Friday, 10 May 2013

Review: Summer in Seoul by Ilana Tan




 Judul: Summer in Seoul
Penulis: Ilana Tan
Penerbit: Gramedia
Jumlah halaman: 280
Rating: ♥♥♥♥



Jung Tae-Woo, penyanyi Korea yang muncul kembali setelah 4 tahun vakum diserang oleh gosip yang menyatakan bahwa dia gay. Untuk mengklarifikasinya, dia meminta bantuan kepada Sandy, mahasiswi blasteran Indonesia-Korea untuk membantunya setelah tanpa sengaja ponsel mereka tertukar. Jung Tae-Woo hanya memintanya untuk berfoto bersamanya agar berita pengalihan itu bisa masuk tabloid. Karena itu bukan hal yang sulit, Sandy mengiyakan saja. Dengan syarat, wajahnya tidak terlihat.
Ternyata selama ini Sandy memiliki kenangan buruk tentang Jung Tae-Woo. Tanpa ada maksud buruk, ia hanya ingin memastikan bahwa Jung Tae-Woo bukanlah orang jahat yang selama ini keluarganya duga. Dan serentetan kejadian yang menimpa Sandy secara tidak langsung membuktikan bahwa Jung Tae-Woo memang tulus, dan sikapnya sedikit demi sedikit meluluhkan hatinya. Bahkan saat Lee Jeong-Su, mantan kekasinya, meminta kembali kepada Sandy setelah dulu mengkhianatinya, dia tidak lagi goyah.

Baru baca novel ini? Iya. Saya baru sempat baca, dari novel dan PDF. Soalnya ada beberapa halaman yang hilang, jadi saya harus mencocokkannya dengan yang PDF. Saya suka sama alur ceritanya dan bahasa yang penulis pakai. Dari tetralogi novel karya Ilana Tan (Autumn in Paris, Summer in Seoul, Winter in Tokyo, dan Spring in London), Summer in Seoul adalah novel yang pertama saya baca. Dulu jaman SMP *keliatan angkatan tua* dan masih hobi ke Gramedia, saya udah berkali-kali bimbang mau beli novel ini apa enggak. Dan baru baca sekarang. Ya ampun lama banget ya dan sedikit  nyesel kenapa nggak baca dari dulu.
Sandy menghampirinya. “Sudah lama tidak mendengarmu main piano,” kata Sandy  sambil berdiri bertopang dagu di piano Jung Tae-Woo. “Mainkan satu lagu.”
Jung Tae-Woo berpikir-pikir sejenak. “Aku akan main dengan satu syarat.”
Sandy mengangkat dagu, menantangnya. “Syarat apa?”
“Kalau suatu saat nanti kau rindu padaku, kau mau memberitahuku?” tanya Jung  Tae-Woo.
Sandy mengerutkan kening karena merasa lucu. “Syarat apa itu?”
“Setuju  atau tidak?” tanya Jung Tae-Woo sambil memosisikan sepuluh jarinya di  atas tuts-tuts piano. Ia menatap Sandy lurus-lurus, menunggu jawaban.
“Kenapa aku harus memberitahumu?” tanya Sandy lagi.
“Supaya aku bisa langsung berlari menemuimu,” jawab Jung Tae-Woo ringan.
Sandy tertegun. Ia merasa jantungnya berdebar dua kali lebih cepat. Apakah laki-laki itu sungguh-sungguh? Apa maksudnya?
Akhirnya Sandy berdeham dan berkata, “Baiklah, aku akan memberitahumu kalau  suatu saat nanti aku rindu padamu. Tapi kau tidak perlu berlari menemuiku, nanti kau  capek.”
Jung Tae-Woo tertawa. Tiba-tiba ia berseru pelan, “Ah, ada satu hal lagi sebelum  aku main!”
“Apa?”
Ia menatap Sandy. “Artikel itu,” katanya ragu-ragu. “Artikel tentang  “perselingkuhanmu itu... bukan aku yang mengatakannya.”
“Oh...”
“Aku hanya ingin kau tahu,” kata Jung Tae-Woo lagi. “Jadi kau tidak usah  mencemaskan masalah itu lagi. Serahkan saja padaku.”
Dalam hati, Sandy sudah tahu bukan Jung Tae-woo yang menyebarkan gosip  tersebut. Maka tanpa ragu ia pun langsung mengangguk.
“Tapi, apakah kau memang... maksudku, apakah sekarang kau memang dekat  dengan seseorang?”
“Kau sendiri yang bilang gosip-gosip seperti itu tidak bisa dipercaya. Kenapa  bertanya seperti itu?” tanya Sandy kesal.
“Aku memang tidak percaya. Makanya aku bertanya langsung padamu,” kata Jung  Tae-Woo membela diri. Aku ingin tahu jawabannya darimu.”
Sandy meringis. “Tidak, semua yang ditulis di artikel itu tidak benar.”
Jung Tae-Woo mengangguk. “Oke, aku percaya padamu. Ah, satu hal lagi.”
Sandy menghela napas. “Apa lagi? Kau sebenarnya mau main atau tidak?”
“Kalau suatu saat nanti aku rindu padamu, bolehkah kukatakan padamu?”
Pertanyaan itu membuat hati Sandy berdebar-debar lagi.
“Boleh...,” sahut Sandy, berusaha agar suaranya tidak terdengar gugup. “Terserah
kau saja.”
“Aku rindu padamu.”
Kali ini Sandy merasa jantungnya berhenti berdegup. Ia hanya bisa menatap laki-laki yang sedang tersenyum itu. Ia tidak bisa mengucapkan apa pun, tidak bisa  memikirkan apa pun.
“Baiklah,” kata  Jung Tae-Woo akhirnya. “Sekarang lagu apa yang harus  kumainkan?”

Sandy, ah you’re such a lucky girl.

No comments:

Post a Comment