall Paragon atau Mall Ciputra. Semoga ada ya :)

1 comment: