Wednesday, 24 April 2013

Review- City of Glass by Cassandra Clare


Judul Buku: The Mortal Instruments- City of Glass
Pengarang: Cassandra Clare
Jenis Buku: PDF
Jumlah halaman: 560

Setelah beli buku seri pertama, City of Bone dan minjem buku kedua, City of Ashes, di Perpusda, saya akhirnya download PDF buku ke tiga-nya aja *semakin nggak modal* dan berkorban sedikit perjuangan merem melek dan bolak balik buka kamus. Oh kadang saya berpikir betapa beruntungnya bule-bule itu ya, kalau lagi bokek bisa langsung download pdf yang melimpah ruah di internet, nggak perlu kerepotan sama masalah bahasa, lagi.

Oke, ini reviewnya (sejauh yang bisa saya tangkap):
Ibu Clary masih koma, dan seorang teman lama—Madeleine—mengatakan bahwa penyebab tidak sadarnya Jocelyn adalah ramuan yang ia minum, dan ia tahu seorang warlock yang bisa memutus mantranya, Ragnor Fell. Oleh karena itu Clary bersikeras untuk pergi ke Idris, walaupun ditentang oleh Jace. Namun, diam-diam Jace dan keluarga Lightwood pergi ke Idris dengan bantuan Magnus Bane yang membukakan portal. Simon pun beradu pendapat dengan Jace tentang keputusannya meninggalkan Clary sendirian, sementara yang lain ke Idris. Jocelyn kan ibunya.

Sesaat setelah portal dibuat, terjadi serangan iblis. Madeleine tewas, dan Jace terpaksa membawa Simon masuk ke Portal. Clary dan Luke yang hanya terlambat datang ke Institut beberapa menit menyadari ada yang salah. Bau iblis di mana-mana. Dan akhirnya dia pun membuat Portal sendiri. Tapi, Idris adalah kota asal Pemburu Bayangan, sihir yang terlalu kuat membuat Portal tidak bisa dibuat di dalam kota, sehingga Clary dan Luke terjatuh di Danau Lyn. Danau Lyn adalah danau yang terkutuk bagi Pemburu Bayangan. Dalam keadaan sekarat,Clary berjuang untuk tetap berjalan menuju rumah terdekat. Dengan dibantu Luke, mereka menuju rumah Amatis, adik Luke.

Jace tidak senang tentu saja, mengetahui bahwa Clary mengikuti mereka ke Alicante, ibu kota Idris. Dan tanpa sepengetahuan siapa pun, Simon dipenjarakan di penjara bawah tanah oleh sang Inkuisitor, dengan rune dan jimat penghalang. 
“You should never have come. I know I told you it’s because it isn’t safe for you here, but that wasn’t true. The truth is that I don’t want you here because you’re rash and thoughtless and you’ll mess everything up. It’s just how you are. You’re not careful, Clary.”
“You’re a disaster for us, Clary! You’re a mundane, you’ll always be one, you’ll never be a Shadowhunter. You don’t know how to think like we do, think about what’s best for everyone—all you ever think about is yourself! But there’s a war on now, or there will be, and I don’t have the time or the inclination to follow around after you, trying to make sure you don’t get one of us killed!”

Setelah tahu bahwa Jace tidak bersedia membantunya menemukan Ragnor Fell, Clary pun memutuskan untuk pergi sendiri. Dan dengan bantuan yang ditawarkan Sebastian Verlac, pemuda misterius yang baru ia temui di Institut, mereka berdua pergi menemui Ragnor.



Whoa cukup reviewnya. Novel ini tidak melulu mengisahkan tentang cinta yang menye-menye dan banjir air mata kok. Kenapa Jace tega menyakiti Clary? Oh tentu saja agar Clary cepet-cepet go home dan tidak terlibat masalah. Karena FYI aja sih, setelah ini ada pertempuran besar-besaran. Dan siapakah sebenarnya Sebastian Verlac? *jeng* *jeng*
Baca sendiri novelnya ya hehe, kalau bisa sih mulai dari yang seri pertama. Soalnya memang Cassandra Clare hobi banget menjugkirbalikkan cerita dan emosi pembacanya.

PS: review ini diikutsertakan dalam Books in English Challenge 2013


No comments:

Post a Comment