Author : Pittacus Lore
Language: INDONESIA
Date
Published: Januari 2011
Type: SOFT COVER
No.
of Pages: 500
Sepuluh
tahun yang lalu, sembilan anak dilarikan ke Bumi dari Planet Lorien yang hancur
karena perang. Anak-anak tersebut disembunyikan di berbagai tempat di Bumi dan
dimantrai sehingga kaum Mogadorian yang kejam tak bisa membunuh mereka kecuali
secara berurutan. Kini, satu per satu anak itu terbunuh, sesuai urutan
nomornya: Satu, Dua, Tiga. Dan John Smith adalah Nomor Empat.
Jujur saya nonton filmnya dulu baru baca
novelnya, dan kesan pertama saat nonton film ini adalah… GILAAAK YANG MAIN ALEX
PETTYFER!!!! *jingkrak-jingkrak ala anak SMA*
Saya beli buku ini kemarin pas ada festival
buku, lumayan didiskon 50% jadi harganya nggak nyampe 30 rebu gitu hahaha. Saya
akui saya beli ini karena memang filmnya bagus dan “niat”, nggak pake efek alay
ataupun terkesan wagu. Memang sih ada beberapa perbedaan cerita antara di novel
dan filmnya (ya kalo nggak beda ngapain susah-susah bikin film -..-) tapi
secara keseluruhan saya dapet lah inti ceritanya.
John Smith—nama aslinya adalah Nomor
Empat—selalu hidup berpindah-pindah selama lebih dari sepuluh tahun ini.
Setelah kematian si Nomor Tiga, hanya tinggal enam yang tersisa. Dulu, sebelum
kabur ke Bumi, kesembilan anak tersebut dimantrai oleh Tetua Planet Lorien agar
tidak dapat dibunuh oleh Kaum Mogadorian
secara acak. Namun sihirnya terbatas, mereka masih tetap bisa dibunuh
jika melalui urutan Nomor mereka atau jika mereka berkumpul. Dan karena si
Nomor Tiga sudah mati, kali ini adalah giliran John.
Siapakan sebenarnya mereka? Mereka adalah
segelintir warga yang diungsikan saat Planet Lorien diserang oleh Kaum Mogadorian.
Hanya ada sembilan anak, sembilan penjaga, dan satu pilot pesawat yang berhasil
melarikan diri. Tapi konon katanya di salah satu visi yang ia lihat, ada sebuah
pesawat lagi yang mengikuti pesawat mereka ke bumi. Pesawat siapakah itu?
Entahlah…
Henri
bukan ayahku, tapi aku selalu berkata begitu agar tidak mencurigakan.
Sebenarnya Henri itu Penjagaku, atau bahasa Buminya waliku. Di Lorien ada dua
jenis warga. Yang pertama adalah warga yang memiliki Pusaka, atau kekuatan—yang
banyak sekali macamnya, mulai dari kemampuan untuk menjadi tidak terlihat
hingga kemampuan membaca pikiran, atau kemampuan untuk terbang, hingga
kemampuan untuk mengendalikan kekuatan alam seperti api, angin, atau petir.
Warga yang memiliki Pusaka disebut Garde. Yang kedua adalah warga yang tidak
memiliki kekuatan, mereka disebut Cêpan atau Penjaga. Aku itu Garde, Henri itu Cêpan.
Sejak kecil satu Garde didampingi satu Cêpan. Cêpan membantu kami memahami
sejarah planet dan juga bagaimana mengembangkan kekuatan kami Cêpan dan
Garde—yang satu bertugas menjalankan planet, sedangkan yang lain bertugas
mempertahankan planet.
Henri dan John pindah ke Paradise, Ohio.
Dan di sana ia bertemu dengan Sarah, cewek cantik yang hobi fotografi. Namun sang
mantan pacar yang tak lain adalah kapten tim football masih posesif, dia terus mengganggu John. Satu-satunya
teman yang ia miliki adalah Sam. Ayah Sam menghilang, atau tepatnya diculik
oleh mahkluk ruang angkasa, dan semenjak itu ia menjadi fanatik terhadap alien,
mempelajari hal-hal tentang mereka.
Kali ini, John tidak ingin kabur lagi. Ia
sudah lelah terus-menerus melarikan diri. Apalagi ia sudah mulai jatuh cinta
dengan Sarah, dan bersahabat dengan Sam. Henri sudah berulang kali mengingatkan
kalau tidak aman bagi mereka terlalu dekat dengan manusia, bahwa rahasia mereka
akan terbongkar. Seiring dengan kemunculan Pusaka-nya, John terus berlatih
mengembangkan kemampuan yang ia miliki, tahan api, telekinesis, dan
berkomunikasi dengan hewan.
Namun saat menyelamatkan Sarah pada
kebakaran di rumah Mark, mulai terungkaplah jati diri mereka. Kaum Morgadorian mulai
datang. Sarah, dengan begonya terperangkap sendirian di sekolah yang sudah
kosong. John datang dan menyelamatkannya, yang berarti mereka berdua terperangkap
di sekolah dengan Kaum Mogadorian yang mengepung dari luar. Lalu tiba-tiba
muncullah Nomer Enam. Tidak ada pilihan lain, mereka harus bertempur.
***
Satu hal yang sangat mengganggu saat
membaca novel ini adalah terjemahannya. Sang penerjemah terkesan kaku dalam
memilih diksi, seolah-olah menerjemahkan kata-per kata langsung dari kamus.
Padahal konteks bahasa kita kan berbeda dari Bahasa Inggris. Selain itu,
penggunaan kata “nggak” sebagai pengganti dari “tidak” yang lebih kasual agak
mengganggu juga. Mungkin karena saya terbiasa menemui kata “tidak” di buku-buku
dahulu, jadi agak merasa aneh. Cuma opini aja sih…
Kisah ini mengajarkan tentang keberanian. Walaupun tahu mereka sangat kalah
jumlah, mereka tetap bertempur mati-matian mempertahankan apa yang sudah
setengah mati mereka jaga. Kami menang,
kami akan terselamatkan dan kalian juga terselamatkan. Kami kalah, dan semua
akan musnah.
Henri
masih gemetar, tubuhnya terasa rapuh dan lemah di pelukanku, aku yakin tubuhku
pun tidak lebih kuat. Ini dia, pikirku. Kami akan berjalan melintasi lapangan
dengan gagah menuju apa pun yang ada di sana, setidaknya kami melakukannya
dengan bermartabat.
“Saat kau kehilangan harapan,
segalanya pun musnah. Saat kau pikir semua telah berakhir, ketika segala
sesuatu tampak buruk dan sia-sia, harapan itu selalu ada.”-Henri
Yah overall saya suka sama seri pertama The
Lorien Legacy ini, dan untuk sekuelnya saya mending baca pdf nya aja deh, agak
gimanaaaa gitu kalau baca terjemahannya yang pertama ini. Satu buku bagus lagi
yang harus menderita karena salah diterjemahkan.
PS: sebenarnya nggak tega ngomong gitu,
tapi sebagai kritik membangun aja agar di sekuel-sekuel nya nanti bisa
diterjemahkan dengan lebih baik.
No comments:
Post a Comment